Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Menguji Efektivitas Gagasan AMIN Atasi Masalah Beban Subsidi BBM

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, mengatakan tujuan dari pemberian subsidi BBM ini adalah penguatan daya beli warga untuk mobilitas.

Menguji Efektivitas Gagasan AMIN Atasi Masalah Beban Subsidi BBM
Bakal calon presiden Anies Baswedan (kiri) dan bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar (kanan) berfoto bersama di sela Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023). ANTARA FOTO/Moch Asim/nym.

tirto.id - Pasangan calon presiden dan wakil presiden, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), punya strategi khusus untuk mengatasi masalah besarnya biaya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Salah satu fokusnya dengan mengembangkan transportasi umum. Langkah ini diklaim lebih efektif dibandingkan memberi subsidi BBM kepada masyarakat.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, diketahui pemerintah mengalokasikan belanja subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) sebesar Rp25,7 triliun untuk tahun depan. Jumlah itu meningkat sekitar 10 persen atau bertambah Rp2,4 triliun dibanding 2023, yang outlook-nya mencapai Rp23,3 triliun.

Tim visi misi kemenangan AMIN, Wijayanto Samirin, mengatakan dengan mengembangkan transportasi umum, maka diharapkan masyarakat bisa beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Jika ini berhasil, maka beban subsidi BBM selama ini dikeluarkan pemerintah bisa ditekan.

“Solusi yang terbaik menurut saya adalah pengembangan public transport sehingga mereka bisa beralih dari kendaraan pribadi menggunakan public transport," ucap Wijayanto dalam Debat Tim Capres di Graha CIMB, Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Nantinya, penggunaan transportasi umum akan menggunakan teknologi canggih yaitu account base ticketing. Tiket tersebut nantinya melekat pada identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakat. "Dan pembeliannya menggunakan handphone. Kalau pakai kartu bisa dipinjam siapa-siapa, tapi kalau HP enggak mungkin dipinjam,” lanjut Wijayanto.

Pembelian tiket ini nantinya juga akan berdasarkan strata ekonomi. Dengan begitu, permasalahan subsidi BBM yang selama ini menjadi permasalahan pemerintah bisa diatasi dan ditekan.

“Dengan mengalihkan kepada transportasi publik, mengenalkan account base ticketing, saya rasa solusi masalah subsidi akan sangat terbantu," kata Wijayanto.

Jika menilik agenda misi empat pasangan AMIN, keduanya memang ingin mendorong kota yang maju dan berdaya saing. Salah satu poinnya adalah mengakselerasi pengembangan sistem transportasi umum massal di kota-kota strategis. Ini terdiri dari angkutan umum berbasis rel dan jalan sebagai moda utama yang terintegrasi dengan sistem mobilitas aktif serta kendaraan bebas emisi, sehingga mampu menjangkau seluruh kawasan kota secara efisien dan berkelanjutan.

Langkah pasangan AMIN untuk menggeser subsidi BBM beririsan dengan upaya pemerintah. Saat itu, Kementerian Keuangan memberi sinyal akan menghapus pemberian subsidi BBM dan listrik secara bertahap. Pertimbangan itu diambil lantaran subsidi sudah membengkak. Selain itu, pemberian subsidi dinilai kurang efisien dan tidak tepat sasaran.

“Jadi memang secara bertahap, secara berangsur-angsur harus dikembalikan ke harga keekonomiannya. Supaya belanjanya bisa produktif," kata Direktur Penyusunan APBN Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, dalam konsultasi publik RUU APBN 2023, Senin (25/7/2022).

Dia mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus memperbaiki efektivitas dan efisiensi belanja. Karena berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi energi tahun lalu sudah melonjak mencapai angka Rp520 triliun. Nilai tersebut meningkat tajam dari anggaran subsidi energi awal yang 'hanya' Rp134,03 triliun. Rendahnya anggaran awal ini karena APBN sebelumnya mengasumsikan rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) hanya sebesar 63 dolar AS per barel sepanjang tahun.

“Tentunya kita harus makin mendorong belanja produktif. Ini harus jadi kesadaran kita bersama. Bahwa subsidi itu enggak efisien. Subsidi BBM, subsidi listrik itu enggak efisien,” kata Rofyanto.

Tak Mudah Dorong Masyarakat Pindah ke Angkutan Umum

Ketua Institusi Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, mengatakan secara rasional ide tersebut memang bisa diterima. Karena mengembangkan angkutan umum itu lebih hemat daripada mensubsidi BBM untuk kendaraan pribadi.

“Cuma pengalaman di Jakarta, tidak mudah mendorong orang untuk pindah ke angkutan umum itu,” kata Darmaningtyas kepada Tirto, Jumat (10/11/2023).

Jika merujuk hasil penelitian dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), berjudul 'Preferensi Masyarakat Terhadap Pelayanan Angkutan Umum di Jakarta Barat' menemukan beberapa alasan masyarakat tidak minat menggunakan transportasi umum. Faktor tingkat pelayanan seperti kapasitas, aksesbilitas dan waktu tunggu menjadi salah satu yang dipotret dalam penelitian ini. Tak hanya itu, faktor kualitas pelayanan seperti keselamatan, kecepatan dan kenyamanan juga menjadi kurangnya minat masyarakat menggunakan transportasi umum.

Eksplorasi preferensi dalam jurnal ini dilakukan dengan dasar: kapasitas yang ideal adalah 100 persen, aksesbilitas yang ideal untuk mencapai rute lintasan angkutan umum berdasarkan standar yang ada adalah 500 meter atau waktu untuk mencapainya tidak melebihi 30 menit.

Sementara waktu yang ideal berkisar 5-20 menit, angkutan umum yang tidak pernah mengalami kecelakaan, kecepatan 30-40 km/ jam atau 15-45 menit, memiliki fasilitas fisik dan nonfisik yang baik, tarif yang terjangkau, mengangkut pengguna dengan usia dibawah 55 tahun, tidak menghabiskan pendapatan pengguna lebih dari 30 persen.

“Jadi problemnya adalah bagaimana mendorong agar orang mau pindah ke angkutan umum,” ucap Darmaningtyas.

Direktur Eksekutif Instran, Deddy Herlambang, menambahkan untuk mendorong masyarakat pindah ke angkutan umum harus ada dorongan penuh yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Sebab, jika hanya disediakan angkutan umum saja, tanpa batasan penggunaan pribadi akan berat.

“Tapi berapa persen target yang mau pindah menggunakan angkutan umum massal? Kalau modal share seperti di Hongkong itu baru bagus dan berhasil menekan polusi. Di sana itu pengguna angkutan umumnya 92 persen pengguna kendaraan pribadi 8 persen,” ucap dia kepada Tirto, Jumat (10/11/2023).

Di Indonesia sendiri, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 sebanyak 51,24 persen pekerja komuter menggunakan kendaraan pribadi atau dinas. Sementara pengguna kendaraan umum lebih kecil, yakni 41,93 persen.

Proporsi tersebut mengalami pergeseran dibanding tahun sebelumnya. Pada 2019 pengguna kendaraan pribadinya lebih banyak lagi, yakni 83,76 persen, sedangkan pengguna kendaraan umum 11,81 persen.

Namun, proporsi ini berbeda jika dilihat di skala provinsi. Di Jawa Barat, misalnya, pada 2020 ada lebih banyak pekerja komuter pengguna transportasi umum dengan persentase hampir 56 persen. Sedangkan pengguna kendaraan pribadi 39,76 persen.

“Memang harus ada push and pull yang seimbang agar masyarakat pindah ke transportasi umum,” ucap dia.

Transportasi Umum Belum jadi Solusi Atasi Masalah BBM?

Terlepas dari sulitnya mendorong masyarakat pindah ke transportasi umum, gagasan AMIN mengembangkan angkutan perkotaan belum bisa sepenuhnya mengatasi masalah subsidi BBM. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan tujuan dari pemberian subsidi BBM ini adalah penguatan daya beli masyarakat untuk mobilitas.

“Semakin murah, maka mobilitas semakin tinggi, pada akhirnya akan menggerakkan ekonomi,” ucap dia kepada Tirto, Jumat (10/11/2023).

Kemudian tujuan selanjutnya adalah membuat harga barang umum dalam negeri menjadi terjangkau bagi masyarakat luas. Terlebih harga BBM ini sangat berpengaruh ke inflasi, dengan adanya subsidi, inflasi bisa terkendali.

“Nah, transportasi umum bisa menjadi solusi tujuan nomor 1 di mana meskipun dikurangi, tapi mobilitas bisa terus jalan. Tapi untuk yang kedua, soal menjaga inflasi, transportasi umum belum bisa menjadi solusi-nya,” ucap dia.

Meski begitu, kata Huda, secara umum ia sangat mendukung pengembangan transportasi umum, terutama untuk daerah luar Pulau Jawa. Transportasi umum ini bisa solusi bagus untuk mobilitas masyarakat.

Sementara itu, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, menekankan pada dasarnya subsidi BBM diberikan oleh pemerintah tujuannya adalah dalam rangka peningkatan ekonomi kepada masyarakat. Jangan sampai, kata dia, pengalihan subsidi BBM ke transportasi umum malah mengorbankan masyarakat.

“Kita tidak perlu terburu buru ya. Kenapa? Karena subsidi diberikan kepada masyarakat rentan demi meningkatkan masyarakat dan membantu menahan daya beli mereka," kata dia saat dihubungi Tirto.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara G20 lain bahkan G7 yang sudah maju. Di mana mereka tidak perlu memberikan subsidi kepada masyarakatnya lantaran seluruh pendapatan mereka tumbuh di negara masing-masing.

“Saya kira jika masyarakat kita tidak benar-benar diberikan subsidi, itu akan menambah beban bagi perekonomian masyarakat. Dan bisa juga meningkatkan melemahnya perekonomian nasional dan berdampak kepada pengangguran dan lain lain,” kata Mamit.

Baca juga artikel terkait SUBSIDI BBM atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz