Menuju konten utama
Aidil Afdan Pananrang:

Anak Muda Harus Terlibat Aktif di Pilpres, Minimal Edukasi Rekan

Anak muda harus mengambil peran, tidak boleh pasif. Rembuk Pemuda hadir untuk menghangatkan ruang-ruang diskusi generasi bangsa.

Anak Muda Harus Terlibat Aktif di Pilpres, Minimal Edukasi Rekan
Ilustrasi Wansus Aidil Akbar Fanandra. tirto.id/Tino

tirto.id - "Jadi kalau dikatakan anak muda konkret harus ngapain? Satu, pasti tidak bisa diseragamkan semua anak muda harus berposisi A, B, C, tapi di lahan-lahan profesi yang dipilih tadi harus dikawal, harus dijalani dengan sebaik mungkin.”

Pernyataan tersebut dilontarkan founder Rembuk Pemuda, Aidil Afdan Pananrang. Dalam diskusi dengan Tirto, Rabu (17/1/2024) sore, Aidil membahas soal posisi para pemuda dan sepak terjang pemuda di era digital ini. Ia menilai, ada beberapa karakter pemuda yang perlu dikelola untuk membuat Indonesia semakin maju di masa depan, termasuk melihat program Indonesia Emas 2045 yang kerap dinarasikan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Selain berbicara soal langkah pemuda, Aidil juga membahas bagaimana akhirnya ia bersama kawan-kawannya, khususnya eks aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) membangun gerakan Rembuk Pemuda, sebuah organisasi yang berupaya merangkum ide, gagasan dan kreativitas pemuda untuk dituangkan dalam sebuah gerakan bersama.

Aidil juga menyinggung bagaimana peran pemuda di Pemilu 2024. Selain itu, ia berkomentar soal gagasan yang ditawarkan kandidat dan sikap mereka jelang rembuk nasional yang akan digelar awal Februari 2024. Berikut wawancara lengkapnya dengan reporter Tirto.

Bisa dijelaskan latar belakang dan organisasi Rembuk Pemuda?

Awalannya Rembuk Pemuda sendiri karena kami melihat ada fragmentasi gerakan di antara anak muda. Jadi, kan, anak muda imajinasi dan daya juang dan arah geraknya ini beda-beda. Ada yang senang jadi wirausaha, jadi intelektual, ada yang jadi profesional muda, ada yang jadi seniman, dan lain sebagainya. Nah, kami lihat di masing-masing ruang gerak anak muda ini, kan, selalu merasa bahwa ruang geraknya terbaik. Misalnya pengusaha, wah jangan jadi budak korporat, semua orang harus jadi pengusaha sehingga mereka merasa bahwa itu jalan terbaik.

Begitu pula misalnya senang jadi intelektual, akademisi, jalan terbaik adalah menjadi intelektual atau akademisi dan jadi profesional juga ruang perjuangan dan pengabdian paling bagus. Mengingat fenomena itu, kami ingin bikin satu melting pot untuk menjahit semua imajinasi, semua potensi anak muda Indonesia dari berbagai latar belakang ini. Ide awal dari situ.

Kemudian kenapa kami namakan Rembuk Pemuda? Karena kami rasa juga masalah Indonesia ini kompleks, tidak bisa sekadar dilihat satu perspektif anak muda. Makanya semua harus bertukar pikiran, harus bertukar gagasan, makanya namanya ada kata rembuk.

Kata rembuk ini diharapkan bisa menjadi sebuah wadah untuk bertukar pikiran, bertukar gagasan, dan belakangnya pemuda karena memang isinya kita menyasar anak muda yang diharapkan bisa menjadi tulang punggung dan penerus estafet kepemimpinan bangsa, makanya dari situ kami bikin wadah ini. Kami jahit dan pertama kali memang dideklarasikan secara resmi pada 10 September 2023.

Bagaimana melihat pemuda dalam kacamata Rembuk Nasional?

Kalau Rembuk Pemuda, kan, per saat ini kami sudah datang ke 13 provinsi. Per wawancara yang dilakukan dan ke depan akan terus berekspansi. Nah, kalau dibilang perspektifnya peran anak muda dari kami seperti apa, dalam setiap wilayah kami datangi, memang cara pandang, daya imajinasinya memang sangat beragam. Tapi kalau boleh saya tarik benang merah, satu memang sebagai anak muda harapannya memiliki tenaga lebih, sebagai konsekuensi dari usia muda itu, kan, harusnya energik, bertenaga, bersemangat, terlepas dari apa yang dinarasikan. Anak muda itu harus punya energi, punya semangat.

Kedua, memang bisa menciptakan produktivitas, memberikan kontribusi terbaik di bidangnya masing-masing seperti itu. Jadi yang tadi yang saya katakan di awal, kalau memang dia memilih jalur pengusaha, jadilah pengusaha yang baik. Kalau dia jadi intelektual, jadilah intelektual yang baik. Dia mau jadi aktivis, jadi aktivis yang baik, dan seterusnya.

Tetapi kalau memang kita melihat secara keseluruhan ke depan, peranan kita ya kita memperdalam kapasitas kita di ruang-ruang pengabdian masing-masing tadi, baik secara intelektual, profesional maupun juga jiwa sosialnya.

Bagaimana Anda melihat narasi Presiden Jokowi soal generasi emas 2045? Apakah Anda setuju dengan narasi tersebut?

Kami tentu sangat mengapresiasi karena fungsi utama kepemimpinan, salah satunya adalah untuk menunjukkan visi besar atau jalan besar ke depan, ini negara bangsa mau dibawa ke mana.

Nah, sehingga misalnya Pak Jokowi di era pemerintahan yang dituangkan dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang menjuruskan Indonesia Emas 2045, tentu sangat kami apresiasi dan memang kalau kita telaah dokumennya di atas kertas, ini tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah kontinuitas dari pembangunan bangsa 2 dekade ke belakang juga, dari RPJPN 2005-2025. Kalau ditanya apakah kami setuju dengan narasi tersebut? Tentu kami setuju.

Apa pun yang dinarasikan selagi itu baik, positif, untuk kemajuan bersama, tentu akan terus kami dukung. Tinggal catatannya adalah pengawalan dalam tataran implementasinya, karena kalau berbicara konsep soal visi, gagasan, kan, semua pemimpin pasti quote and quote bagus-bagus. Tinggal bagaimana kita betul-betul membersamai, mengawal itu untuk menjadi realita.

Makanya di 13 provinsi juga Rembuk Pemuda sejak berkeliling di forum-forum yang kami hadiri, memang yang selalu kita dorong adalah narasi Indonesia Emas 2045 karena kami percaya narasi Indonesia 2045 ini hanya akan jadi gagasan, hanya akan jadi mimpi kalau tidak dijemput dengan keringat, tidak dijemput dengan usaha, tidak dijemput dengan kerja-kerja nyata dan serius dari seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, kami tentu anak mudanya.

Aidil Pananrang

Aidil Pananrang. FOTO/Istimewa

Langkah konkret dalam menghadapi situasi global tidak menentu, ditambah dengan adanya bonus demografi 2030, para pemuda harus seperti apa?

Pertama kita lihat kalau tadi ada keyword ketidakpastian global. Kuncinya pada akhirnya, kan, kita bisa mengupayakan dalam sphere of inquences kita, dalam ruang kendali kita. Itu apa? Itu diri kita sendiri yang paling fundamental.

Nah, kalau ditanya lantas langkah konkret apa yang bisa kita lakukan? Tentu, satu, menentukan jalan perjuangan anak muda. Misalnya itu tadi kalau dia menetapkan diri menjadi akademisi misalnya, maka itu harus dijalankan sebaik mungkin. Jadilah akademisi terbaik. Kalau misalnya anak muda ini memilih jalur perjuangan, misalnya saya akan jadi konten kreator, ya jadilah konten kreator yang baik, jangan akhirnya menjadi konten kreator yang malah membangun hal-hal bersifat destruktif. Bagikan konten-konten positif yang membangun dan sebagainya dan dalami. Kalau misalnya ada anak muda jadi pengusaha, ya pastikan standar moril, etik tidak curang, memang berbuat kebaikan, tidak melakukan praktik-praktik yang melanggar hukum, itu harus dikedepankan.

Jadi kalau dikatakan anak muda konkret harus ngapain? Satu, pasti tidak bisa diseragamkan semua anak muda harus berposisi A, B, C, tapi di lahan-lahan profesi yang dipilih tadi harus dikawal, harus dijalani dengan sebaik mungkin karena kalau kita lihat tantangan bangsa hari ini tentu sangat banyak, tapi salah satunya, kan, adalah lapangan kerja, pengangguran.

Nah, setidaknya anak muda produktif ini tidak menjadi bagian dari permasalahan itu. Minimal tidak menyumbang satu kepala statistik pengangguran Indonesia kalau misalnya sudah menjalani pendidikan yang optimal gitu, misalnya sudah selesai kuliah atau selesai SMA, sebisa mungkin dia harus besar produktif, either dia memang bisa terserap dalam ruang-ruang aktualisasi lapangan kerja, ataupun dia menciptakan lapangan kerja dengan menjadi seorang wirausaha.

Kalau menghadapi bonus demografi dan meraih visi 2045 harus gimana? Kan, kayak pisau bermata dua. Kalau enggak dikelola, Indonesia jadi negara gagal, tapi kalau jadi negara maju, bonus demografi besar?

Ya betul. Jadi kalau kita lihat menghadapi bonus demografi ini, kan, tentu kita lihat sebagai opportunity yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk betul-betul melakukan lompatan-lompatan kemajuan. Ibaratnya salah satu tujuan Indonesia Emas 2045 itu meningkatkan GDP let’s say. Dengan adanya angka usia produktif lebih banyak daripada non-produktif, ini tentu sebuah opportunity.

Nah, kalau misalnya, kan, tadi bagaimana lantas kita harus menyambut ini, terutama posisi anak muda? Ini tadi, selain kita sudah berjuang di jalur perjuangan masing-masing sebaik mungkin. Anak muda bisa juga harus terbuka wawasannya, untuk bukan peramal ya, tapi sekadar punya pandangan ke depan melihat tren pergeseran global dan mampu beradaptasi dengan itu. Karena, kan, kunci adaptasi di era teknologi informasi ini, kan, kemampuan kita untuk learning, unlearn dan relearn kan? Apa yang kita pelajari hari ini bisa ketika sudah lulus tidak relevan. Maka harus siap untuk unlearn dan juga relearn.

Jadi kami ingin menggarisbawahi menghadapi bonus demografi karena ini jauh ke depan, maka skill, adaptability anak muda ini juga harus dipersiapkan dan tentunya tidak bisa menghadapi bonus demografi ini pendekatannya hanya dari anak muda sentris.

Tentu harus disokong dan ditopang juga oleh sistem kita di negara ini. Misalnya pemerintahan juga menyiapkan strategi komprehensif, misalnya di isu pendidikan juga menyiapkan kurikulum yang mengizinkan peserta didiknya bisa beradaptasi dengan tantangan dunia yang terjadi hari ini, terus juga ekosistem lain misalnya industri juga harus menyerap talent seoptimal mungkin, dan itu ada komunikasi dari industri dan lembaga pendidikan untuk ada mix and match talent apa yang dibutuhkan, terus kalau dalam konteks berwirausaha, kalau kami sejauh ini di era pemerintahan Joko Widodo, ya kami sangat apresiasi dengan adanya sistem OSS yang memudahkan orang untuk membuat badan hukum untuk berwirausaha. Jadi harus ada program-program afirmasi untuk mempermudah jalan-jalan anak muda untuk mengisi ruang produksi tadi.

Aidil Pananrang

Aidil Pananrang saat deklarasi Rembuk Pemuda. FOTO/Istimewa

Tadi Anda bicara pemerintah Jokowi sudah banyak capaian dan sebentar lagi akan selesai. Menurut Anda bagaimana sebaiknya peran pemuda dalam pilpres ini?

Kontribusi anak muda menghadapi pemilu. Satu, bagi kami tentu harus menjadi warga negara yang aktif dalam artian momentum pergantian kepemimpinan ini, kan, adalah momentum yang pada akhirnya menitipkan harapan, pemikiran, dan gagasan. Jadi terlepas dari siapa pun, mau nomor 1, 2, 3, bagi kami anak muda harus terlibat aktif di situ. Entah dia minimal mengedukasi rekan sesamanya untuk memilih ke depan ataupun terlibat dalam diskursus-diskursus yang ada di ruang-ruang publik, tapi setidaknya dilakukan mendorong nanti 14 Februari anak muda bisa betul-betul menggunakan hak pilihnya.

Jadi bagi kami anak muda, ya tadi, kalau kita bahas pertama anak muda ini, kan, kriterianya mereka ini energik, bertenaga, punya daya kreatif, punya daya inovatif, punya semangat. Jangan sampai pada akhirnya di sepanjang tahun biasa kita selalu berkoar-koar menyuarakan dan ketika masa transisi seperti ini yang sangat krusial lantas kita lepas tangan dan tidak terlibat aktif. Makanya itu juga yang sebenarnya jadi salah satu spirit pergerakan kami di Rembuk Pemuda.

Perlu kami sampaikan sampai detik ini inteview dilakukan, Rembuk Pemuda secara sebagai sebuah organisasi katakanlah ini belum memiliki sikap politik dalam artian belum menentukan, apakah akan mengarahkan dukungan ke nomor 1, ke nomor 2 atau ke nomor 3.

Kami ingin berangkat dari rembukan-rembukan dulu. Jadi kami berembuk di berbagai wilayah, kami mendengar aspirasi, kami bertukar pikiran. nanti mungkin di ujung karena kami lagi persiapan juga akan menyelenggarakan Rembuk Nasional Pemuda Indonesia.

Jadi setelah rembuk-rembuk di wilayah, kami akan rembuk nasional, acara puncaknya di Jakarta rencananya. Nanti di situ baru kita sintesakan apa yang menjadi keresahaan, pemikiran, gagasan, akan kami ekstraksi. Tidak menutup kemungkinan juga pada akhirnya di situ mungkin kita akan rembukan anak muda dari 3 paslon ini preferensinya yang mana katakanlah. Akan kita alamatkan ke mana gagasan dan pemikiran kita, tapi intinya adalah anak muda harus mengambil peran tidak boleh pasif. Maka dari itu Rembuk Pemuda hadir untuk menghangatkan ruang-ruang diskusi anak muda.

Bagaimana Rembuk Pemuda melihat program para capres? Apa visi misi ketiga paslon sejalan dengan kebutuhan anak muda atau belum terlihat?

Kalau kami, secara profil orang-orang ikut berembuk juga ini, kami percaya yang ada dalam ruang-ruang diskusi kami ini, juga adalah orang-orang yang punya kepedulian terhadap bangsa dan negara, karena yang ditekankan tentu memiliki daya pemikiran, daya imajinasi, daya proses berpikir yang sangat luas spektrumnya. Kalau berkaca, kita lihat dari ketiga paslon, di atas kertas kami yakini apa yang ditawarkan, disuguhkan ketiga paslon ini semuanya bagus secara narasi, secara program, secara gagasan, secara metode kampanye, semua kami rasa baik.

Tinggal pertanyaannya, kan, pada akhirnya kita rembukan, oke capres-cawapres menawarkan ini, tawaran balik dari kita apa? Jadi bisa jadi apa yang hasil kami rembukan itu adalah sintesa dari semua program-program yang baik dari 3 pasangan ini dan kemudian kita akan melihat bahwa dari apa yang kita sintesakan ini, yang kita konklusikan hasil rembukan nanti ini kira-kira paling bisa dikawal, yang mau komit terhadap hasil rembukan ini siapa?

Jadi sekali lagi, saya garisbawahi tadi pertanyaannya dari ketiga paslon, kami melihat ketiga-tiganya bagus. Ketiga-tiganya punya visi misi yang ingin membangun bangsa ke depan sehingga kami rasa kalau yang kita mau bedah secara tekstual visi misi, kami tidak ada merasa preferensi oh ini secara tekstual visi misi lebih bagus. Bagi kami semua sama baiknya, tinggal bagaimana komitmen, bukti nyata dan strategi implementasi masing-masing paslon ke depan ketika terpilih.

Melihat dinamika saat ini, apalagi sudah ada tukar pikiran, kira-kira melihat pemilu satu putaran apa dua putaran?

Kebetulan kami ini, kan, bukan pakar statistik (tertawa) yang akhirnya bisa menarik kesimpulan apakah ini satu putaran atau dua putaran. Tapi izinkan saya mungkin kalau ditanya preferensi mungkin pada akhirnya, tapi meskipun kami akui kalau kita berbicara terminologi satu putaran, sekarang kan nampaknya sudah identik ke paslon apa, dan kalau orang bicara satu putaran identik dengan paslon tertentu, ya berarti memang semua orang mengafirmasi bahwa itu calon yang paling leading sekarang.

Tapi kalau menurut hemat kami, proses pemilu harus berjalan sebaik mungkin, harus berjalan sebagaimana mestinya, kalaupun satu putaran jalan, harus 2 putaran jalan, silakan. Tapi kalau saya, Aidil Afdan Pananrang selaku founder Rembuk Pemuda, secara pribadi tentu intinya mau pilih 1, 2 atau 3 itu silakan. Itu kehendak teman-teman semua, tapi kalau ditanya apakah ini akan 1 atau 2 putaran, tentu jawabannya hanya akan terlihat di hari H pemilu.

Tapi kalau ditanya inginnya satu putaran atau dua putaran, saya jujur di keluarga saya, ayah ibu saya ini sudah tiga pilpres beda pilihan politik.

Enggak sampai cerai kan?

Enggak [tertawa]. Masih akur. Tapi kayak di grup keluarga saling melempar meme, lucu-lucuan, argumentasi-argumentasi yang ada tulisan di atas itu pesan ini diteruskan berkali-kali menyerang dan lain-lain.

Kami melihat tentu situasi berbangsa dan bernegara semakin lama semakin tidak sehat. Menurut kami keadaan ketidakstabilan ini karena di semua sektor, kami rasa semua menjadi wait and see. Di bidang usaha orang banyak yang wait and see, di sektor investasi banyak orang wait and see. Dalam konstelasi politik elite juga banyak wait and see.

Semua menunggu, dunia juga yang ingin masuk berkolaborasi, meskipun tetap jalan tadi, pasti banyak juga yang pada akhirnya mem-postpone niat-niat untuk bekerja samanya let’s say. Tentu akan sangat efisien, akan sangat cepat kita akhiri segala bentuk dramaturgi politik ini kalau bisa beres 1 putaran.

Kalau Anda sendiri atau Rembuk Pemuda ada harapan apa jelang pencoblosan?

Kami harus underline kembali dari awal tadi bahwa Rembuk Nasional Pemuda Indonesia baru akan kita adakan kurang lebih di awal Februari.

Sementara itu, kami baru berembuk di wilayah-wilayah. Kalau pun boleh kami titipkan harapan kepada ketiga paslon, ya tentu mereka punya hak dan suka-suka di mana mengkemas, di mana mengkomunikasikan program kerja, pemikiran, visi misi.

Tapi kalau boleh menitipkan pesan, kami sangat berharap tidak perlu menggunakan narasi-narasi yang bisa menimbulkan segregasi kebangsaan. Jangan menggunakan narasi-narasi yang pada akhirnya black campaign, menyerang yang sangat ofensif. Tidak apa-apa akhirnya kalau memang menunjukkan realita-realita apa yang dilakukan ketiga paslon, misalnya dalam lorong pengabdian sebelumnya, silakan, tapi tolong diingatkan juga kepada tim buzzer masing-masing, tolong jangan juga pada akhirnya memaksakan narasi-narasi yang memecah belah bangsa, jangan menggunakan narasi-narasi yang membuat akhirnya ada konflik-konflik horizontal di antara masyarakat karena toh kalaupun nanti dari ketiga paslon ini sudah ada yang terpilih, ya bagi saya tentu berharap besar ketiga-tiganya juga adalah putra-putri terbaik bangsa, ketiga paslon ini bisa saling bahu-membahu juga untuk mewujudkan gagasan masa depan Indonesia yang dicita-citakan.

Kalau bisa kami juga bisa suarakan kepada para pendukung-pendukung paslon, teman-teman di grass root, teman-teman Rembuk Pemuda juga di seluruh Indonesia, mari kita hadapi pilpres ini dengan riang gembira. Politik pilpres ini sementara, sedangkan persahabatan membangun bangsa selamanya. Jadi itu mungkin kalau ditanya harapan.

Aidil Pananrang

Aidil Pananrang. FOTO/Istimewa

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Polhukam
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz