Menuju konten utama
Kampanye Capres-Cawpres

Janji Anies Baswedan agar Pekerja Informal Tak Jadi Tunawisma

Anies Baswedan berjanji akan merevisi regulasi KPR agar para pekerja informal bisa kredit rumah sehingga mereka tidak menjadi tunawisma.

Janji Anies Baswedan agar Pekerja Informal Tak Jadi Tunawisma
Calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan (kiri) didampingi dengan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar (kanan) menyampaikan orasi saat menghadiri Kongres Pemuda Perubahan di Convention Hall Smesco, Pancoran, Jakarta, Rabu (29/11/2023). Dalam kongres tersebut Anies-Muhaimin menerima deklarasi dukungan dari Kongres Pemuda Perubahan. ANTARA FOTO/Rifqi Raihan Firdaus/wpa/aww.

tirto.id - Calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan, akan mengubah regulasi pembiayaan kredit perumahan rakyat (KPR) jika terpilih pada Pemilu 2024. Langkah tersebut dilakukan untuk menyelesaikan kebutuhan rumah dan kemudahan pembiayaan bagi kelompok pekerja. Terutama para pekerja informal agar mereka tidak menjadi tunawisma.

Anies menilai, selama ini skema pembiayaan KPR sangat rumit. Bank, hanya berpihak kepada orang-orang yang mampu secara finansial. Sementara, KPR masih sulit dijangkau oleh para pekerja di sektor-sektor informal.

“Jadi saat ini skema pembiayaan untuk kredit rumah itu rumit dan berpihak kepada mereka yang berada di sektor formal,” kata Anies di Gereja Mawar Saron, Jakarta Utara, Kamis, (30/11/2023).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, saat ini jumlah pekerja informal di Indonesia mencapai 83,34 juta atau 60 persen dari total pekerja di Indonesia, naik drastis dibandingkan pada 2019 sebesar 57,2 persen.

Pekerja yang mencari makan tanpa kehadiran negara ini memiliki profesi beragam mulai dari ojek online, pedagang kaki lima, pekerja lepas industri kreatif, hingga pedagang di pasar.

Mereka tidak bisa mengajukan KPR, sebab bank meminta sejumlah persyaratan mulai dari SK kepegawaian, slip gaji, dan surat keterangan kerja. Tentu saja pekerja informal tidak memiliki syarat-syarat itu, sebab tidak memiliki kantor tertentu atau pemberi kerja tetap.

Bank menolak memberikan KPR karena takut risiko debitur dari penghasilan yang tak menentu, keberlangsungan pekerjaan, risiko gagal bayar, hingga rekening perbankan.

Oleh karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berjanji akan memberikan hak kepada setiap masyarakat untuk bisa mengajukan KPR. Karena faktanya, kata Anies, sebanyak 85 persen masyarakat di Indonesia membangun rumah tanpa bantuan kontraktor.

“Karena itulah kami ingin me-review, mengubah ketentuan [regulasi] secara mayoritas. Supaya mayoritas penduduk Indonesia yang bekerja di sektor informal, kerja mandiri bisa mengakses juga pada KPR,” kata Anies.

Anies meyakinkan regulasi yang disiapkannya mengenai KPR ini berprinsip membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar. Karena sudah seharusnya negara sebagai pembuatan kebijakan membuat regulasi sesuai kebutuhan masyarakatnya.

“Sederhana sekali, jadi kehadiran negara itu membuat regulasi sesuai kebutuhan, bukan kenyamanan negara," kata Anies.

Umumnya, KPR saat ini dikenal dua jenis. Pertama, KPR subsidi, yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki.

Bentuk subsidi yang diberikan berupa: subsidi meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan atau perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh pemerintah, sehingga tidak setiap masyarakat yang mengajukan kredit dapat diberikan fasilitas ini.

Secara umum batasan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memberikan subsidi adalah penghasilan pemohon dan maksimum kredit yang diberikan.

Kedua, KPR nonsubsidi, yaitu suatu KPR yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai kebijakan bank yang bersangkutan.

Sementara batas penghasilan kelompok sasaran yang berhak dapat mengajukan KPR pembelian rumah subsidi saat diatur melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020.

Selain itu, ada pula aturan terkait besaran suku bunga dan tenor cicilan yang akan diterima bila mengajukan KPR berbasis subsidi tersebut. Misalnya bagi kelompok KPR Sejahtera Penghasilan per bulan paling banyak Rp8 juta, suku bunga 5 persen, masa subsidi paling lama 20 tahun, dan jangka waktu KPR paling lama 20 tahun.

Kelompok KPR Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan KPR Subsidi Selisih Marjin (SSM), kecuali Provinsi Papua dan Papua Barat, penghasilan per bulan paling banyak Rp8 juta, suku bunga 5 persen, masa subsidi paling lama 10 tahun, dan jangka waktu KPR paling lama 20 tahun.

Kelompok KPR SSB dan KPR SSM Provinsi Papua dan Papua Barat untuk rumah tapak penghasilan per bulan paling banyak Rp8 juta, suku bunga 4 persen, masa subsidi paling lama 10 tahun, jangka waktu KPR paling lama 20 tahun.

Kemudian untuk kelompok KPR SSB dan KPR SSM Provinsi Papua serta Papua Barat untuk sarusun umum penghasilan per bulan paling banyak Rp8,5 juta, suku bunga 4 persen, masa subsidi paling lama 10 tahun, dan jangka waktu KPR paling lama 20 tahun.

Anies Baswedan

Calon presiden Anies Baswedan saat berada di Gereja Bethel Indonesia, Mawar Saron, Jakarta Utara pada Kamis (30/11/2023). (Tirto.id/M. Irfan Al Amin)

Regulasi KPR akan Dibahas Lebih Lanjut

Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Billy David Nerotumilena, mengatakan regulasi dan aturan turunan teknis KPR akan jadi pembahasan lebih lanjut untuk penyesuaian. Sehingga bisa suportif pelaksanaan program kerja AMIN.

“Dan pasti regulasi akan lintas sektoral. lintas instansi kementerian dan regulasi daerah. Semua yang ada saat ini termasuk permen di atas tentu berlaku untuk kebijakan dan dasar acuan kerja saat ini. Jadi pasti ada penyesuaian,” kata Billy Billy kepada reporter Tirto, Jumat (1/12/2023).

Billy menekankan, salah satu poin utama yang ingin digagas pasangan AMIN adalah adanya reformasi pembiayaan dan kemudahan mekanisme pengajuan dari perbankan. Karena Anies sendiri, kata Billy, sering mengungkapkan bahwa program AMIN nantinya akan dua streamline utama.

“Pertama KPR dengan suku bunga 5 persen. Kedua KPR untuk pekerja informal dan pekerja independen,” kata dia.

Billy mengatakan, pada prinsipnya AMIN ingin menegaskan bahwa negara hadir dalam pemenuhan hak dasar warga negara untuk dapat memperoleh tempat tinggal yang layak. Tentunya tanpa pandang bulu apa pun jenis pekerjaan dan tingkat ekonominya.

“Lebih lanjut agar target 2 juta hunian baru yang terintegrasi bisa terwujud,” ucap dia.

Dalam dokumen visi misinya, AMIN memiliki agenda khusus yang berjudul 28 simpul kesejahteraan, yaitu manfaat yang akan diterima oleh 28 kelompok masyarakat, salah satunya Gen Z dan Millenial.

Pada kelompok Gen Z dan Millenial disebutkan bahwa pemerintahan Anies-Cak Imin akan menyediakan minimal 2 juta hunian terjangkau di pusat kota yang tersambung dengan transportasi umum.

“Hal itu kita akan bicarakan kemudian ketika sudah terpilih,” kata Billy.

Juru Bicara Timnas AMIN lainnya, Surya Tjandra, mengatakan keinginan Anies mengubah regulasi KPR menjadi salah satu program unggulan AMIN. Terutama untuk generasi muda, para milenial dan gen Z yang memang menghadapi tantangan terbesar nanti jelang Indonesia resmi memasuki aging society pada 2029.

“AMIN ingin memastikan mereka bisa mendapat hunian di tengah kota, fasilitas KPR dengan bunga flat 5 persen, sehingga akses perubahan bagi pekerja muda terpenuhi, yang dekat dengan tempat kerja,” tutur dia kepada Tirto, Jumat (1/12/2023).

Realistis Bisa Terwujud?

Pengamat properti, Aleviery Akbar, mengamini bahwa perubahan terhadap regulasi KPR memang harus dilakukan. Sebab, kepemilikan rumah melalui skema pinjaman/kredit bank memang menyulitkan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pendapatan tetap.

“Jika regulasi untuk memiliki rumah dimudahkan dengan peraturan baru tentunya akan membangkitkan atau berdampak signifikan pada ekonomi makro secara keseluruhan," kata dia kepada Tirto, Jumat (1/11/2023).

Berdasarkan data Kementerian PUPR, sebanyak 10,51 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah pada 2022. Dari jumlah itu, sebanyak 4,39 juta rumah tangga yang belum punya rumah merupakan generasi milenial.

Generasi X yang belum punya rumah sebanyak 4,30 juta rumah tangga. Kemudian, sebanyak 1,51 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah merupakan generasi baby boomer.

Ada pula, generasi pre-boomer yang belum punya rumah sebanyak 201.371 rumah tangga. Sedangkan, generasi Z yang belum memiliki hunian sebanyk 97.903 rumah tangga.

Lebih lanjut, ada 6,13 juta rumah tangga yang kini masih tinggal di rumah bebas sewa. Sebanyak 3,95 juta rumah tangga tinggal di rumah kontrak/sewa.

Rumah tangga yang masih tinggal di rumah dinas sebanyak 423.661. Sementara, ada 4.410 rumah tangga yang masih tinggal di rumah lainnya.

Sebagai catatan, kepemilikan rumah yang dimaksud ialah rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri. Selain itu, rumah tangga yang menempati bukan rumah sendiri, tetapi memiliki rumah di tempat lain masuk dalam kategori kepemilikan rumah.

“Daya beli masyarakat benar sedang menurun, tapi properti/rumah adalah kebutuhan dasar jadi tetap akan dibutuhkan," kata Aleviery.

Untuk diketahui, saat ini backlog perumahan atau kesenjangan kepemilikan perumahan rakyat juga masih sebesar 12,1 juta. Artinya, kebutuhan akan kepemilikan perumahan rakyat masih besar di Indonesia.

Masih tingginya backlog kepemilikan rumah tersebut membuat banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menghuni rumah yang layak.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz