tirto.id - “Aku selalu terkejut melihat ada orang datang ke konser kami,” Martin Courtney, pentolan band indie rock asal New Jersey, Amerika Serikat, berkelakar. “Kok bisa ada orang datang untuk nonton kami? Aku selalu kaget.”
Courtney dan bandnya sedang sibuk tur keliling dunia untuk mempromosikan album terbaru mereka, Daniel. Sebagai bagian dari tur promo tersebut, November ini mereka akan menyambangi Jakarta di festival Joyland.
“[Selama tur] kami bertemu banyak orang dari berbagai negara. Ada di antara mereka yang mengatakan bahwa mereka pernah membawakan lagu Real Estate dengan band mereka. Luar biasa sekali. Sangat berarti bagiku,” ujarnya dalam wawancara telepon bersama Tirto.id pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Martin Courtney bersama pemain bass Alex Bleeker dan mantan gitaris, Matt Mondanile, bertemu di kampung halaman mereka, kota suburban Ridgewood, New Jersey. Saat itu, mereka yang masih SMP menjadi sahabat karena sama-sama ngefans dengan Weezer dan Pavement. Ketiganya main bareng di beberapa band dan menggelar gig-gig kecil di halaman rumah, membuat skena musik di kota sunyi tersebut jadi hidup. Mereka mulai memainkan musik sebagai Real Estate di tahun 2008, setelah lulus kuliah. Nama itu dipilih tanpa banyak mikir—hanya karena kedua orang tua Courtney adalah agen real estate.
Band ini melempar album debut berjudul Real Estate di tahun 2009 dan mendapatkan pujian dari berbagai kritikus. Di tahun 2010 mereka mulai mendapat banyak perhatian dengan menjadi band pembuka bagi band-band seperti Girls, Kurt Vile, dan Deer Hunter sekaligus bermain di festival-festival bergengsi seperti Pitchfork Music Festival di Chicago dan Primavera Sound Festival di Barcelona.
album kedua mereka Days (2011), yang dirilis oleh Domino Records, meledak dan menjadi titik balik kesuksesan, membuat mereka akhirnya bisa menjadi musisi penuh waktu. Sayangnya, dua tahun setelah melempar album ketiga Atlas (2014), Mondanile terbukti melakukan pelecehan seksual dan berbagai perbuatan tidak menyenangkan kepada sejumlah penggemar. Ia pun ditendang dari band, dan Real Estate jalan terus walau beberapa kali harus melakukan bongkar pasang formasi.
Kini, setelah 16 tahun bersama dan mengeluarkan 6 album penuh, Courtney dan Bleeker menjadi dua personel asli yang masih aktif di band tersebut.
“[Bleeker itu] sahabatku sejak jaman sekolah. Kami selalu ngobrol tentang banyak hal, dan kini kami juga jadi rekan bisnis. Bisa dibilang kami telah memainkan musik bersama selama ratusan jam, tidak hanya di band ini tapi di band-band lainnya. Tentu aku merasa ada koneksi yang amat dalam dengannya,” ujar Courtney.
“Ada banyak alasan mengapa Real Estate harus gonta-ganti personel. Ada yang tidak mau tur lagi. Atau memang tidak cocok saja. Personel band menghabiskan banyak waktu bersama-sama, apalagi kalau sedang tur. Supaya bisa main bagus, ikatannya harus kuat.”
Tur untuk promosi album memang intens. Real Estate baru saja pulang ke Amerika Serikat dari tur dua minggu di Eropa. Sebelumnya, mereka menghabiskan musim semi melakukan pertunjukan di berbagai pelosok AS.
“Senang sih. Kami juga bisa nonton band-band pembuka yang keren-keren. Band yang tur bersama kami juga bagus-bagus. Penontonnya juga menyenangkan,” ujarnya.
Courtney menambahkan, tur promo ini makin istimewa karena album mereka sebelumnya, The Main Thing, tidak mendapatkan tur promo karena dilepas ke pasar tepat sebelum pandemi COVID 19. “Seru sekali kembali jalan-jalan setelah terakhir tur promo album di tahun 2018.”
Daniel dan Berbagai Pilihan tanpa Alasan
Courtney, yang menjadi penulis lagu utama di Real Estate, mengatakan album keenam ini digarap dengan santai dan tanpa konsep bertele-tele.
“Aku menulis [lagu-lagu itu] di rumah malam-malam ketika anak-anakku sudah tidur. Kebanyakan aku tulis di tahun 2022. Lagunya terkumpul, siap direkam. Begitu saja,” ujarnya. “Aku hanya ingin membuat album pop yang ringan dan asik aja gitu. Liriknya juga nggak pakai tema macam-macam. Nggak ada pesan apa-apa yang ingin kami sampaikan. Kami cuma mau bikin album yang enak didengar saja.”
Album keenam ini direkam di kota musik, Nashville, Tennesse, oleh produser kenamaan Daniel Tashian. Mereka merekam sebelas lagu tersebut kurang dari dua minggu.
Proses pembuatan album ini berbanding terbalik dari pergulatan mereka di album-album sebelumnya. Terutama, album ini berbeda sekali dari The Main Thing, di mana mereka benar-benar memeras otak dan melakukan berbagai akrobat aransemen untuk mencapai estetika audio yang mereka inginkan.
“[Tashian] sangat membantu menonjolkan keindahan tiap lagu, membuat tiap melodi bersinar, tapi tetap membuat tiap lagunya ringan,” ujar Courtney. “Kami menggunakan banyak instrumen akustik seperti gitar akustik dan piano, dan tidak banyak pakai synthesizer. Jadi sound-nya sederhana… seperti band yang sedang main di dalam ruangan saja.”
Hasilnya, Daniel menjadi album pop ringan yang langsung terasa akrab seperti pelukan hangat. Semua lagunya didominasi genjrengan gitar yang renyah dengan ketukan santai yang menurunkan tekanan darah. Tiga puluh delapan menit album ini berisi lagu-lagu yang enak didengarkan sambil melamun di perjalanan, atau lagu-lagu yang pantas diletakkan di akhir film ketika credit roll mulai digulirkan. Album rehat yang paripurna.
Lucunya, mereka memilih tema yang agak morbid untuk video klip Lagu “Flower” yang dipilih menjadi salah satu single. Terinspirasi dari novela The Metamorphosis karya Franz Kafka, video klip animasi ini menggambarkan Courtney yang berubah menjadi kecoa besar dan akhirnya dibunuh oleh rekan-rekan band-nya. Video ini digarap oleh animator Swedia, Magnus Carlsson, yang membuat video klip Radiohead, “Paranoid Android”.
“Aku suka sekali sama video klip Radiohead itu,” ujar Courtney. “[Carlsson] sudah tidak membuat video klip musik selama 30 tahun, jadi kami lumayan kaget ketika dia mengiyakan tawaran kami untuk membuat video klip “Flowers”. Jadi waktu dia mengirimkan rancangan treatment dan cerita untuk videonya… karena rispek sama dia, ya kami iya iya aja,” Courtney tertawa.
“Kurang tahu juga kok dia bisa kepikiran dengan cerita itu ketika dia mendengarkan lagu yang aku tulis ini. Aneh tapi keren sih, menurutku.”
Walau album ini berjudul Daniel, tidak ada lagu berjudul Daniel di album ini. Mereka baru memutuskan membawakan lagu lawas “Daniel” dari Elton John ketika melakukan konser promo album.
“Kami menamai album ini Daniel, tanpa alasan juga sih sejujurnya. Kami pikir ya karena kocak aja,” ujar Courtney.
“Tapi kemudian [saat melakukan promo] kami jadi melakukan banyak hal yang berkaitan dengan Daniel. Misalnya waktu kami konser di Brooklyn baru-baru ini, semua penontonnya harus punya nama Daniel, atau Danielle, atau variasi-variasinya… Kemudian kami kepikiran bahwa…wah kalau kayak gini kami harus membawakan lagu yang berjudul Daniel juga dong. Akhirnya kami mengkover lagu Elton John itu dan merekamnya.”
Di bulan Maret ini, Courtney berkesempatan ngobrol dengan Elton John lewat Zoom untuk Rocket Hour, acara radio yang dibawakan musisi gaek tersebut.
“Senang sekali, dia suka dengan kover kami. Dan sangat terhormat rasanya, karena ternyata dia sudah tahu kami sejak beberapa tahun lalu. Dia musisi senior tapi masih suka mencari tahu soal musik modern, sampai tahu soal band indie kecil seperti kami,” ujar Courtney. “Dia juga bilang dia suka album kami (Daniel), jadi ya senang sekali rasanya.”
Courtney sendiri juga memastikan dia tetap mengikuti band-band terbaru. Festival Joyland di Jakarta menjadi bagian dari tur tahun ini yang paling dia tunggu.
“Soalnya ada Air… ada John Caroll Kirby. Banyak band bagusnya. Semoga kami sempat nonton karena sering kali kalau main di festival seperti ini kita jadi sibuk siap-siap manggung jadi nggak sempat nonton yang lain.”
Real Estate akan main pada Jumat, 22 November 2024 di Joyland Jakarta bersama headliner lain yakni Air dari Perancis dan St. Vincent dari Amerika Serikat. Selain itu, di hari Sabtu dan Minggu ada Blueboy dan Bombay Bicycle Club dari Inggris serta Hyukoh & Sunset Rollercoaster (Korea Selatan dan Taiwan).
Editor: Nuran Wibisono