tirto.id - Budi Said ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis (18/1/2024). Lantas, siapa Budi Said, tersangkut kasus apa, dan kenapa ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung?
Budi Said langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan, Jakarta. Agung Kuntadi, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung menyebutkan status tersangka Budi Said dilakukan setelah adanya upaya pemeriksaan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif pada hari ini status yang bersangkutan kami naikkan sebagai tersangka," ucapnya dikutip dari Antara.
Dikenal sebagai crazy rich asal Surabaya, Budi Said diduga terlibat kasus rekayasa jual beli emas PT ANTAM (Aneka Tambang).
Budi Said tidak sendirian dalam melakukan aksinya. Ia dilaporkan turut bekerja sama dengan sejumlah oknum, termasuk orang dalam di PT ANTAM. Mereka adalah inisial EA, AP, EKA dan MD.
"Beberapa di antara sejumlah nama tadi merupakan oknum pegawai PT ANTAM," lanjut Agung Kuntadi.
Tersangka kini dikenakan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipidkor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Total kerugian mencapai 1,136 ton logam mulia atau sekira Rp1,1 triliun.
Profil Singkat Budi Said
Budi Said merupakan seorang pengusaha asal Kota Pahlawan. Selama ini, ia kerap mendapat julukan crazy rich Surabaya.
Budi Said menjalankan bisnis di bidang pertambangan. Dirinya juga menjadi Direktur Utama PT Tridjaya Kartika Grup.
Perusahaan properti ini menjalankan usaha di sektor perumahan, apartemen, serta mall. Mereka menjadi pemilik Plaza Marina dan Puncak Marina Apartments.
Tak hanya itu, PT Tridjaya Kartika turut membangun perumahan kelas atas di wilayah Sidoarjo dan Surabaya. Di antaranya Kertajaya Indah Regency, Taman Indah Regency, dan Florencia Regency.
Kronologi Lengkap Kasus Budi Said
Pada tahun 2018 silam, Budi Said dikabarkan membeli emas 7 ton senilai Rp3,5 triliun dari Antam lewat broker Eksi Anggraeni. Ia disebut-sebut mendapatkan "diskon".
Namun, Budi hanya menerima 5,935 ton saja dari total kesepakatan. Ia lantas merasa dirugikan sebesar Rp573 miliar.
Periode Januari 2020, crazy rich Surabaya itu mengajukan gugatan ke PN Surabaya dengan nomor registrasi 158/Pdt.G/2020/PN Sby. Usai menjalani serangkaian sidang, hakim kemudian membacakan putusan pada Rabu (13/1/2021).
Mereka menghukum Antam senilai Rp1,3 triliun. Angka ini terdiri dari ganti rugi materiil emas 1,13 ton (Rp817,4 miliar) dan ganti rugi immaterial Rp500 miliar.
PN Surabaya juga menghukum 4 pihak lain yang turut digugat. Di antaranya Eksi Anggraini (3 tahun 10 bulan) dan Endang Kumoro/Kepala BELM Surabaya I Antam (2,5 tahun).
Hukuman juga dijatuhkan kepada Misdianto/Tenaga Administrasi BELM Surabaya I Antam (3,5 tahun) dan Ahmad Purwanto/General Trading Manufacturing and Service Senior Officer (1,5 tahun).
Atas putusan PN Surabaya tersebut, Antam menyatakan banding. Mereka menolak mengembalikan dana senilai Rp1,3 triliun lebih kepada Budi Said.
"Perusahaan menegaskan tetap berada pada posisi tidak bersalah atas gugatan yang diajukan Budi Said," beber SVP Corporate Secretary Kunto Hendrapawoko, pertengahan Januari 2021.
Sementara kuasa hukum PT Antam saat itu, Frids Meson Sirait, menyebutkan kasus emas ini terjadi setelah adanya ketidakseimbangan antara catatan stok dengan dana yang masuk pada sekitar akhir 2018.
"PT Antam kemudian menghentikan transaksi di Butik Emas Logam Mulia Surabaya I dan melakukan audit, yang akhirnya ditemukan kehilangan emas sebanyak 152,800 kilogram," tegas Frids.
Sejurus kemudian, Antam melaporkan temuan tersebut pada Bareskrim Polri. Terlapor adalah Kepala Butik, staf dan pegawai outsourcing, hingga muncul nama Eksi Anggraeni.
Setelah lama berlalu, Jampidsus Kejagung kini menetapkan Budi Said alias BS sebagai tersangka kasus transaksi ilegal jual beli emas ANTAM.
Berdasarkan keterangan yang diberikan Direktur Penyidikan Kejagung, Agung Kuntadi, BS bekerja sama dengan sejumlah oknum (EA, AP, EKA dan MD). Mereka memutuskan harga jual di bawah harga yang telah ditetapkan PT ANTAM. Dalihnya adalah "diskon" dari PT ANTAM.
Tersangka dan para oknum tersebut lalu memakai pola transaksi yang berada di luar mekanisme PT ANTAM. Dampaknya adalah perusahaan tidak bisa mengontrol jumlah logam mulia dengan uang transaksi.
Alhasil, terdapat selisih yang sangat besar antara jumlah uang yang diberikan BS dengan logam mulia yang diserahkan pada saat itu.