tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali melontarkan wacana kontroversial. Beberapa waktu sebelum dilantik, Trump disebut berencana akan merelokasi warga Palestina di Jalur Gaza ke sejumlah negara, salah satunya Indonesia. Dikutip dari NBC News, wacana itu disampaikan oleh salah seorang anggota tim transisi pemerintahan Trump yang namanya tidak disebutkan.
Anggota tim transisi Trump itu menyebut bahwa wacana relokasi warga Gaza merupakan bagian dari upaya untuk membangun kembali Gaza. Hal itu juga merupakan bagian dari rencana jangka panjang usai kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel berlaku sejak Minggu (19/1/2025) lalu.
"Pertanyaan yang masih tersisa adalah bagaimana membangun kembali Gaza, serta akan direlokasi ke mana sekitar 2 juta warga Palestina untuk sementara waktu. Indonesia, misalnya, merupakan salah satu lokasi yang sedang didiskusikan untuk menampung sebagian dari mereka," kata anggota tim Trump tersebut, dikutip dari NBC News, Minggu (19/1/2025).
Meski demikian, tim transisi Trump mengakui bahwa itu adalah rencana yang kontroversial. Pasalnya, warga setempat dan mayoritas masyarakat Arab tidak memandang wacana relokasi itu dapat dijadikan strategi perwujudan kemenangan Israel menguasai Palestina.
"Banyak yang percaya bahwa relokasi akan menjadi langkah pertama Israel yang memaksa mereka meninggalkan tanah mereka," kata anggota tim transisi Trump itu.
Terkait wacana kontroversial tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengaku belum mendapatkan informasi apa pun.
“Pemerintah RI tidak pernah mendapatkan informasi apa pun mengenai hal ini [relokasi warga Gaza ke Indonesia]," kata Juru Bicara Kemlu RI, Roy Soemirat, saat dihubungi Tirto pada Senin (20/1/2025).
Lantas, apakah wacana relokasi tersebut benar-benar dapat berdampak positif bagi warga Gaza?
Kontraproduktif dengan Semangat Two State Solution
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Agung Nurwijoyo, menyebut bahwa wacana merelokasi warga Gaza ke Indonesia sangat kontraproduktif dengan upaya perwujudan solusi dua negara atau Two State Solution yang selama ini didorong oleh AS.
"Ide tersebut kontraproduktif dengan spirit solusi dua negara yang selama ini digaungkan dan juga dipromosikan oleh Amerika Serikat. Jelas hal tersebut juga tentu akan melahirkan respons negatif dari komunitas internasional terhadap AS," kata Agung saat dihubungi Tirto, Senin (20/01/2025).
Two State Solution adalah konsep penyelesaian konflik Israel-Palestina yang bertujuan mendirikan dua negara merdeka, yaitu Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai dalam batas wilayah yang disepakati.
Artinya, merekolasi warga Gaza ke Indonesia jelas bertentangan dengan solusi tersebut. Tak hanya itu, warga Palestina pun bisa saja kehilangan hak atas tanahnya sendiri.
Oleh karena itu, Agung menilai bahwa wacana relokasi itu sebenarnya berkelindan dengan posisi keberpihakan AS yang selama ini condong ke Israel.
"AS dari awal memang terus berupaya untuk menunjukkan Israel sebagai pemenang perang. Ini intensi natural mengingat peran AS sebagai aliansi abadi Israel," ujar Agung.
Meski demikian, relokasi warga yang terdampak konflik ke Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Pada November 2023 lalu, sekitar 1.000 warga Rohingya yang terdampak konflik di Myanmar sempat masuk ke wilayah Indonesia lewat perairan Aceh.
Saat itu, kedatangan pengungsi Rohingya itu menghadapi gelombang protes dari masyarakat Indonesia. Masyarakat khawatir, relokasi pengungsi Rohingya di Aceh hanya akan menimbulkan masalah baru bagi warga lokal.
Menurut Agung, masalah serupa bisa saja terjadi pada relokasi warga Gaza ke Indonesia. Meski begitu, dia berkeyakinan resistensi masyarakat tidak akan sebesar pada saat penolakan pengungsi Rohingya.
"Tentu akan memunculkan masalah, tapi bobotnya akan berbeda dengan isu migrasi pengungsi Rohingya. Jadi, tidak bisa apple to apple. Respons publik menurut saya akan jauh melihat bahwa relokasi ini bukan sebuah solusi dengan pemahaman bahwa Tanah Palestina adalah di Palestina sehingga [masyarakat] tidak melihat relokasi ke Indonesia sebagai solusi," katanya.
Agung menambahkan bahwa Indonesia sudah semestinya menolak wacana relokasi itu. Baginya, relokasi warga Gaza merupakan perlakuan diskriminatif terhadap bangsa Palestina.
"Jika kebijakan ini benar-benar diambil, saya melihat bahwa Indonesia dan komunitas internasional wajib menolak dan mengkritisi," imbuhnya.
Relokasi Warga Gaza adalah Pelanggaran HAM
Dosen hubungan internasional sekaligus pendiri lembaga penelitian dan pelatihan independen Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, menyebut wacana Trump sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya, merelokasi warga Gaza dari negara asalnya sama saja dengan mencabut hak warga Gaza dari akar budayanya.
"Memindahkan orang itu artinya displacement of people, orang dicabut dari akar budaya, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Ini melanggar HAM karena orang-orang tersebut berpotensi jatuh dalam kemiskinan, jatuh sakit, trauma, dan sebagainya," ucap Dinna saat dihubungi Tirto, Senin (20/1/2025).
Bagi Dinna, wacana relokasi warga Gaza ke Indonesia tidak solutif dan hanya akan menimbulkan masalah baru. Sedangkan, masalah utama, yakni penjajahan Israel terhadap Palestina, justru akan semakin diabaikan. Wacana itu juga akan semakin menjauhkan upaya perwujudan komitmen Two State Solution yang selama ini sudah disepakati.
"Memindahkan orang dari satu tempat ke tempat lain tidaklah menyelesaikan masalah utama, yakni kepatuhan Israel pada kesepakatan internasional tentang Two State Solution," kata Dinna.
Wacana relokasi juga disebut bertentangan dengan perjuangan diplomasi Indonesia dalam mendorong kemerdekaan Palestina. Jika wacana ini terjadi, masa depan kedaulatan Palestina akan semakin jauh dan hanya menjadi angan-angan.
"Indonesia hendaknya berhati-hati karena dengan pemindahan orang Palestina keluar dari tanah Palestina, maka masa depan Palestina sebagai bagian dari Two State Solution makin jauh. Ini bertentangan dengan perjuangan diplomasi Indonesia," ucap Dinna.
Dinna juga menyebut bahwa wacana relokasi tersebut belumlah memiliki prosedur yang terencana dengan jelas. Baginya, untuk menindaklanjuti wacana tersebut, AS harus terlebih dahulu bernegosiasi dengan Indonesia sebagai negara tujuan.
AS tidak bisa menginstruksikan relokasi warga Gaza ke Indonesia secara sepihak dan memaksa tanpa adanya kesepakatan resmi dengan pemerintah Indonesia.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fadrik Aziz Firdausi