tirto.id - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membuat banyak gebrakan sejak hari pertama kembali menjabat. Salah satu yang signifikan, merencanakan AS hengkang dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menukil laman resmi Gedung Putih, pihaknya menyampaikan alasan AS ingin keluar, di antaranya meyakini WHO gagal menangani pandemi COVID-19 dan krisis kesehatan global lainnya.
Tak hanya itu, WHO juga disebut tak mampu menunjukkan independensi dari pengaruh politik tak pantas dari negara-negara anggotanya. WHO pun dikatakan terus menuntut pembayaran yang memberatkan dari AS, jauh dari proporsi pembayaran yang ditetapkan negara lain.
"Cina, dengan populasi 1,4 miliar, memiliki 300 persen dari populasi Amerika Serikat, tetapi memberikan kontribusi hampir 90 persen lebih sedikit kepada WHO," begitu bunyi pernyataan Gedung Putih.
Keputusan ini sontak menuai sorotan, tak hanya di level lokal, melainkan juga secara global. WHO sendiri menyesalkan rencana tersebut dan berharap AS bisa mempertimbangkan kembali keputusannya.
Lewat situs resminya, WHO menyatakan organisasinya memainkan peran penting dalam melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat dunia, termasuk warga Amerika. Hal itu disebut dilakukan dengan menangani akar penyebab penyakit, membangun sistem kesehatan yang lebih kuat, dan mendeteksi, mencegah, serta menanggapi keadaan darurat kesehatan.
WHO turut menyinggung peran AS sebagai anggota pendiri WHO pada 1948. Dengan partisipasi AS dan negara anggota lainnya, WHO mengklaim, selama 7 tahun terakhir telah melaksanakan serangkaian reformasi terbesar dalam sejarah.
“Selama lebih dari tujuh dekade, WHO dan AS telah menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi warga Amerika dan semua orang dari ancaman kesehatan. Bersama-sama, kita mengakhiri cacar, dan bersama-sama kita telah membawa polio ke ambang pemberantasan,” tulis WHO dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
Sudah banyak pernyataan yang dilontarkan pihak WHO untuk merayu Trump. Profesor hukum dan direktur Pusat Kolaborasi WHO di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin, dalam wawancaranya dengan PBS News bahkan menyebut bahwa AS tanpa WHO adalah “AS yang sendirian dan terisolasi, serta lebih rapuh dan rentan”.
Menarik ingatan ke belakang, Trump sebenarnya tak sekali ini menyatakan minggat dari WHO. Di pemerintahan sebelumnya, ia pun mengumumkan hal yang sama, tetapi keputusan itu dibatalkan oleh Presiden ke-46 AS, Joe Biden.
Rusak Keuangan WHO & Pengaruh AS
Kent Buse, seorang Profesor Kebijakan Kesehatan di Monash University Malaysia, dan beberapa akademisi lain menyebut penarikan AS dari WHO tidak hanya merusak keuangan dan program WHO itu sendiri, tetapi juga pengaruh dan kedudukan Amerika di mata dunia.
Dalam artikel yang dipublikasikan di situs jurnal thebmj, Selasa (21/1/2025), mereka menyatakan kalau hengkangnya AS tidak akan “Membuat Amerika Sehat Kembali,” tetapi justru mengancam kepentingan nasional dan kesehatan penduduknya.
“Karena WHO kehilangan dana dan keahlian dari salah satu anggotanya yang paling menonjol, kami bertanya bagaimana komunitas kesehatan global dapat mendukung efektivitas dan ketahanannya yang berkelanjutan,” ditulis dalam situs itu.
AS dikatakan sudah menjadi penyandang dana kesehatan global terbesar di dunia, yang mendukung berbagai program untuk memerangi penyakit, seperti Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), tuberkulosis, dan malaria. AS juga telah mendukung kesiapsiagaan dan respons pandemi, serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Memang, berdasarkan data Donor Tracker (sebuah platform yang melacak pendanaan pembangunan), AS sejauh ini tercatat sebagai pendonor kesehatan global teratas, dengan sumbangan mencapai 15,8 miliar dolar AS pada 2022.
Mengutip Reuters, AS diketahui menyumbang sekitar 18 persen pendanaan untuk WHO, yang tengah berjuang mengumpulkan dana untuk keadaan darurat kesehatan dari Gaza hingga Ukraina. Anggaran dua tahun lembaga tersebut untuk 2024-2025 mencapai 6,8 miliar dolar AS.
Pada periode tersebut, AS membiayai 75 persen program WHO untuk penanganan human immunodeficiency virus (HIV) dan penyakit menular seksual lainnya. Kemudian, lebih dari 50 persen berkontribusi untuk memerangi tuberkulosis.
Apabila menilik laporan keuangan WHO 2023 yang telah diaudit, AS juga bisa terbilang menjadi negara dengan kontribusi finansial tergemuk. Negeri Paman Sam menyumbang sekira 15 persen, baru disusul Yayasan Filantropi Bill & Melinda Gates, GAVI, Jerman, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara, Komisi Eropa, Bank Dunia, Cina, dan Kanada.
Selain Yayasan Filantropi Bill & Melinda Gates, sumber-sumber pendanaan itu memberikan kontribusi di bawah 10 persen. Cina dan Kanada sendiri masing-masing menyumbang sebesar 2 persen.
Berbicara angkanya, jumlah yang digelontorkan AS untuk WHO pada 2023 bernilai 481 juta dolar AS, di mana 113 juta dolar AS di antaranya merupakan jumlah yang harus dibayarkan suatu negara anggota kepada WHO setiap tahunnya. Jumlah yang ditentukan itu memang lebih besar ketimbang negara-negara lainnya, seperti Cina, Jerman, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara, serta Kanada.
Meski AS merupakan sumber donor terbesar bagi WHO, Pakar hubungan internasional, Teuku Rezasyah, merasa tak terlalu khawatir, sebab masih ada pendonor lain seperti Yayasan Filantropi Bill & Melinda Gates.
Rezasyah memaklumi keputusan Trump, lantaran ekonomi AS sedang susah dan utang luar negerinya pun banyak. Meski AS adalah sumber pendanaan utama, Rezasyah beranggapan, bukan berarti negara itu adalah sumber satu-satunya bagi WHO.
“Tapi ini kan permainannya Trump, dan dia terbiasa memainkan emosi organisasi internasional, memainkan emosi orang, siapapun sekarang ketar ketir sama Donald Trump ini. Jadi ada kemungkinan dari sekian puluh executive order, 80 persennya, itu akan dia sensor lagi, sesuai dengan analisis lanjutan dia kan,” kata Rezasyah lewat sambungan telepon, Kamis (23/1/2025).
Taksiran Rezasyah, AS tengah mempertimbangkan untuk mengarahkan uangnya demi pertahanan negaranya sendiri. Ditambahkannya, jangan sampai AS berpikir, tanpa mereka dunia akan kacau balau.
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Anggun P Situmorang