tirto.id - Kedai Kopi Cikini 049 di lantai 3 gedung Cikini Gold Center tampak sepi. Sampai sekitar pukul 12 siang Kamis, 24 Januari 2018, belum ada konsumen yang mampir.
“Banyak pesanan lewat Go-Food saja,” kata Fadli, barista yang saat itu sedang meracik segelas kopi.
Kedai Kopi Cikini 049 tidak seperti kedai kopi pada umumnya yang menyediakan tempat duduk yang nyaman. Kedai kopi ini hanya menempati sepetak kios berukuran 3 x 4 meter. Jika ada konsumen, mereka harus duduk bercampur dengan konsumen gerai lain di food court tersebut.
Meski terlihat sempit, kecil, dan tak menyolok, pelanggan Kopi Cikini 049 bukan orang sembarangan. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, adalah salah satu konsumen kopi Cikini 049. Begitu pula Rachel Maryam, artis yang kini menjadi politikus. Juga ustaz Erick Yusuf yang kerap tampil di televisi. Ketiganya pernah meng-endorse Kopi Cikini 049.
Jika melihat menu kopi, sebenarnya tak jauh beda dari kedai kopi lain, katakanlah Starbucks atau kedai kopi di daerah Cikini lain. Harganya pun biasa saja, tidak kelewat mahal walau juga tidak murah-murah amat. segelas Oreo Coffee dihargai Rp25 ribu.
Lantas apa yang spesial dari kedai ini? Jawabannya: Gendis Siti Hatmanti, si pemilik kedai. Dia adalah cucu Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
Bisnis Masa Lalu
Gendis baru terjun ke bisnis ini pada awal 2017. Sebelumnya ia sudah lebih dulu terjun di dunia properti dan memiliki sebuah hotel di Bandung. Jika dibandingkan dua bisnis tersebut, apalagi dibandingkan bisnis yang pernah dijalankan oleh ayah, paman dan bibinya, kedai kopi ini jelas tidak sebanding.
Bandingkan dengan PT Citra Lamtoro Gung Persada milik Siti Hardiyanti Rukamana yang akrab dipanggil Tutut, putri pertama Soeharto. Di puncak kejayaannya, perusahaan ini menjadi perusahaan sapu jagad. Hampir semua bidang usaha digarap perusahaan ini, mulai konstruksi, perdagangan, pertanian sampai kerajinan tangan.
Berdasarkan data profil perusahaan di Ditjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM, Danty Indriastuti Purnamasari, putri ketiga Tutut, juga dilibatkan di perusahaan PT Citra Lamtoro. Ia menjadi salah satu pemegang saham sebesar Rp3 miliar, sedangkan ibu dan bapaknya masing-masing memegang saham Rp13,5 miliar.
Selain Citra Lamtoro, ada PT Humpuss yang memiliki banyak anak perusahaan yang berbeda bidang usaha. Humpuss adalah miliki Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.
Untuk urusan bisnis properti dan konstruksi, Humpuss memiliki anak perusahaan PT Humpuss Land; bisnis transportasi digarap PT Humpuss Intermoda Transportasi; pengeboran minyak dan gas oleh PT Humpuss Karbometil Selulosa; produksi minyak tanah dan solar oleh PT Humpuss Aromatik; kilang minyak oleh PT Humpuss Pengolahan Minyak; dan eksplorasi minyak oleh PT Humpuss Petragas.
Tommy memiliki saham di PT Humpuss senilai Rp374,9 miliar; Rp1,5 miliar di Humpuss Trading; Rp415,8 miliar di Humpuss Aromatik; Rp3,6 miliar di PT Humpuss Land; dan Rp1 miliar di PT Humpuss Patragas. Sedangkan Harjojudanto, anak kedua Soeharto, memiliki saham Rp231 miliar di PT Humpuss.
PT Lamtoro Gung Persada dan Humpuss Grup sampai kini masih aktif. Keduanya berkantor di Gedung Granadi, aset Yayasan Supersemar yang akan disita oleh pengadilan.
Perusahaan lain yang identik dengan Cendana adalah PT Bimantara Citra. Perusahaan ini bergerak di bidang industri media. Pendirinya Bambang Trihatmodjo, putra ketiga Soeharto. Pada 1989, PT Bimantara Citra mendirikan RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Pada 2007, perusahaan ini diakuisisi MNC lalu mengubah nama menjadi PT Global Mediacom.
Sejak perubahan itu, Bambang tidak lagi memiliki saham di Bimantara. Ia sempat menjadi komisaris untuk beberapa waktu, akan tetapi pada 2008 namanya menghilang dari jajaran Dewan Komisaris dari perusahaan yang kini dikuasai konglomerat media, Hary Tanoesoedibjo.
Sementara putri bungsu Soeharto, Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek Soeharto, mendirikan PT Manggala Kridha Yudha yang bergerak di bidang pertanian. Ia memiliki taman buah Mekar Sari seluas 3.000 hektare di Bogor serta beberapa perkebunan.
Masuk Paradise Papers
Fakta lain yang menarik dari bisnis keturunan Soeharto adalah masuknya nama Tommy dan Mamiek dalam Paradise Papers. Paradise Papers berisi daftar pengusaha yang diduga menyembunyikan kekayaan di negara surga pajak. Dokumen Paradise dirilis pertama kali pada 2017 oleh koran Jerman Süddeutsche Zeitung. Berkas itu lalu disebarkan oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ).
Dalam dokumen itu, dua anak Soeharto disebut menyimpan uang di luar negeri. Tommy tercatat sebagai direktur dan komisaris di Asia Market Investments Ltd. Perusahaan itu terdaftar pada 1997 lalu tutup pada 2000. Perusahaan itu hasil kongsi anak perusahaan Humpuss dengan NLD, sebuah perusahaan periklanan asal Australia.
Sementara Mamiek dalam berkas itu disebut menjadi wakil presiden Golden Spike Pasiriaman Ltd dan pemilik Golden Spike South Sumatera Ltd. Kedua perusahaan itu terdaftar pada 1990 dan sudah tutup.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS