Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Jadi Pengusaha Bukan Solusi Minimnya Lapangan Kerja, Mas Gibran

Yusuf menilai solusi Gibran tak keliru, hanya saja menjadi entrepreneur pemula tidak mudah. Selain modal, butuh juga ekosistem yang mendukung.

Jadi Pengusaha Bukan Solusi Minimnya Lapangan Kerja, Mas Gibran
Bakal calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka (kanan) bertemu dengan pendukungnya saat safari politik di Gondangwinangun, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (29/10/2023). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/nz

tirto.id - Tampil mengenakan kemeja khas berkelir biru, Gibran Rakabuming Raka dikelilingi puluhan generasi milenial. Calon wakil presiden nomor urut dua itu, tengah melakukan dialog terbuka dengan para pendukungnya yang mayoritas anak muda.

Mulanya, seorang wanita muda menanyakan solusi penciptaan lapangan pekerjaan kepada Gibran. Wanita yang baru saja menyelesaikan S2 itu, merasa saat ini lapangan pekerjaan untuk kaum milenial sulit karena kalah dengan permainan orang dalam.

“Apa solusi terbaik dari Mas Gibran?” tanya wanita tersebut kepada Gibran.

Mendengar pertanyaan tersebut, Gibran lantas menawarkan solusi kepada wanita tersebut. Salah satu solusinya dengan menjadi pengusaha.

“Masih mau melamar kerja? Jadi pengusaha aja ya,” jawab Gibran kepada wanita tersebut.

“Ada juga usahanya,” kata wanita itu kembali.

“Oh, ya udah jadi pengusaha aja ya,” jawab Gibran kembali.

Wali Kota Surakarta itu meminta kepada wanita lulusan S2 tersebut agar tidak ikut bekerja sama orang lain. Sederhananya, jika dia jadi pengusaha, maka akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.

“Mandiri dan belajar ya,” pesan Gibran.

Dialog putra sulung Jokowi itu pun menjadi viral di media sosial X. Publik tidak sedikit merasa puas dengan jawaban dan solusi yang ditawarkan Gibran. Karena realistis saja, untuk menjadi pengusaha butuh modal dan lain sebagiannya.

TKN Prabowo-Gibran Sebut Sejalan dengan Visi Misi

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Grace Natalie, menjelaskan salah satu solusi Gibran menciptakan lapangan kerja dengan mencetak pengusaha sejalan dengan visi misi dan program kerja pasangan capres-cawapres nomor urut 2.

Diketahui, dalam pidato Gibran saat deklarasi maju Pilpres 2024 yang digelar di Indonesia Arena, GBK, Jakarta, ia menyampaikan berbagai isu yang menjadi komitmen paslon dari partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) tersebut.

Salah satunya, Gibran menyampaikan soal program khusus bagi para startup yang mencari modal usaha. Gibran menyampaikan betapa pentingnya mendukung bisnis-bisnis yang dibangun oleh para milenial di Indonesia.

“Jika ada anak-anak muda yang tertarik untuk berwirausaha, akan ada kredit startup milenial untuk melengkapi KUR untuk usaha mikro yang saat ini sudah ada,” kata Grace kepada Tirto, Rabu (29/11/2023).

Tak hanya itu, solusi yang ditawarkan Prabowo-Gibran antara lain menguatkan industri dalam negeri. Salah satunya dengan melanjutkan dan memperluas hilirisasi yang akan membuka lapangan kerja baru sambil meningkatkan pendapatan negara.

“Kalau minta kerja sama orang, dari dulu sampai kapan pun problem kalah sama orang dalam akan selalu ada,” ucap dia.

Menurut Grace, sangat wajar jika ada yang punya pengusaha mengutamakan keluarga/kerabat yang ia kenal sejak lama. Sehingga logikanya lebih bisa dipercaya ketimbang orang yang ia tidak kenal sama sekali.

Gibran hadiri deklarasi Repnas

Bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka (tengah) menyapa hadirin saat deklarasi Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) di Jakarta, Minggu (12/11/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio jumlah wirausaha di Indonesia masih sebesar 3,47 persen atau hanya sekitar 9 juta orang dari total jumlah penduduk. Kendati naik dari 2016 yakni 3,1 persen, angka ini masih rendah dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 8,5 persen. Malaysia dan Thailand juga sudah mencapai 4,5 persen.

Indonesia menargetkan peningkatan persentase mencapai 3,9 hingga 4 persen pada 2024. Berdasarkan Global Entrepreneurship Index (GEI), saat ini Indonesia masih menempati urutan ke-75 dari 137 negara dengan skor 26. Pemerintah menargetkan untuk naik ke urutan 60.

Sebaliknya, jika melihat karakteristik tingkat pengangguran terbuka (TPT), mayoritas pengangguran di Indonesia memang masih didominasi oleh Generasi Z (Gen Z). Penduduk usia dengan rata-rata 15-24 tahun itu menyumbang 19,40 persen dari total pengangguran 7,86 juta orang. Sementara penduduk usia 25-59 tahun mencapai 3,07 persen dan 60 tahun ke atas 1,28 persen.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS mencatat jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang dari total angkatan kerja sebanyak 147,71 orang. Angka tersebut relatif turun 6,77 persen atau sekitar 560.000 orang jika dibandingkan pada periode sama tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 8,42 juta orang.

Dari komposisinya, angkatan kerja pada Agustus 2023 terdiri dari 139,85 juta orang penduduk yang bekerja dan 7,86 juta orang sisanya belum bekerja. Bila dibandingkan Agustus 2022, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 3,99 juta orang, penduduk bekerja bertambah sebanyak 4,55 juta orang, sementara pengangguran berkurang sebanyak 0,56 juta orang.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai apa yang disampaikan oleh Gibran tidaklah salah. Artinya secara data menunjukkan memang skala ataupun rasio pelaku usaha terhadap total penduduk di Indonesia itu relatif rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lain.

“Padahal kita tahu bahwa bertambahnya pelaku usaha itu juga bisa menjadi salah satu solusi untuk membuka lapangan kerja yang lebih banyak,” kata Yusuf kepada Tirto, Rabu (29/11/2023).

Menjadi Pengusaha Tidak Semudah yang Dibayangkan

Hanya saja, kata Yusuf, kritik yang kemudian perlu disampaikan adalah betul bahwa untuk menjadi ataupun menjadi entrepreneur pemula itu tentu tidaklah mudah. Selain masalah permodalan yang juga perlu digarisbawahi ketika ingin mendorong entrepreneur muncul adalah ekosistem yang mendukung.

“Artinya, selain modal kita juga tentu membutuhkan katakanlah seperti pendampingan yang dibutuhkan atau diperlukan ketika misalnya seseorang ingin terjun menjadi seorang pengusaha. Kalau kita lihat beberapa cara yang digunakan untuk mendampingi pelaku usaha pemula itu, saya kira masih terdapat ruang untuk diperbaiki ke depannya,” jelas Yusuf.

Di luar konteks pelaku usaha, yang juga perlu didiskusikan adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan karakteristik pekerja, terutama pekerja usia muda. Kalau dilihat saat ini, kata dia, proporsi tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan, relatif banyak disumbang oleh SMA kejuruan, SMA hingga SMP.

“Sehingga yang diperlukan adalah memastikan bagaimana lapangan usaha yang membutuhkan angkatan kerja yang sesuai karakteristik pendidikan pengangguran kita, sehingga mereka kemudian bisa terserap masuk ke lapangan kerja yang tersedia,” jelas dia.

Menurut Yusuf, salah satu sektor lapangan usaha yang kemudian bisa didorong para capres-cawapres untuk hal tersebut adalah industri manufaktur. Sebab secara karakteristik, kata dia, pengahambat ke sektor lapangan usaha ini tidaklah serumit dibandingkan dengan masuk ke sektor jasa.

“Betul bahwa diperlukan skill tertentu yang memang dipersyaratkan untuk beberapa subsektor industri manufaktur. Namun dengan beragam balai pelatihan dan juga sekarang ada program kartu prakerja, isu ini bisa dimitigasi sedari dini,” kata Yusuf.

Yusuf menambahkan, yang paling penting sebenarnya mendorong realisasi investasi yang lebih banyak untuk sektor manufaktur, sehingga kebijakan yang berkaitan dengan industrialisasi itu perlu dilakukan pemerintah, terutama dalam konteks mendorong penurunan angka pengangguran generasi muda di Indonesia.

Selain sektor manufaktur, sebenarnya sektor jasa pun masih berpeluang untuk menjadi salah satu solusi. Hanya saja, kata Yusuf, tidak semua sektor jasa kemudian bisa dijadikan sebagai sektor penyerap angkatan kerja dengan karakteristik saat ini.

Salah satu sektor jasa yang bisa diharapkan adalah pariwisata. Apalagi kalau dilihat sebenarnya skill yang dibutuhkan oleh para pekerja di sektor pariwisata ini bisa diakomodir melalui beragam kurikulum SMK kejuruan pariwisata yang ada saat ini.

“Sehingga, penciptaan lapangan kerja di sektor pariwisata menurut saya juga tidak kalah penting untuk mengatasi masalah pengangguran muda di samping penyerapan yang dilakukan dari sektor industri manufaktur di atas,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz