tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengusulkan adanya tambahan kuota impor minyak dan liquified petroleum gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS) kurang lebih senilai USD10 miliar atau sekitar Rp167,73 triliun (kurs Rp16.773 per dolar AS).
“Kami dari ESDM mengusulkan agar kita [Indonesia] mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor LPG yang angkanya kurang lebih di atas USD10 miliar,” kata Bahlil di Jakarta International Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Usulan tersebut dilayangkan Bahlil untuk menekan surplus neraca perdagangan antara AS dengan Indonesia yang mencapai USD14,6 miliar. Data itu dia kutip dari data Badan Pusat Statistik.
“Data BPS mengatakan surplus Indonesia 14,6 miliar dolar AS. Maunya Amerika seperti apa? Agar neraca perdagangan kita seimbang,” ucap Bahlil.
Dia menjelaskan Indonesia harus mempersempit defisit neraca perdagangan AS sebagai bentuk negosiasi untuk menurunkan tarif timbal balik atau tarif impor yang dikenakan Indonesia sebesar 32 persen.
“Kalau ini saja kita geser maka defisit neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi, neraca kita balance, ini yang akan kita lakukan,” jelas Bahlil.
Dia pun meluruskan pemerintah tidak berencana untuk melobi AS untuk persoalan mineral kritis. Bahlil menyebutkan ketidakseimgangan neraca perdagangan adalah suatu permasalahannya dan tidak ada persoalan lainnya.
Bahlil menegaskan Indonesia selalu terbuka apabila AS ingin membicarakan kerjasama mineral kritis.
“Tidak ada kaitannya mineral kritis dengan perang tarif ini. Bahwa kemudian ada komunikasi bilateral mereka butuh mineral kritis kita, kami terbuka. Kami sangat terbuka dan senang,” tutup Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menyatakan dirinya sudah menjadwalkan pertemuan dengan Menteri ESDM Arab Saudi pada pekan ini. Dia menyebut, nantinya pertemuan itu akan membahas terkait kerja sama antara kedua negara, termasuk sektor mineral kritis.
“Ya memang ada agenda, (bertemu) Menteri ESDM Arab Saudi ketemu sama saya hari Kamis, minggu ini, tanggalnya saya lupa. Ada memang,” ungkap Bahlil di Jakarta International Convention Centers (JCC), Jakarta, Selasa (15/4/2205).
Bahlil menegaskan bahwa kerja sama tersebut dilaksanakan berdasarkan asas ekonomi dan politik bebas aktif sehingga Indonesia tentunya terbuka untuk siapapun yang ingin menjalin kerja sama.
“Kita ini sekarang, Indonesia itu, kan, mengandung asas ekonomis bebas aktif. Politik bebas aktif. Negara siapa pun yang mau melakukan kerja sama dengan Indonesia, monggo. Termasuk Amerika, Cina, Arab, Korea,” sebutnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama