tirto.id - Di usianya yang hampir genap 60 tahun, Hermawati Setyorinny merasa down dengan kondisi pemilu hari ini. Bak jauh panggang dari api, pemilu yang biasanya memberikan berkah bagi pelaku UMKM dan industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kini jauh berbanding terbalik.
UMKM, kata Hermawati, tidak lagi bergeliat seperti dua pemilu sebelumnya pada 2014 dan 2019. Orderan kaos-kaos partai, konfeksi, dan atribut peraga kampanye (APK) tidak lagi semanis dulu. Meskipun permintaan ada, tapi kenaikannya bisa dihitung jari.
“UMKM paling mendapatkan order dari relawan. Nah itu, tapi tidak banyak, tidak kayak dulu. Relawan paling buat bikin 100-200 pcs," ujar Hermawati yang juga Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (AkuMandiri), saat dihubungi Tirto, Kamis (30/11/2023).
Hermawati mengakui, pemilu kali ini tidak berdampak besar terhadap UMKM. Penyebabnya karena para caleg dari partai politik hingga capres dan cawapres sudah menggandeng pengusaha-pengusaha besar. Malah, kata dia, sebagian ada juga yang kebutuhan APK-nya dari impor.
“Biasanya dikerjakan di luar, mereka belinya di Indonesia tapi dikerjakan di luar. Di samping mereka bisa cepat, harganya bisa murah," tutur dia.
Dia menuturkan dari sebanyak 100 pengusaha konfeksi yang dimiliki UMKM misalnya, mungkin hanya 40-nya saja yang kebagian order. Tidak semua pengusaha konveksi UMKM mendapatkan orderan tersebut.
“Kalau dapat untung presentasenya juga sangat kecil. Jadi kalaupun naik lima kali lipat dari biasanya. Jadi pengaruh banget. Situasi politik seperti ini memengaruhi [penurunan] pelaku usaha mikro," kata dia.
Nasib serupa juga dirasakan oleh industri pertekstilan Tanah Air. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan pembuatan kaos untuk peserta Pemilu 2024 tidak berdampak signifikan terhadap industri TPT. Kondisi ini jauh dibandingkan pada Pemilu 2019.
“Tahun ini boleh dikatakan parah. Tahun 2019 walaupun tidak banyak, tapi lebih terasa,” ujar dia kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).
Dia mencontohkan kaos yang biasa dibagikan yang umum atau kebanyakan itu membutuhkan 1 kilogram (kg) bahan dan bisa untuk tujuh kaos. Namun sekarang diumpamakan hanya lima saja.
Misal jika mendapatkan order baju partai 50 juta potong dan dapat 5 potong per kg bahan, maka dibutuhkan 50 juta dibagi lima sama dengan 10 juta kg bahan. Sementara 10 juta kg bahan dibagi 30 hari sama dengan 333.333 kg.
“Sedangkan produksi polyester Indonesia 4.000 ton per hari, jadi kebutuhan [orderan baju partai] hanya 333 ton. Jadi efeknya kecil sekali. Belum lagi industri tekstil ada yang berbahan rayon/cotton," kata dia.
“Jadi dibilang dapat menggeliatkan sektor TPT sangat lah kecil efeknya,” sambung dia.
Tentunya, Jemmy berharap, jika memang benar ada budget untuk pembuatan kaos bagi peserta pemilu, setidaknya bisa dijahit oleh teman-teman IKM. Jangan justru diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar.
Indikasi Impor Jadi Penyebab Turunya Orderan UMKM
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan Pemilu 2024 memang belum berdampak bagi masyarakat, terutama bagi usaha konfeksi. Ia mengacu pada temuan bahwa perusahaan konfeksi belum menerima pesanan baju partai untuk kepentingan Pemilu 2024.
“Saya cek ke perusahaan konfeksi baju partai kampanye kayaknya juga enggak dibuat di sini," kata Teten di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).
Teten menduga, minimnya pesanan akibat impor barang peraga. Ia mengaku sudah memeriksa produsen peraga kampanye seperti bendera, spanduk dan kaos tidak menerima pesanan.
“Bisa jadi mungkin (impor), saya cek ke produsen yang biasa, 2-3 tahun lalu produksi alat peraga kampanye, seperti bendera, spanduk, kaos, enggak ada yang bikin di dalam negeri," kata mantan aktivis anti korupsi itu.
Teten mengaku, tidak ada aturan untuk membeli barang UMKM lokal. Ia hanya menilai pengusaha seharusnya berkomitmen untuk menggunakan produksi dalam negeri.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar peserta pemilu mau membeli produk UMKM. Sebab pesanan partai bisa membuat pengusaha lokal hidup.
“Kalau saya sarankan sebagusnya memang dibikin dalam negeri lah, ini kan pemilu bagi rakyat kecil. UMKM itu kan justru berkah, karena banyak pesanan tadi kaos, spanduk, bendera, itukan hidupkan ekonomi rakyat,” kata dia.
Apa yang didapat UMKM dan industri TPT hari ini memang tak sebanding dengan dana jumbo Pemilu 2024. Total alokasi anggaran untuk pemilu dari 2022-2024 sebesar Rp70,6 triliun. Anggaran tersebut diberikan secara bertahap, pada 2022 tercatat anggaran pemilu sebesar Rp3,1 triliun, pada 2023 sebesar Rp30 triliun, serta pada 2024 sebesar Rp37,4 triliun.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengatur batasan mengenai sumbangan dana kampanye untuk Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2023 yang terbit pada 1 September 2023.
Besar dana kampanye Pemilu 2024 dapat diperoleh dari perseorangan maupun kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha non-pemerintah. Namun, sumbangan dana kampanye yang boleh diterima dari sejumlah sumber itu dibatasi nominalnya.
Secara rinci, sumbangan dana kampanye untuk calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berasal dari perorangan maksimal sebesar Rp2,5 miliar. Sementara, dana kampanye capres dan cawapres dari perusahaan paling besar senilai Rp25 miliar. Untuk calon anggota DPR dan DPRD, sumbangan dana kampanye juga dibatasi paling besar Rp2,5 miliar dari perorangan.
Kemudian, dana kampanye DPR dari perusahaan maksimal mencapai Rp25 miliar. Dilanjut, sumbangan dana kampanye untuk calon anggota DPD maksimal sebesar Rp750 juta dari perorangan. Terakhir, sumbangan dana kampanye calon anggota DPD dari perusahaan paling besar senilai RP1,5 miliar.
Aliran Dana Kampanye Lari ke Medsos & Buzzer
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, melihat bahwa tren penurunan permintaan UMKM terhadap APK terjadi karena sekarang sudah berbeda zaman. Sekarang ini, kata Piter, sudah bukan zamannya lagi bagi-bagi kaos.
“Masih ada tetapi jumlahnya tidak besar,” kata Piter kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).
Menurut Piter, dana jumbo kampanye diperoleh peserta pemilu larinya ke media sosial. Sebab, kata dia, pertarungan terbesar ada di dunia maya dengan memanfaatkan konten dan dukungan influencer.
“Oleh karena itu dana kampanye yang terbesar juga diperuntukkan untuk itu, memproduksi konten dan membayar influencer atau buzzer," pungkas dia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menambahkan secara tren memang bisnis atribut partai pada pemilu dan Pilpres 2024 tidak semanis dibandingkan 2019. Ini terjadi karena adanya pergeseran pola kampanye dari offline ke online atau digital.
“Jadi kampanye itu sudah beralih ke kampanye yang online. Artinya yang offline itu sedikit demi sedikit juga berkurang,” ujar dia kepada Tirto.
Meski demikian, kata Faisal, secara umum bisnis atribut partai masih tetap akan tumbuh dan tetap kebanjiran order dari penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2024. Walaupun secara peningkatannya tidak menjamin lebih besar dibandingkan 2019.
“Tapi kalau dibandingkan pemilu sebelumnya, saya rasa tidak terlalu banyak karena sudah beralih ke digital lebih banyak di medsos,” kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz