tirto.id - Lonjakan kasus penyakit pernapasan terjadi di Cina dan tengah menjadi sorotan dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyoroti serius kejadian ini dengan meminta pemerintah Cina membuka informasi detail atas terjadinya peningkatan penyakit pernapasan, khususnya pneumonia pada anak-anak. Kondisi itu juga membuat pemerintah Indonesia bersiaga akan kemungkinan-kemungkinan adanya ancaman serupa di dalam negeri.
Pandemi COVID-19 lalu meninggalkan trauma dan duka bagi banyak orang di Indonesia. Wabah yang bermula dari Wuhan, Cina, kala itu membuat banyak negara mengalami situasi krisis yang tak terduga. Tidak mengherankan, adanya kabar bahwa lonjakan pneumonia yang menyasar anak-anak di Cina saat ini, membuat semua bersiap.
Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa WHO menilai kasus ini sebagai ‘undefined pneumonia.’ Kasus lonjakan pneumonia ini terjadi di Tiongkok Utara dan terjadi sejak Mei 2023. Artinya, belum diketahui secara pasti penyebab penyakit yang menyerang sistem pernapasan ini.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menilai lonjakan kasus penyakit pernapasan tersebut kemungkinan disebabkan patogen yang umumnya sudah ada sebelum COVID-19. Seperti bakteri mycoplasma pneumoniae, yang merupakan penyebab umum infeksi saluran pernapasan.
“Berdasarkan laporan epidemiologi, terjadi peningkatan kasus mycoplasma pneumoniae sebesar 40 persen (di Cina). Mycoplasma merupakan penyakit penyebab umum infeksi pernapasan sebelum COVID-19,” kata Nadia dalam keterangan tertulis, Rabu (29/11/2023).
Selain itu, ada virus-virus umum lain yang ditemukan, seperti rhinovirus, virus syncytial atau RSV, adenovirus serta influenza. Kasus rawat jalan dan rawat inap pada anak karena mycoplasma pneumoniae juga dilaporkan mengalami peningkatan di Cina.
Hal ini selaras dengan pernyataan Juru Bicara Komisi Kesehatan Nasional Cina, Mi Feng, Minggu (26/11/2023), sebagaimana dilaporkan Reuters. Mi Feng mengatakan, lonjakan penyakit pernapasan ini disebabkan peredaran beberapa jenis patogen secara bersamaan, dan yang paling menonjol adalah influenza.
Para pejabat kesehatan setempat juga mendesak pemerintah untuk meningkatkan jumlah klinik, karena beberapa rumah sakit memperingatkan akan adanya antrean panjang di wilayah utara, seperti Beijing dan Provinsi Liaoning. Daerah itu mengalami kasus pada anak-anak dengan jumlah sangat tinggi.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Tjandra Yoga Aditama, menyatakan peningkatan kasus pneumonia memang umum terjadi seiring dengan mulainya musim dingin di belahan utara, termasuk di Cina. Ia menambahkan, pemerintah Cina memberikan penjelasan bahwa hal itu terjadi akibat pelonggaran aturan terkait COVID-19 dan faktor datangnya musim dingin.
“Diduga patogen penyebabnya bukanlah organisme baru, tetapi penyebab penyakit yang sudah dikenal selama ini,” kata Tjandra dalam keterangannya, Rabu (29/11/2023).
Untuk mencegah adanya kejadian serupa di Indonesia, Tjandra menyarankan agar meningkatkan surveilansILI (Influenza Like Illness) dan SARI (severe acute respiratory infection) sebagai bentuk deteksi dini. Ia juga menilai perlu adanya pengawasan di pintu masuk negara, khususnya dari Cina, serta memperkuat pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dan biomolekuler untuk mendeteksi kasus.
Indonesia Perlu Bersiap
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menyampaikan apa yang terjadi di Cina saat ini bukan disebabkan adanya patogen baru. Kendati demikian, Dicky menilai bukan berarti hal ini tidak menjadi ancaman di masa depan.
Menurut dia, fenomena peningkatan penyakit pernapasan ini bisa menjadi siklus rutin, yang berpotensi menimbulkan lonjakan kasus. Hal ini bisa terjadi satu tahun sekali, dua atau tiga tahun, bahkan empat tahun sekali.
“Karena dalam setiap wabah, ketika penyakit itu menjadi endemi, dia akan menyerang populasi yang belum memiliki imunitas, atau yang paling rawan,” kata Dicky dihubungi reporter Tirto, Rabu (29/11/2023).
Ia menjelaskan, anak-anak menjadi yang paling banyak terinfeksi karena memiliki imunitas lebih lemah. Hal ini menjawab mengapa di Cina saat ini pneumonia lebih banyak dialami anak-anak.
“Karena anak-anak ini banyak yang lahir baru, kemudian, atau beranjak dari bayi beranjak jadi balita, tentunya dari sisi aktivitas lebih mobile, lebih berisiko. Nah, ini yang akan menjadi kelompok yang berisiko,” ungkap Dicky.
Dicky belum melihat adanya potensi pandemi global baru akibat lonjakan kasus penyakit pernapasan di Cina. Ia menilai fenomena di Cina sudah menjadi endemi karena memang telah terjadi sebelumnya.
Ia menambahkan, di Indonesia ancaman peningkatan kasus penyakit pernapasan juga dapat terjadi. Hal ini tergantung faktor dari imunitas masyarakat dan epidemiologi dari patogen itu sendiri.
“Intinya bicara seberapa besar jumlah populasi di kota-kota di Indonesia, daerah-daerah di Indonesia yang masuk kategori kelompok rawan tadi. Atau apakah memiliki imunitas yang memadai terhadap misalnya infeksi salur nafas itu,” terang Dicky.
Dicky mendesak pemerintah untuk dapat membantu meningkatkan proteksi imunitas masyarakat. Salah satunya, dengan melakukan program vaksinasi gratis untuk meningkatkan level imunitas, terutama untuk kelompok rawan.
“Sebetulnya, kalau bicara pneumonia secara umum, itu tidak ada yang fatal. Umumnya, ya, sebagai umumnya itu selain tidak fatal, juga bisa sembuh sendiri,” kata dia.
Kendati demikian, kata dia, muncul kasus resistensi patogen penyebab penyakit pernapasan terhadap antibiotik yang diberikan. Ini yang cukup berbahaya karena patogen tersebut menjadi kebal, dan pemberian antibiotik jadi kurang efektif.
“Jadi, bakterinya sudah kebal. Nah, ini yang berbahaya walaupun sejauh ini tidak ada yang fatal, tapi setidaknya ini yang membuat anak itu akhirnya harus dirawat di rumah sakit,” kata dia.
Pemerintah Bersiap
Menanggapi lonjakan kasus penyakit pernapasan, khususnya pneumonia pada anak-anak di Cina, pemerintah Indonesia sendiri telah bersiap dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE). Edaran ini terbit pada 27 November 2023 dan ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Direktur/Kepala Rumah Sakit, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan dan Kepala Puskesmas di Indonesia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan penerbitan surat edaran tersebut bertujuan mengantisipasi penyebaran pneumonia di Indonesia.
Dalam surat edaran itu, Maxi meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk melakukan pemantauan perkembangan kasus dan negara terjangkit di tingkat global serta meningkatkan kewaspadaan dini dengan melakukan pemantauan kasus dicurigai pneumonia.
“Meminta KKP untuk meningkatkan pengawasan terhadap orang (awak, personel, dan penumpang), alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, binatang pembawa penyakit di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas negara, terutama yang berasal dari negara terjangkit,” kata Maxi dalam SE tersebut.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, peningkatan kasus pneumonia yang sedang marak di Cina bukan disebabkan oleh virus atau bakteri baru seperti COVID-19. Ia menegaskan bahwa WHO sudah meneliti dan memastikan kasus tersebut.
“WHO juga sudah meneliti. Hasilnya patogen-patogen yang ada di Cina adalah patogen yang sebelumnya sudah ada. Jadi bukan virus atau bakteri baru, tapi ini virus dan bakteri lama,” kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).
Budi mengatakan, kasus di Cina menjadi marak diduga akibat masalah lingkungan di sana yang membuat virus-virus berkembang. Ia pun sudah mengeluarkan edaran untuk menghadapi potensi lonjakan kasus pneumonia di Indonesia.
“Kenapa ini bisa kejadian, pada saat itu di Cina kondisi masyarakatnya dan kondisi lingkungannya memang membuat sehingga patogen-patogen itu hidup kembali. Jadi bukan sesuatu yang baru seperti COVID bukan sesuatu yang baru seperti ebola,” ujar Budi.
Budi mengaku, WHO sudah mengeluarkan ketentuan penanganan kesehatan dalam menangani kasus pneumonia tersebut. Budi meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan wabah pneumonia yang beredar di Cina saat ini.
“Karena ini yang sudah ada obatnya, sudah ada. Cara deteksinya juga sudah ada,” jelas Budi.
Ia hanya mengimbau para orang tua untuk memastikan anak-anak mereka memiliki daya tahan tubuh yang tinggi, agar tidak mudah tertular penyakit menular seperti pneumonia.
“Saya rasa orang tua pastikan makannya anak-anak cukup untuk menghadapi virus dan bakteri itu kan yang penting daya tahan tubuhnya baik,” kata Budi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz