Menuju konten utama

Jogja Memanggil Kawal Putusan MK Dihadiri Rektor UII hingga PRT

Masduki dalam orasinya mengatakan tak ada pilihan lagi bagi masyarakat kecuali mundur dari praktik politik dinasti.

Jogja Memanggil Kawal Putusan MK Dihadiri Rektor UII hingga PRT
Massa Aksi ketika long march menuju Titik Nol Kilometer, Kamis (22/08/2024). tirto.id/Dina T Wijaya

tirto.id - Sejumlah elemen sipil di Jogja, yang terdiri dari aktivis, mahasiswa, buruh, hingga akademisi turun jalan menyerukan tuntutan menolak revisi UU Pilkada yang menganulir putusan MK, Kamis (22/08/2024). Massa mulai bergerak dari parkiran Abu Bakar Ali menuju Titik Nol Kilometer. Beragam spanduk protes dibentangkan sambil meneriakkan orasi.

Aksi ini dihadiri oleh para dosen, termasuk Masduki, yang juga merupakan bagian dari Forum Cik Ditiro. Masduki melakukan orasi di tengah massa aksi, mengatakan, bahwa tak ada pilihan lagi bagi masyarakat kecuali mundur dari praktik politik dinasti.

“Pilihan Anda hanya dua, bergabung bersama hati nurani rakyat atau bergabung dengan kapal yang dua bulan lagi akan tenggelam,” kata Masduki di tengah lingkaran kerumunan massa.

Masduki mewakili kalangan akademisi menyatakan bahwa aksi ini tidak hanya merespons sejumlah politikus yang mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi untuk menegaskan bahwa rakyat tidak setuju terhadap upaya-upaya untuk melancarkan politik dinasti.

Selain itu, sejumlah akademisi juga menyinggung praktik korupsi yang terjadi selama pemerintahan Jokowi. Zaenur Rohman dari PUKAT UGM menyebut, Jokowi mengingkari janjinya bahwa ketika dia selesai menjabat, indeks persepsi korupsi akan turun menjadi 50 per 100, sementara saat ini IPK Indonesia stagnan ada di angka 34 per 100 dan masih sama dengan tahun sebelumnya.

“Namun di tahun ini IPK kita masih sama, artinya 10 tahun kita benar-benar sangat rugi,” kata Zaenur.

Zaenur menambahkan, “Korupsi itu tidak sekadar mengorupsi uang rakyat, tidak sekadar mengorupsi APBN, tetapi yang paling mengerikan adalah ketika presiden mengorupsi hukum, mengorupsi konstitusi.”

Selain Masduki dan Zaenur Rohman, nampak juga rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid. Di tengah kerumunan, Fathul bergabung di tengah-tengah demonstran dan turut meneriakkan orasi.

Fathul mengatakan ratusan dosen ikut turun dalam aksi yang ia sebut sebagai bentuk kesadaran dan gerakan kolektif. Dalam orasinya, ia membacakan satu buah puisi berjudul “Sak Karepmu” dan disambut tepuk tangan ramai oleh para massa aksi.

aksi Jogja Memanggil

Masduki, akademisi yang turut orasi dalam Jogja Memanggil, Kamis (22/08/2024). tirto.id/Dina T Wijaya

Ibu-Ibu PRT Turun dalam Aksi

Nampak di tengah-tengah aksi beberapa ibu-ibu pekerja rumah tangga turut bergabung dengan aksi siang itu. Mereka berkumpul dan mengikuti long march menuju Titik Nol Kilometer. Mereka membawa poster-poster protes bertuliskan “UU Pilkada 1 Jam, RUU PRT 20 Tahun”.

“Ini sangat bertolak belakang dengan kita yang selama 20 tahun ini belum disahkan, sementara RUU Pilkada hanya satu jam,” ungkap Jumiyem, salah seorang PRT yang hadir dalam demo siang itu.

Jumiyem merupakan salah seorang PRT dari Serikat Pekerja Rumah Tangga Tunas Mulia Yogyakarta mengatakan turut prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Ia sangat menyayangkan kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan segelintik pihak dan mendukung gerakan-gerakan masyarakat untuk menyuarakan keresahan dan aspirasinya.

“Saya sebenarnya senang karena semua elemen masyarakat ikut. Harapannya, aksi kita hari ini didengarkan dan tidak sebatas wacana saja, tapi juga menghasilkan sesuatu yang kita harapkan, tidak hanya untuk segelintir orang saja,” kata Jumiyem.

Selaras dengan Jumiyem, Damairia Pakpahan, seorang ibu dan aktivis perempuan, mengungkapkan, bahwa aksi unjuk rasa tersebut merupakan rentetan dari berbagai ketidakadilan yang terjadi, dengan puncaknya respons atas RUU Pilkada yang menyalahi putusan MK nomor 60 dan 70 tentang syarat pencalonan pilkada.

Damairia juga menyoroti isu-isu perempuan yang selama ini belum diperhatikan, seperti halnya UU PRT yang mangkrak selama 20 tahun. Menurutnya, UU Pilkada ini terkesan menyandera kepentingan rakyat.

“Jadi undang-undang penting yang untuk rakyat kenapa lama sekali? Sementara Undang-Undang Cipta Kerja dalam waktu dua tiga bulan langsung. Jadi ini tidak ada kemauan politik dan keberpihakan,” papar dia.

Aksi damai ini ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap dari perwakilan elemen masyarakat. Terdapat sembilan tuntutan yang dibacakan. Salah satu tuntutan utama yang disuarakan adalah merombak UU Partai Politik dan UU Pemilu.

aksi Jogja Memanggil

Fathul Wahid, rekto UII yang turut dalam aksi Jogja Memanggil, Kamis (22/08/2024). tirto.id/Dina T Wijaya

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Dina T Wijaya

tirto.id - Politik
Kontributor: Dina T Wijaya
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Abdul Aziz