Menuju konten utama

Joyland Jakarta 2024: Merayakan Kembalinya Blueboy

Lewat media sosial juga mereka didekati oleh Plainsong Live, penyelenggara Joyland, di bulan April 2024.

Joyland Jakarta 2024: Merayakan Kembalinya Blueboy
Blueboy. Foto/Plainsong Live.

tirto.id - “Kami grogi banget, lho. Mungkin nggak kelihatan, tapi sebenarnya kami sangat nervous,” Paul Stewart, ujar gitaris dari band indie pop gaek, Blueboy.

Saat itu Minggu (24/11) sore, Stewart bersama tiga rekan bandnya: vokalis Gemma Malley, pemain bass Mark Cousens, dan pemain drum Martin Rose, duduk bersama Tirto di belakang panggung gelaran Joyland Jakarta 2024. Keempatnya baru saja selesai melakukan check sound dan bersiap untuk tampil malamnya. Ribuan penggemar dari Indonesia telah berkumpul di festival itu, ingin menyaksikan reuni unit legendaris yang turut menginspirasi satu generasi penggemar musik pop arus samping ini.

Stewart mengaku tidak menyangka mereka akan main di panggung yang begitu besar. Sejak memutuskan untuk reuni dalam bentuk full band di tahun 2023, mereka terbiasa memainkan konser intim di venue-venue kecil.

“Biasanya yang datang sekitar dua ratus, tiga ratus orang saja,” ujarnya.

Perjalanan band ini sampai akhirnya reuni tidaklah linear. Blueboy terbentuk di tahun 1989 di Reading, Inggris oleh Paul Stewart dan vokalis utama Keith Girdler. Lewat label indie pop berpengaruh, Sarah Records, band ini sempat merilis dua album If Wishes Were Horses (1992) and Unisex (1994), album yang bisa jadi dianggap sebagai magnum opus mereka.

Di tahun 1998, mereka merilis album The Bank of England sebelum akhirnya hiatus. Di tahun 2007 Girdler meninggal karena kanker yang ia derita sejak 2004. Para personil lainnya melanjutkan hidup seperti masyarakat biasa sambil bermain di band-band lain. “Kami tidak pernah menyangka bahwa kami akan ngeband lagi membawa bendera Blueboy,” ujar Malley.

Di tahun 2020, ketika warga dunia mengisolasi diri di kediaman masing-masing selama puncak pandemi, Stewart iseng merekam dirinya memainkan lagu-lagu Blueboy dengan gitar akustik di rumahnya. Video-video itu ia unggah ke akun YouTube OfficialBlueboy dan mendapatkan tanggapan positif dari penggemar indie pop angkatan lawas. Namun, baru pada Oktober 2023, Stewart tampil kembali bersama Gemma Malley (dulu pemain cello dan penyanyi latar, kini menggantikan Girdler menjadi penyanyi utama) di acara perilisan buku These Things Happen: The Sarah Records Story oleh penulis Jane Duffus. Hanya bersenjatakan sebuah gitar akustik, keduanya memainkan lagu-lagu Blueboy secara live di depan penonton lagi.

Penampilan sederhana yang amat manis ini kemudian menjadi bola salju yang mendorong keduanya mengumpulkan teman-teman band lama mereka dan menciptakan lagu lagi.

“Waktunya terasa tepat. Karena Jane menulis buku itu, kami jadi bertemu lagi. Chemistry-nya muncul lagi. Dan saat itu keadaan hidup kami masing-masing membuat kami bisa dan sempat melakukan ini,” ujar Stewart. “Kami berempat sepakat bahwa ini adalah saat yang tepat [untuk reuni] dan akan senang sekali kalau bisa memainkan musik lagi di depan penggemar baru. Jika Mark atau Martin atau Gemma bilang mereka tidak mau, tidak nyaman ngeband dengan Blueboy lagi, ya kita tidak akan melakukan ini.”

Mereka senang ketika mendengar bahwa reuni mereka membuat banyak orang merasa optimis. Kembalinya mereka menginspirasi banyak musisi amatir—terutama para pop kids berstatus angkatan kerja—yang merasa terlalu tua untuk kembali ngeband.

“Kau tahu, anakku ada tiga. Yang paling kecil baru saja ulang tahun ke 14. Kalau kita mau melakukan ini lebih awal, tentu saja aku tidak bisa. Tapi saat ini kami merasa waktunya memang sudah tepat,” ujar Malley. “Reuni ini membuatku sadar bahwa garis hidup itu melingkar. Tidak ada habisnya, tidak ada selesainya. Waktu hanya berulang dan ketika ada kesempatan seperti ini, kamu harus berani untuk surf the wave.”

Kini mereka sedang giat-giatnya bikin musik baru dan mencari panggung untuk tampil. Mereka merilis single baru berjudul “One” pada Mei 2024, disusul konser full-band di London untuk merayakan 30 tahun dirilisnya Unisex. Sebelum terbang ke Jakarta, mereka merilis single baru, “Deux” di awal November 2024. Kedua lagu baru ini terdengar lebih berat dan shoegazy daripada lagu-lagu klasik Blueboy.

“Awalnya sulit [untuk menulis lagu baru] karena kami harus menentukan seperti apa sound kami sekarang. Karena selama ini kami masing-masing memainkan dan mendengarkan banyak musik yang berbeda, menyukai jenis-jenis sound yang berbeda,” ujar Stewart. “Tapi zaman sekarang mudah sekali kalau mau kolaborasi untuk menulis lagu ya. Tinggal kirim-kiriman file saja. Dulu di tahun 90an ketika tidak ada internet kami harus kirim-kiriman kaset lewat pos.”

Internet akhirnya memang menjadi sahabat mereka. Mereka jadi sangat aktif di media sosial, rajin menanggapi pesan-pesan yang masuk, dan mengunggah ulang post dari penggemar mereka. Lewat media sosial juga mereka didekati oleh Plainsong, penyelenggara Joyland, di bulan April 2024.

“Jadi akulah pengurus media sosial band ini,” ujar Malley, tergelak. “Dan suatu hari aku membaca pesan bahwa kami diundang ke sebuah festival di Jakarta. Kami hanya butuh waktu 5 menit untuk mengiyakan tawaran itu.”

Main di hari ketiga, keempatnya menghabiskan hari pertama dan kedua festival untuk berjalan-jalan menikmati band yang bermain dan bertemu para penggemar yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka di festival ground.

“Sangat luar biasa ketika kami mengetahui bahwa ada sejumlah besar orang di Indonesia yang sangat mencintai Sarah Records dan Blueboy. Rasanya sangat fantastis bisa berkesempatan untuk kemari dan memainkan musik kami di depan sebegitu banyak orang,” ujar Malley.

Mereka juga senang ketika menyadari banyak penonton mereka adalah anak-anak muda berusia 20-30an. “Mereka bahkan belum lahir ketika kami meluncurkan album di tahun 90an. Kami jadi merasa tua,” ujar Stewart.

Mereka mengaku terharu mengetahui banyak orang jauh-jauh berangkat ke Jakarta demi menonton mereka di Joyland.

“Kami tidak sabar ingin main. Konser hari ini amat penting bagi kami.”

“I’m happy for once, and that’s worth celebrating.”

Salah satu penggemar yang datang dari luar kota untuk menyaksikan Blueboy secara langsung adalah Rudy Wicaksono, seorang pegawai swasta berumur 41 tahun yang tinggal di Yogyakarta. Ia mengaku momen itu cukup istimewa karena selain bisa menonton band yang musiknya menemani masa mudanya di sekitar awal dekade 2000an, ia juga menyaksikan konser itu ditemani istri dan anaknya yang berusia 8 tahun—membuat hatinya makin penuh.

“Kita dapat row lumayan depan. Anakku nonton juga, berdiri di atas kursi. Ada istriku juga di situ. Seneng banget,” ujarnya pada Tirto usai menyaksikan konser tersebut.

Rudy mengenal Blueboy dari band indie pop asal Jakarta, Blossom Diary.

“Mereka sering mention band yang menjadi influence mereka antara lain Velvet Underground, The Smiths, dan juga Blueboy. Aku jadi penasaran ini band apa, kok namanya catchy,” ujarnya. “Ternyata secara sound mereka cukup manis kalau dibandingin sama Blur, Pulp… jadi ya experience suara yang berbeda.”

Kegemarannya akan musik itu membawa Rudy dekat dengan komunitas indie pop Yogyakarta yang aktif kala itu, Common People. Komunitas ini mewadahi band-band lokal seperti Bangkutaman, Lampukota, hingga Brilliant at Breakfast, yang mengambil banyak inspirasi dari musisi-musisi di bawah Sarah Records. Banyak teman-teman dari skena musik indie pop Yogyakarta yang lama tidak berjumpa akhirnya bertemu di Senayan malam itu demi menonton Blueboy.

“Banyak ketemu temen walau cuma chit chat sebentar, itu juga sudah menyenangkan,” ujarnya.

Rudy mengatakan keluarga kecilnya sangat menikmati pengalaman menonton Joyland.

“Anakku bisa ikut mendengarkan musik dan ikut workshop. Istriku seneng bisa duduk-duduk di rumput,” ujarnya.

Ini bukan kali pertama Rudy menyaksikan gelaran Joyland Jakarta. Tahun lalu, Rudy berdua saja dengan anaknya berangkat untuk mengejar Interpol, band yang juga penting baginya. Menilik pengalamannya tahun lalu, tahun ini ia mempersiapkan kedatangan keluarganya dengan matang, termasuk persiapan fisik dan pemilihan jadwal kereta. Ia pun menganggap tahun ini pengalamannya lebih menyenangkan. “Soalnya kita berangkat full team!” ujarnya.

Ia juga mengaku cukup menikmati penampilan Blueboy yang sederhana di atas panggung raksasa tersebut. “Yang penting udah tercatat sebagai penonton yang menyaksikan Blueboy pertama kali show di Indonesia. Walau bandnya sempet bubar, mereka bisa ngasih kita come back show. Jadi dinikmatin aja,” ujarnya.

Penampilan Blueboy malam itu memang terasa telanjang di panggung Plainsong dengan kekuatan 125.000 watt tersebut. Mereka tampil dengan amat raw: tanpa string section, tanpa penyanyi latar, tanpa gitaris latar, tanpa kibor atau instrumen lain yang bisa membuat penampilan terasa lebih rancak. Akan tetapi, mereka tetap bisa menciptakan suasana syahdu bagi ribuan pop kids yang menyesaki pit.

Malley, tampil manis mengenakan dress pendek yang berkilauan, melompat-lompat dengan tamborin di tangan. Ia memimpin penonton yang bagai paduan suara menyanyikan lagu-lagu kesukaan seperti “Popkiss”, “Candy Bracelet”, dan “Air France”. Mereka juga beberapa kali menayangkan wajah mendiang Keith Girdler di layar, yang mengundang reaksi penonton. Ketika memainkan “Always There” dan “The Joy of Living”, penonton kompak menyanyikan intro yang seharusnya diisi oleh cello.

Pertunjukan yang berlangsung kurang lebih satu jam ini diisi 14 lagu, termasuk yang dibawakan akustik dengan manis oleh Stewart dan Malley berdua: “So Catch Him” (yang diganti liriknya menjadi sudut pandang perempuan dengan pronoun she/her) dan “Always There”. Mereka juga memainkan dua nomor baru mereka “One” dan “Deux”. Sesi itu dipungkasi dengan “Imipramine”.

Kejutan mereka tidak berhenti di situ. Pada kira-kira pukul 9 malam, sejam setelah mengakhiri sesinya di panggung Plainsong, keempatnya tiba-tiba muncul di area 21 Monkeys— tempat khusus merokok dan minum alkohol yang dilengkapi DJ deck. Mereka memimpin karaoke mendadak dengan koleksi Britpop terbaik dari The Cure, The Smiths, Blur, Pulp, New Order, sampai The Killers. Mereka juga memutarkan “Kuning” dari band indie pop lokal, Rumahsakit, yang mengundang keriuhan penonton.

Walau terlihat kagok mengoperasikan DJ deck—-lagunya sering berhenti sendiri di bagian yang sedang asik—mereka terlihat sangat gembira dan lepas. Kegembiraan mereka menular, seakan membuktikan bahwa the OG twee kids masih bisa bersenang-senang dengan musik walau umur sudah mencapai setengah abad.

Para penggemar yang belum puas menikmati penampilan Blueboy di Joyland Jakarta 2024 boleh lega karena mereka tidak akan berhenti di sini. Mereka mengatakan sedang merekam album baru yang rencananya akan rilis tahun depan, dan kemudian tur dunia—-kemungkinan besar menyambangi Indonesia lagi.

“Kami ingin lebih banyak tampil live. Kami juga suka sekali main di sini,” ujar Malley. “Semoga kami bisa kembali.”

Baca juga artikel terkait MUSIK atau tulisan lainnya dari Gisela Swaragita

tirto.id - Musik
Penulis: Gisela Swaragita
Editor: Nuran Wibisono