tirto.id - Semenjak adanya pasar online, gaya berbelanja kita berubah dari pergi ke pasar tradisional atau mall dan berkeliling menjadi scrolling melalui handphone di berbagai aplikasi marketplace. Hal yang tak berubah adalah kebiasaan berbelanja yang meningkat di bulan Ramadhan dan menyambut Idul Fitri.
Maka tak heran, di era belanja online ini, setiap kali mendekati momen lebaran, pengiriman paket meningkat drastis. Meningkatnya jumlah pengiriman paket ini berdampak pula terhadap beban kerja para kurir yang dituntut untuk mengirim paket tepat waktu.
Mustaqim (34), salah satu kurir, merasakan lonjakan pengantaran paket menjelang lebaran. Selama empat tahun menjadi kurir, sudah cukup banyak pengalaman yang ia rasakan tiap kali menjelang lebaran. Beban kerja pengiriman paket yang melonjak drastis hingga dua kali lipat dibanding hari biasa karena meningkatnya transaksi belanja online di bulan Ramadhan hingga menjelang lebaran.
“Kalau lagi seramai ini dan paket banyak, memang lebih terasa capeknya. Istirahat juga kita enggak bisa kayak hari biasa, bisa santai gitu,” ucap Mustaqim kepada Tirto, Rabu (19/3/2025).
Normalnya, Mustaqim mengirimkan 60-70 paket per hari di dua RW kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Menjelang Lebaran, ia dapat mengirimkan hingga 160 hingga 300 paket sehari. Peningkatan jumlah paket yang dikirim membuat jam kerja Mustaqim juga bertambah.
Di hari kerja biasa, ia akan mulai mengirim paket pada pukul 09.00 pagi hingga pukul 19.00 nonstop untuk mengantarkan 160 paket. "Kalau yang 300 [paket], itu lebih pagi. Jam 06.00 WIB sudah ngambil paket di gudang, itu bisa baru selesai [mengantar paket] jam 21.00 WIB," ucapnya yang sehari-hari mengantar paket menggunakan motor, alias kurir motor.
Sebagai kurir motor, jam kerja yang panjang ditambah cuaca panas atau hujan membuatnya harus pintar-pintar mencari waktu istirahat. Dalam sekali jalan, Mustaqim biasanya membawa 70 paket terlebih dulu. Paket tersebut didominasi oleh paket berupa baju dan boks sepatu.
Setelah semua diantarkan, Mustaqim kembali ke gudang untuk mengambil puluhan paket lainnya. Namun, saat merasa lelah, ia lebih memilih untuk menunda pengiriman paket berikutnya dan beristirahat sementara.
"Kalau biasanya, sudah jam 21.00 WIB nih, lagi banyak [paket] pending. Kita jaga kesehatan karena besok kita pasti bakal tempur lagi nih, paket banyak," ucapnya.
Di satu sisi, ia mengaku bersyukur dengan adanya lonjakan pengiriman paket. Sebab, sebagai kurir, Mustaqim mendapatkan upah berdasar jumlah paket yang dia kirimkan per hari.
Namun, sebagai mitra, ia mengaku tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) dari kantornya. Mustaqim lantas berharap kantornya dapat memberikan bonus saat Lebaran Idul Fitri 2025.
"Kita itu per paket [diupah] Rp2.000. Jadi, kayak saya, Ramadhan gini, anak-anak-anak, itu memanfaatkan keadaan aja. Semakin banyak bawa paket, itu semakin gede gajinya," ucapnya.
"Ya kalau berharap sih dapet [bonus Lebaran] ya," lanjut dia.
Senada dengan Mustaqim, Franki (29) juga merupakan kurir motor. Sudah tiga tahun ia bekerja dalam bidang tersebut. Dalam tiga tahun ini pula Franki mengantarkan jumlah paket yang lebih banyak saat menjelang Lebaran.
Awal bulan Ramadhan, ia masih mengantarkan sekitar 50 paket per hari di sejumlah wilayah di Kelapa Dua, Tangerang, Banten. Sepekan ini, Franki mengantarkan hingga lebih dari 150 paket setiap hari di kawasan yang sama.
"Awal puasa normal ya, di bawah 100 paket, 50 [paket] masih dapet [diantar]. Sekarang-sekarang, itu bisa di atas 150 [paket] diantar," sebutnya kepada Tirto, Sabtu (22/3/2025).
Peningkatan pengantaran paket tersebut berimbas kepada jam kerjanya. Franki saat ini mulai mengambil paket sekitar 06.30 WIB. Ia lantas mengakhiri kerjanya setelah mengirimkan semua paket sekitar 21.30 WIB-22.00 WIB.
"Sekarang kan jadi ngambil [paket] lebih pagi, pulang lebih malam. Belum harus puasa, tapi ya mau bagaimana, saya kan ada keluarga, ada anak. Dijalani saja," ucapnya.
Di satu sisi, Franki mengaku sang istri memaklumi jam kerjanya saat ini. Sebelum menjadi kurir, ia bekerja serabutan demi menghidupi keluarganya. Sang istri juga memahami kondisi tersebut.
"Yang penting kita masih pulang bawa duit, kondisinya selamat gitu," tutur Franki.
Meski telah kerja banting tulang, Franki mengaku tidak mendapatkan THR dari kantornya. Sebab, status dia saat ini dinamakan mitra. Franki menyinggung pernyataan pemerintah yang telah meminta operator platform membayarkan bonus hari raya untuk ojek online.
Dalam kesempatan itu, ia berharap regulasi tersebut diterapkan juga bagi perusahaan pengantar paket. "Harapannya sebenernya kita kondisinya kan pengin dapet THR kan anak-anak kita juga pengen beli baju lebaran," tutur Franki.
Beban kerja kurir perlu jadi perhatian
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar mendorong pemerintah untuk menetapkan regulasi terkait jam kerja kurir paket. Mengingat, jam kerja serta beban kerja kurir paket yang selalu melonjak menjelang Lebaran 2025.
Perusahaan aplikasi cenderung bersikap eksploitatif terhadap para kurir tanpa memperhatikan jam kerja serta beban kerja kurir paket mereka. "Selama ini, pekerja seperti kurir sering bekerja hingga 20 jam sehari demi mengumpulkan uang. Namun, tanpa aturan yang membatasi jam kerja, mereka justru menginvestasikan penyakit bagi diri sendiri," ujar Timboel kepada Tirto, Senin (24/3/2025).
Ia menekankan bahwa diperlukan batasan jam kerja yang lebih manusiawi. Misalnya, kurir maksimal bekerja selama 12-15 jam per hari. Dengan demikian, kurir masih memiliki waktu untuk istirahat serta kehidupan sosial masing-masing.
Di satu sisi, Timboel menyoroti aspek keselamatan dan keamanan untuk kurir yang belum diterapkan sepenuhnya. Padahal, pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.
"Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kurir mendapatkan alat pelindung diri yang sesuai, seperti helm, jaket, dan sepatu, demi keselamatan mereka di jalan," ucapnya.
Di satu sisi, Timboel mendorong pemerintah segera menetapkan regulasi terkait bantuan hari raya bagi kurir paket. Sebab, peran kurir dinilai krusial dalam mendukung pergerakan barang dan jasa di Tanah Air.
Menurut dia, kurir tidak hanya membantu kelancaran ekonomi, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap pendapatan perusahaan aplikasi.
"Seharusnya pemerintah mengapresiasi mereka dengan memastikan bantuan hari raya dibayarkan. Selama ini, mereka telah mendukung pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat distribusi barang dan jasa," katanya.
Menurut Timboel, bonus hari raya bagi kurir tidak hanya berdampak pada kesejahteraan pekerja, tetapi juga berperan dalam mendorong konsumsi masyarakat.
Ia menekankan, bantuan hari raya juga akan berdampak positif pada penerimaan negara. Pajak dari barang yang dikonsumsi akan meningkat, keuntungan bagi pengusaha bertambah, dan perputaran ekonomi menjadi lebih stabil.
"Ketika mereka menerima bonus hari raya, uang itu akan digunakan untuk membeli barang dan jasa saat Lebaran. Artinya, konsumsi meningkat, produksi barang bertambah, lapangan kerja tercipta, dan ekonomi bergerak lebih cepat," ucap Timboel.
Tren belanja masyarakat jelang lebaran
Sejumlah survei menampilkan data bahwa masyarakat mengeluarkan uang lebih untuk belanja saat bulan Ramadhan. Hasil survei Jakpat menemukan bahwa masyarakat mengalokasikan dana lebih untuk belanja selama Ramadhan 2025.
Dalam laporan bertajuk “Future Insights into Ramadan and Eid 2025”, 52 persen responden mengalokasikan dana lebih besar untuk bulan puasa dibanding bulan lainnya. “Akan ada lebih banyak daya beli pada bulan Ramadhan tahun ini dibandingkan dengan bulan non-Ramadhan dan Ramadhan tahun lalu,” begitu salah satu bunyi simpulan laporan tersebut.
Sebagai perbandingan, survei Snapchart terkait belanja masyarakat pada Ramadhan 2025, menyebut 75 persen responden memperkirakan pengeluaran mereka akan meningkat selama Ramadhan tahun ini.
Menariknya, survei pada Februari 2025, yang melibatkan 1.800 responden ini, menunjukkan kalau 89 persen responden akan melakukan efisiensi bujet saat berbelanja. Mereka akan mencari produk dengan potongan harga atau diskon paling besar (46 persen) dan membeli produk yang menawarkan harga lebih murah (43 persen). Hanya sekitar 12 persen yang tetap akan membeli kebutuhan Ramadhan tanpa mempertimbangkan harga.
Sementara itu, dari sekitar 1.000 orang yang mengalokasikan dana pada Ramadhan 2025 di survei Jakpat, di hampir semua kategori produk, responden memilih belanja secara daring.
Hal ini sejalan dengan temuan survei GoodStats yang merekam bahwa 61,1 persen dari 1.000 orang responden survei punya kebiasaan belanja di marketplace selama bulan Ramadhan. Survei ini menemukan bahwa pakaian (32,6 persen) adalah produk yang paling populer dibeli secara daring, baru kemudian makanan (29.2 persen), alas kaki (15,2 persen), serta hadiah lebaran (13 persen).
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Rina Nurjanah