Menuju konten utama

Garuda Biru: Titik Didih Amarah Rakyat atas Pembegalan Demokrasi

Para elite jauh dari sikap negarawan dengan mempertontonkan secara vulgar akal-akalan politik mereka yang lancung.

Garuda Biru: Titik Didih Amarah Rakyat atas Pembegalan Demokrasi
Peringatan Darurat NKRI. (Sumber: Twitter atau X)

tirto.id - “Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” – Pramoedya Ananta Toer

Amarah rakyat memuncak setelah DPR dan pemerintah rezim Jokowi mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. MK mengeluarkan putusan dua uji materi terkait Pilkada, yakni soal syarat usia calon kepala daerah (cakada) dan ambang batas pencalonan bagi partai politik (parpol).

Putusan MK tersebut disambut baik masyarakat luas karena dinilai menghentikan kartelisasi politik dan dinasti politik. Namun sehari setelah putusan, Baleg DPR dan pemerintah justru menganulir putusan MK lewat pembahasan revisi UU Pilkada. Pembahasan DIM agenda revisi ini pun dilangsungkan kilat, hanya tujuh jam dan akan disahkan di rapat paripurna.

DPR dan pemerintah dinilai melakukan pembegalan konstitusi sebab abai terhadap putusan MK 60/2024 dan 70/2024. Bukan hanya abai, wakil rakyat tanpa tahu malu mengutak-atik putusan MK dengan tafsiran sesuai selera mereka. Atas revisi UU Pilkada yang berlangsung kilat ini, tak ayal masyarakat sipil meresponsnya dengan unjuk rasa dan pernyataan sikap.

Misalnya lewat medsos, warganet ramai-ramai membagikan gambar burung garuda dengan latar biru bertuliskan "peringatan darurat". Gambar tersebut viral di media sosial di tengah upaya DPR menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah.

Unggahan tersebut juga kerap dibersamai dengan tagar berbunyi: #KawalPutusanMK. Hasil pantauan Tirto hingga Kamis, (22/8/2024) sore, di media sosial X tagar itu sudah dibagikan 2,46 juta postingan.

Tak jarang unggahan burung garuda berlatar biru itu diunggah dalam versi video. Narasi dalam video tertulis: “Peringatan darurat kepada warga sipil terhadap aktivitas anomali yang baru saja dideteksi oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Warganet yang membagikan video ini diiringi narasi kekecewaan atas sikap DPR dan pemerintah.

Aksi kawal putusan MK di Bandung ricuh

Anggota Kepolisian menghadang pengunjuk rasa saat aksi kawal putusan MK di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/8/2024). Aksi menolak upaya revisi Undang-undang Pilkada oleh DPR RI tersebut berakhir ricuh dengan pihak kepolisian. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/Spt.

Salah satu orang yang membagikan gambar garuda berlatar biru ini adalah Syahrul (28), asal Jakarta. Lewat unggahan cerita WhatsApp, dia mengaku sengaja membagikan gambar itu sebagai ekspresi marahnya atas ‘akrobat’ politik yang dilakukan DPR dan pemerintah.

“Marah banget rakyat berasa dianggap bodoh banget dengan akrobat DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang,” kata Syahrul saat ditemui Tirto disela-sela aksi unjuk rasa di depan Gedung MK, Kamis (22/8/2024).

Syahrul yang bertutur sempat beberapa kali bekerja di sektor advokasi hukum ini, tak habis pikir bahwa DPR dan pemerintah begitu gamblangnya melangkahi konstitusi. Ia yakin para pejabat negara dan wakil rakyat di Senayan paham betul bahwa yang mereka lakukan tidak etis sama sekali.

“Di atas hukum harus ada etika dan moral, ini nggak tahu malu dikangkangi begitu,” geram Syahrul.

Alasan serupa juga dituturkan oleh Erik (26), pekerja swasta asal Depok. Ia menyatakan sedih dan kaget ketika melihat banyak warganet di medsos memposting unggahan burung garuda biru. Erik tak menyangka merasakan sebuah situasi saat Indonesia berubah menjadi negara yang cenderung otoritarian.

“Sedih banget, saya sampai pengen nangis lihat banyak orang nge-post itu. Saya ikut juga bukan apa-apa, ini kayak, ini masa depan kita loh, masa begini otoriter,” ucap Erik saat ditemui Tirto di lokasi yang sama.

Erik berharap DPR dan pemerintah berhenti mengakali hukum demi syahwat keserakahan mereka sendiri. Ia berkata dengan nada murung: “tolong banget, ini nasib yang menentukan banget ke anak-cucu kita semua”.

Setelah DPR dan pemerintah menganulir putusan MK serta berencana mengegolkan revisi UU Pilkada, protes dari masyarakat sipil meletus di sejumlah daerah. Elemen masyarakat sipil seperti buruh, mahasiswa, aktivis, budayawan, hingga akademisi melangsungkan aksi unjuk rasa dengan menolak revisi UU Pilkada dan mengawal putusan MK.

Di Jakarta, Kamis (22/8/2024), unjuk rasa masyarakat terkonsentrasi di depan DPR dan MK. Seorang mahasiswa, Ana (21), juga datang bersama kawan-kawannya untuk unjuk rasa di depan gedung MK. Ia bercerita turut ikut berbagi gambar burung garuda biru di sejumlah akun medsos pribadinya.

“Sebagai bentuk solidaritas dan menyatakan sikap aja sih, kalau saya marah dengan apa yang sudah dilakukan bapak-ibu dewan DPR. Memangnya mereka pikir rakyat bakalan diem aja gitu,” ucap Ana saat ditemui Tirto.

Memakai pakaian hitam-hitam sambil membawa bunga mawar sebagai solidaritas kepada MK, Ana memandang gambar garuda berlatar biru adalah simbol agar masyarakat bangun. Bangun, kata dia, sebab negara tidak baik-baik saja karena digunakan mendukung dinasti sebuah keluarga.

“Semacam wake up call ya saya melihatnya. Ini dinasti keluarga kok diakomodasi melulu,” kata Ana.

Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana gunakan hak suaranya

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ibu Negara Iriana (kanan) menunjukkan jari yang sudah dicelup tinta usai menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2024 di tempat pemungutan suara (TPS) 10 Kelurahan Gambir, kompleks Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Rabu (14/2/2024). Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

Ekspresi Perlawanan

Pakar Hukum Tata Negara, Herlambang P Wiratraman, memandang sikap masyarakat yang marak membagikan postingan garuda berlatar biru sebagai suatu tindakan yang tepat. Hal tersebut menurut dia menjadi simbol dari kekecewaan dan kemarahan atas kekuasaan yang semena-mena.

Herlambang menegaskan bahwa DPR dan pemerintah sudah tidak mau mendengar aspirasi dari rakyat. Pejabat dan wakil rakyat kompak mendadak ‘budek’ mendengar jeritan rakyat. Baru lewat simbol garuda berlatar biru yang masif diunggah di medsos mereka akhirnya mau menoleh kepada rakyat.

“Mekanisme ini penanda bahwa rakyat sudah jengah dengan politik kekuasaan seakan-akan untuk kepentingan politik kartel sekarang ini menguat di Istana dan Senayan. Nah, sehingga publik saya kira memanfaatkan solidaritas sosial,” kata Herlambang kepada reporter Tirto, Kamis (22/8/2024).

Simbol garuda berlatar biru yang diunggah ribuan orang ini menandakan gejala kegelisahan yang nyata di ruang publik atas manuver politik elit yang culas. Tak heran, kata dia, maka rakyat bertatap muka untuk bersolidaritas secara nyata setelah mereka tidak mendapatkan saluran representasi formal ketatanegaraan untuk menyampaikan kegeraman.

Di sisi lain, hal ini menjadi momen untuk membuat masyarakat semakin aktif dan mendapat edukasi politik yang lebih baik. Garuda berlatar biru dengan tanda darurat demokrasi adalah suara untuk menegaskan kepada penguasa bahwa rakyat bukan orang-orang bodoh.

“Membirukan media sosial dengan darurat demokrasi adalah bagian ekspresi terbuka yang mengupayakan ajakan, sekaligus proses pencerdasan publik,” ucap Herlambang.

Aksi kawal putusan MK di Bandung ricuh

Pengunjuk rasa melempar batu saat aksi kawal putusan MK di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/8/2024). Aksi menolak upaya revisi Undang-undang Pilkada oleh DPR RI tersebut berakhir ricuh dengan pihak kepolisian. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/Spt.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, menegaskan bahwa simbol garuda berlatar biru dengan panggilan darurat adalah ekspresi kesadaran rakyat yang marah dan muak terhadap elite politik. Rakyat akhirnya sampai pada titik kesabaran terakhir setelah parpol dan pemerintah sudah mengacak-acak demokrasi demi kepentingan segelintir elite, keluarga, dan sanak famili.

“Mereka membajak demokrasi, menguasai semua posisi-posisi politik, dan membangkang atau kemudian merevisi undang-undang pilkada yang bertentangan dengan semangat yang diputus oleh MK,” ucap Isnur kepada reporter Tirto, Kamis (22/8/2024).

Banyaknya warganet yang membagikan postingan garuda berlatar biru adalah tanda bahwa semua sudah merasakan kekecewaan yang sama. Hukum ditekuk dalam sehari hanya demi cawe-cawe posisi dan melanggengkan kekuasaan.

Isnur berpesan agar DPR, elite politik, serta pemerintah berhenti memainkan hukum hanya karena mereka memiliki posisi atau jabatan yang berwenang. Ia berharap revisi UU Pilkada dibatalkan dan DPR serta pemerintah bisa menuruti hasil putusan MK sebagaimana aslinya.

“Kemudian laksanakan Pilkada dengan demokratis, membuka semua pihak untuk terlibat ya, berpartisipasi, bukan kemudian membuat setting rekayasa, cuma ada satu pasangan calon,” ucap Isnur.

Rakyat Dikerjain Elite

Presiden Jokowi turut buka suara merespons protes rakyat atas sikap DPR dan pemerintah yang mengabaikan putusan MK soal UU Pilkada. Ia merasa aneh ketika mengecek media sosial yang viral justru soal "si tukang kayu".

Hal itu disampaikan Jokowi ketika menyampaikan sambutan dalam acara penutupan Munas XI Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024) malam.

“Setelah saya lihat di media sosial, salah satu yang ramai tetap soal si tukang kayu,” kata Jokowi.

Ia meyakini publik pasti tahu siapa sosok tukang kayu dimaksud. Ia pun mengatakan bahwa putusan terkait UU Pilkada berada di ranah yudikatif dalam hal ini MK. Begitupun soal UU, itu ada di ranah DPR sebagai lembaga legislatif.

Kendati demikian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak mempersoalkan hal tersebut. Bagi Jokowi, julukan tukang kayu yang disematkan kepada dirinya bagian dari warna demokrasi.

“Tidak apa apa. Itu warna-warni sebuah demokrasi,” imbuh Jokowi.

Penutupan Munas XI Partai Golkar

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam penutupan Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/sgd/foc.

Sementara itu, pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyampaikan bahwa rakyat di pelosok-pelosok negeri sebetulnya sudah diakali elite politik dan pemerintah sehari-hari. Masyarakat di daerah sudah kenyang menghadapi ancaman penggusuran ruang hidup akibat proyek-proyek pemerintah.

Namun, lewat media sosial dan masifnya postingan garuda berlatar biru, masyarakat kelas menengah di kota-kota besar akhirnya ikut menyadari bahwa mereka juga korban dari sikap culas para elite. Ditambah, para elite jauh dari sikap negarawan dengan mempertontonkan secara vulgar akal-akalan politik mereka yang lancung.

“Ini momentum, benar-benar menyatakan, benar-benar bersuara, bergerak bareng-bareng, menghentikan orang-orang yang sebenarnya dulu kita yang pilih. Tapi sekarang tidak peduli [dengan] kita maunya bagaimana, tidak peduli dengan hak-hak kita,” tegas Bivitri kepada reporter Tirto, Kamis.

Revisi UU Pilkada Dibatalkan

Saat massa rakyat berduyun-duyun datang ke gedung parlemen, DPR memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan UU Pilkada. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, semula telah duduk di kursi pimpinan rapat paripurna, namun langsung menyatakan bahwa rapat paripurna diundur 30 menit.

Selang 30 menit, kuota forum belum juga terpenuhi. Menurut Dasco, anggota DPR yang hadir berjumlah 89 orang, sedangkan 87 anggota legislatif lain tidak hadir. Karena itu, rapat paripurna lantas ditunda.

"Sehingga sesuai dengan aturan yang ada bahwa rapat tidak bisa diteruskan sehingga acara hari ini pelaksanaan pengesahan RUU Pilkada otomatis tidak bisa dilaksanakan," kata Dasco ditemui di DPR RI, Senayan, Kamis (22/8/2022).

Terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, mengatakan, pemerintah saat ini dalam posisi menunggu surat dari DPR ihwal kelanjutan revisi RUU Pilkada setelah rapat paripurna hari ini ditunda. Menurutnya, pemerintah menunggu apakah pengesahan revisi RUU Pilkada yang menjadi inisiatif dewan dilanjutkan atau tidak.

“Prinsipnya pemerintah sifatnya pasif dan menunggu keputusan dari parlemen, apakah revisi UU ini akan dilanjutkan atau tidak,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Aksi tolak pengesahan Revisi UU Pilkada

Sejumlah mahasiswa lintas perguruan tinggi berhasil menembus pagar Gerbang Pancasila untuk menyuarakan aspirasi mereka di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Unjuk rasa tersebut merupakan bagian dari gerakan peringatan darurat Indonesia yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Sore harinya, Sufmi Dasco kembali menggelar jumpa pers. Ia mengabarkan bahwa pengesahan revisi UU Pilkada dibatalkan. Politikus Gerindra itu memastikan aturan mengenai pencalonan pilkada mengacu pada dua putusan MK. Dia menyadari putusan tersebut bersifat final dan mengikat.

"Bahwa pada saat pendaftaran nanti, karena revisi UU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang, maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi," ucap dia.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyiapkan draf revisi Peraturan KPU (PKPU) pencalonan kepala daerah mengikuti putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

"KPU menyiapkan draf revisi PKPU pencalonan kepala daerah. KPU menegaskan draf tersebut mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi," terang Ketua KPU RI, Mochamad Afifudin saat dikonfirmasi, Kamis (22/8/2024).

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fahreza Rizky