tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan partai politik (parpol) dalam Pilkada serentak 2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Putusan itu mengubah Pasal 40 Ayat 1 dan menghapus Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada. Dalam ketentuan syarat, MK menggunakan basis persentase dari total suara sah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Pada poin tersebut, ambang batas untuk mengusulkan cagub dan cawagub, yakni bagi provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen. Kemudian, provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta jiwa sampai dengan 6 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen.
Selanjutnya, provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen. Selanjutnya, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen.
Untuk pencalonan bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil walikota, diputuskan bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang sampai dengan 250.000 jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen. Sedangkan, dengan jumlah penduduk 250.000-500.000 jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen.
Setelah itu, pada kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 sampai dengan 1 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen. Terakhir, yang memiliki pemilih lebih dari 1 juta jiwa, parpol atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen.
Putusan MK tersebut, menjadi kabar baik bagi PDIP, khususnya di Pilkada DKI Jakarta. Sebab, PDIP bisa mengusung kandidat sendiri tanpa harus mencari partai koalisi.
Dalam putusan mengamanatkan batas minimal suara untuk DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 8 juta di angka 7,5 persen. Sementara, PDIP memiliki suara legislatif 14,28 persen.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengakui dengan putusan tersebut partainya bisa mengajukan calon sendiri pada Pilkada Jakarta. Dia pun mengklaim akan segera berkomunikasi dengan Anies Baswedan.
"Ya namanya peluang kan, setiap orang pemimpin yang mendapatkan apresiasi dari rakyat, punya ruang itu dicalonkan dan itulah yang dicermati oleh PDI Perjuangan," kata Hasto.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Anies Baswedan, Angga Putra Firdian, bersyukur dengan putusan MK tersebut. Angga menilai keputusan itu menggambarkan aspirasi dari masyarakat.
"Alhamdulillah, putusan MK bisa kasih peluang ada calon yang lebih menggambarkan aspirasi warga Jakarta seutuhnya. Semoga segera setelah putusan MK, KPU segera mengubah aturannya agar bisa semakin banyak pilihan terbaik untuk warga jakarta," ungkap Angga.
Putusan MK Karpet Merah PDIP dan Anies
Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menuturkan bahwa putusan MK menjadi kabar baik bagi parpol yang saat pileg mendapat suara sebagaimana syarat dalam putusan itu. Titi menjelaskan di Jakarta sendiri, peluang ini perlu dimanfaatkan oleh parpol yang bakal muncul tiga pilihan calon. Tak terkecuali PDIP yang sah berdasarkan syarat mengajukan calon sendiri tanpa menggandeng parpol lain.
"Putusan itu memang membuat PDIP bisa mengusung sendiri calonnya. Karena syarat mendaftarkan calon di DKI adalah kepemilikan 7,5% suara sah pemilu DPRD, sedangkan PDIP memiliki 14% lebih suara sah hasil pemilu DPRD Jakarta yang lalu," ucap Titi kepada Tirto, Selasa (20/8/2024).
Dia menilai, parpol yang memenuhi syarat ambang batas itu bisa menyajikan kader terbaiknya. Bahkan, putusan ini juga bisa mencegah koalisi obesitas yang buruk bagi demokrasi.
"Pemilih juga tidak harus berhadapan dengan fenomena calon tunggal atau calon yang diusung oleh koalisi yang obesitas, sehingga melemahkan fungsi dan peran kontrol partai politik di Parlemen yang juga bisa melemahkan efektivitas Parlemen kita," ujar Titi.
Hal senada juga disampaikan Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio, menilai PDIP yang belum mengumumkan calonnya mendapatkan angin segar dari putusan MK itu.
Hendri menyebut, terdapat sejumlah nama internal yang berpotensi diusung PDI Perjuangan di Jakarta, yakni mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dan mantan Gubernur Banten, Rano Karno.
"Kemungkinan mengusung Anies memang terbuka, namun tak menutup juga PDI Perjuangan memilih mengusung kadernya sendiri. Namun, kalau semangatnya untuk mengalahkan Jokowi, PDI Perjuangan bisa saja pada akhirnya meminta pengertian konstituen untuk bersama mendukung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta," kata Hensat.
KPU Akan Tindaklanjuti Putusan MK
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui akan melakukan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang persyaratan calon kepala daerah di pilkada serentak sebagai tindak lanjut putusan MK. Nantinya KPU juga akan menyosialisasikan kepada parpol atas persyaratan tersebut.
Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, mengakui pihaknya akan memulai proses perubahan dengan menganalisanya terlebih dahulu. Kemudian, dia akan bersurat ke Komisi II DPR RI untuk rapat dengar pendapat atas putusan itu.
"Kami akan melakukan langkah-langkah lainnya yang diperlukan dalam rangka mendalam putusan Mahkamah Konstitusi sebelum tahapan penerbangan calon kepala daerah yang akan dilaksanakan, termasuk melakukan perubahan PKPU No. 8 tahun 2024 sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan," tutur Afif di JCC, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang