Menuju konten utama

Dua LSM Israel Sebut Negaranya Lakukan Genosida di Gaza

Simak alasan 2 LSM di Israel yang sebut negaranya lakukan genosida terhadap rakyat Gaza. Cek pula perkembangan di Gaza dan Konflik Israel-Palestina terbaru.

Dua LSM Israel Sebut Negaranya Lakukan Genosida di Gaza
Warga Palestina berkerumun di titik distribusi sup miju-miju di Kota Gaza, Jalur Gaza utara, pada 27 Juli 2025. AFP/Omar AL-QATTAA

tirto.id - Dua kelompok organisasi LSM di Israel menyebut bahwa pemerintah negaranya tengah melakukan genosida kepada rakyat Palestina di Gaza. Mereka menyebut, Israel tengah melakukan penghancuran masyarakat Palestina dengan cara yang terkoordinasi dan disengaja.

Melansir Reuters, pernyataan tersebut dilontarkan oleh kelompok hak asasi manusia (HAK) B'Tselem dan Physicians for Human Rights Israel dalam konferensi pers pada Senin (28/7/2025).

Direktur Eksekutif B'Tselem Yuli Novak menyatakan bahwa pihaknya memiliki temuan bahwa rakyat Gaza telah dipindahkan secara paksa, dibom, dan dibuat kelaparan oleh Israel.

"Laporan yang kami publikasikan hari ini adalah laporan yang tak pernah kami bayangkan akan kami buat sebelumnya," katanya.

Pernyataaan 2 LSM Israel yang Sebut Negaranya Lakukan Genosida di Gaza

Laporan B'Tselem yang dirilis pada Senin berkesimpulan bahwa Israel telah mengambil "tindakan terkoordinasi untuk secara sengaja menghancurkan masyarakat Palestina di Jalur Gaza".

Dalam publikasinya, B'Tselem menyatakan bahwa serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 telah digunakan oleh kekuatan politik sayap kanan ekstrem guna mempromosikan agenda penghancuran dan pengusiran.

Seturut analisis LSM tersebut, wacana publik yang telah terhasut oleh tokoh politik sayap kanan kemudian menjadi dasar dari kebijakan Israel yang sengaja dibuat "untuk menghancurkan masyarakat Palestina di Gaza".

"Nyawa seluruh warga Palestina, dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania, diperlakukan tak berharga. Mereka bisa kelaparan, dibunuh, diusir," tulis B'Tselem dalam laporannya.

Sementara itu, Physicians for Human Rights Israel (PHRI), menyoroti kerusakan sistem layanan kesehatan Gaza yang ditimbulkan Israel dari perspektif hukum-medis. Mereka menilai bahwa perusakan layanan kesehatan merupakan langkah yang disengaja oleh Israel.

"Israel secara sadar menghancurkan sistem kesehatan Gaza," kata Direktur Eksekutif PHRI Dr. Gur Shalev.

Dalam analisis LSM tersebut, operasi militer Israel yang berdampak pada rusaknya sistem layanan kesehatan Gaza telah memenuhi kriteria genosida berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.

PHRI menemukan bahwa serangan langsung ke rumah sakit, pemblokiran bantuan medis dan evakuasi, serta pembunuhan dan penangkapan tenaga medis oleh Israel dilakukan secara sistematis dan terkoordinir.

"Ini bukan kerusakan insidental akibat perang—ini adalah kebijakan yang disengaja yang bertujuan merugikan penduduk Palestina sebagai sebuah kelompok [etnis]," tulis PHRI.

Di sisi lain, pemerintah Israel, yang selalu konsisten mengklaim aktivitas militer di Gaza sebagai pembelaan diri, membantah tuduhan dua LSM tersebut. Mereka menyebutnya sebagai klaim yang "tidak berdasar".

Pihak militer Israel mengklaim, mereka telah memenuhi hukum internasional untuk mereduksi dampak aktivitas militer kepada warga sipil dan konsisten menyebut Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.

Juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, juga membantah pernyataan dua LSM asal negaranya tersebut. Menurutnya, Israel sama sekali tak berniat melakukan genosida. Walakin, mereka juga tak menampik adanya krisis kemanusiaan dan kelaparan di Gaza.

"Tidak ada niat, [yang] menjadi kunci tuduhan genosida ... tidak masuk akal bagi suatu negara untuk mengirimkan 1,9 juta ton bantuan, yang sebagian besar berupa makanan, jika memang ada niat genosida," kata juru bicara David Mencer.

Per Minggu (27/7), Israel memang melonggarkan blokade bantuan ke beberapa wilayah Gaza dan mengizinkan sekitar 100 truk berisi bantuan kemanusiaan melintas.

Langkah ini merupakan bagian dari jeda taktis yang dilakukan Israel untuk membuka blokade bantuan dan menghentikan operasi militer selama 10 jam sehari di beberapa bagian di Gaza.

Selama pemberlakuan jeda taktis ini, militer Zionis mengklaim telah memastikan jalur aman untuk pengiriman makanan dan obat-obatan setiap pukul 6 pagi dan 11 malam, serta pemberhentian aktivitas militer tiap pukul 10 pagi hingga 8 malam.

Akan tetapi, hal ini dilakukan setelah Israel mendapatkan kecaman keras dari publik internasional atas terjadinya tragedi kemanusiaan di Gaza karena kelaparan akut.

Paus Leo XIV merupakan salah satu tokoh internasional yang mengecam terjadinya kelaparan akut di Gaza pada Minggu.

"Saya mengikuti dengan keprihatinan yang mendalam situasi kemanusiaan yang sangat gawat di Gaza, di mana penduduk sipil ditindas oleh kelaparan dan terus mengalami kekerasan dan kematian," kata pemimpin umat Katolik tersebut, dikutip dari Vatican News.

Sejak dimulainya agresi militer Israel pada 7 Oktober 2023, jumlah korban jiwa terus berguguran. Kementerian Kesehatan Gaza menyebut jumlah korban tewas dalam serangan demi serangan hampir mendekati 60 ribu orang di Gaza.

Blokade Israel yang membuat wilayah Gaza terisolir dari dunia luar juga membuat rakyat Palestina di sana mengalami serangkaian krisis kemanusiaan berupa kelaparan akut. Dampaknya, rakyat Palestina di Gaza menghadapi risiko paparan penyakit yang tinggi akibat malnutrisi.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Flash News
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dicky Setyawan