tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut, Presiden Prabowo Subianto tidak ingin ada narapidana yang mendapat hukuman mati.
Yusril menegaskan, hukuman mati bukan hanya untuk narapidana korupsi melainkan untuk seluruh narapidana dengan kasus apa pun. Ia mengeklaim, Prabowo masih ingin memberikan pengampunan dan kesempatan bagi para narapidana.
"Itu lah maksud Presiden Prabowo, sebagai Presiden beliau tidak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap napi mana saja dan kasus apa saja. Sebab, jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Yusril menyebut, Prabowo masih meyakini 0,1 persen kemungkinan orang tak bersalah meski hakim menyatakan seseorang 99,9 persen bersalah.
"Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan daripada sisi lainnya," ujarnya.
Hal tersebut, disampaikan oleh Yusril, untuk menanggapi pernyataan Prabowo yang menyebut tidak setuju dengan penerapan hukuman mati bagi bagi koruptor. Menurut Yusril, pernyataan Prabowo sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
"UU Tipikor memang membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa korupsi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut 'dalam keadaan tertentu'," katanya.
Dia menjelaskan, maksud dalam keadaan tertentu adalah kondisi perang, krisis ekonomi, dan bencana nasional. Meski begitu, kata Yusril, belum ada terpidana korupsi yang dijatuhi hukuman mati.
Lagipula, kata Yusril, pemerintah saat ini sedang dalam masa transisi dari KUHP lama menuju KUHP Nasional yang bakal berlaku per 2026 mendatang. Adapun dalam beleid tersebut hukuman mati tak bisa langsung dilaksanakan melainkan harus menunggu 10 tahun untuk evaluasi.
Yusril juga membantah soal adanya standar ganda terhadap narapidana hukuman mati WNI dan WNA. Yusril menegaskan, WNA yang mendapat hukuman mati dikembalikan ke negaranya untuk dipertimbangkan apakah akan diberikan hukuman mati atau tidak. Sedangkan, kata Yusril, belum ada terpidana mati WNI yang dieksekusi.
Lebih lanjut, Menko Yusril mengatakan bahwa perubahan sistem hukum yang akan datang juga menjadi perhatian pemerintah, terutama terhadap mereka yang telah dijatuhi hukuman mati berdasarkan KUHP lama.
"Sebagai Pemerintah, kami juga harus memikirkan bagaimana nasib terpidana mati berdasarkan KUHP Belanda yang sekarang sudah inkracht dengan berlakunya KUHP Nasional tahun depan. Kalau ada perubahan hukum, maka ketentuan yang paling menguntungkan seseorang lah yang diberlakukan. Saya kira RUU Pelaksanaan Hukuman Mati nanti akan mengatur hal itu dengan jelas agar ada kepastian hukum," pungkasnya.
Terakhir, Yusril menyebut, dalam pemberian hukuman mati ini, Prabowo mengedepankan sisi kemanusiaan dan menjunjung tinggi kehati-hatian.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher