Menuju konten utama
Pelecehan Seksual PPDS di RSHS

Wamenkes Ingin Ada Tes Kejiwaan Calon PPDS usai Kasus di RSHS

Wamenkes ingin menerapkan tes MMPI agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan sesuai janji dokter seperti pelecehan seksual yang dilakukan dokter PPDS RSHS.

Wamenkes Ingin Ada Tes Kejiwaan Calon PPDS usai Kasus di RSHS
Wamenkes Dante Saksono. FOTO/Wikimedia Commons

tirto.id - Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mewajibkan tes kejiwaan menggunakan MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) bagi calon peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), khususnya di bidang yang berisiko tinggi seperti anestesi.

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi terulangnya kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter Priguna Anugerah Pratama (31) kepada keluarga korban di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung, beberapa waktu lalu.

“Nanti akan ada seleksi, nanti akan ada cek namanya MMPI. MMPI ini pemeriksaan untuk kesehatan jiwa terlebih lagi untuk yang berkaitan menggunakan obat-obat bius seperti program anastesi ini,” ujar Dante kepada wartawan di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Kamis (10/4/2025).

Dante menilai, pelaksanaan tes kejiwaan akan menilai peserta pendidikan tak hanya pintar, tetapi juga tak memiliki gangguan dalam menjalankan tugas untuk melayani masyarakat. Dante menambahkan, tugas mulia ini harus dijalani sepenuh hati dan tidak sesekali menyalahgunakan wewenang sesuai sumpah dokter.

"Tes mental untuk peserta pendidikan tidak hanya mereka pintar, tapi juga sehat secara jasmani dan rohani supaya bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia menangani masyarakat dengan hati, tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan sesuai janji kedokteran," ujarnya.

Sebelumnya, menurut pihak kepolisian, Priguna Anugerah melancarkan aksi bejatnya dengan modus ingin mengambil darah korban dan membawanya ke ruang instalansi rawat darurat (IGD) di lantai 7, RS Hasan Sadikin, pada Selasa, 18 Maret 2025.

Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan terhadap saksi-saksi, polisi telah mengamankan sejumlah alat bukti antara lain 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah alat kontrasepsi atau kondom, 2 buah obat midazolam dan beberapa obat lainnya. Kemudian, 1 buah baju tangan warna hitam, serta 1 buah tangan panjang warna putih dengan corak warna hitam.

Saat ini, Kemenkes juga menginstruksikan kepada Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) Priguna. Secara otomatis, pencabutan STR ini membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) yang dimiliki dokter tersebut.

“Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, dalam keterangan resminya dikutip pada Kamis (10/4/2025).

Aji mengatakan, dengan pencabutan STR ini Priguna dipastikan tak akan dapat menjalankankan praktik sampai seterusnya meskipun proses hukum yang dilaluinya nanti telah selesai. Hal ini karena, kedua dokumen tersebut saling berkaitan dan memiliki ketentuan tersendiri.

“STR itu kan sekarang sudah, sejak Menteri sekarang, STR berlaku seumur hidup. Yang diperpanjang lima tahun sekali itu SIP. Dan kalau STR diterbitkan oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). Kalau SIP diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Setempat. Tapi syarat untuk praktik dan dapat SIP harus punya STR,” kata Aji saat dihubungi Tirto.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher