tirto.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Hasyim Asy'ari dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI merangkap anggota.
Putusan itu usai DKPP mengabulkan aduan dari perempuan berinisial CAT yang merupakan seorang Anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda dalam sidang putusan perkara di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2024).
Ketua DKPP, Heddy Lukito, mengatakan pihaknya mengabulkan seluruh pengaduan pengadu dalam perkara ini.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan," kata Heddy membacakan putusan perkara itu yang juga digelar secara daring.
DKPP lantas meminta Presiden Joko Widodo untuk menindaklanjuti putusan ini dalam waktu 7 hari sejak putusan ini disampaikan. DKPP juga memerintahkan Bawaslu RI untuk mengawasi pelaksanaan putusan.
"Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan," tutur Heddy.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari diadukan ke DKPP pada Kamis (18/4/2024). Hasyim diduga melakukan pelanggaran etik berupa tindakan asusila berbasis relasi kuasa terhadap perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
"Pada hari ini kita melaporkan ketua KPU ke DKPP atas pelanggaran etik integritas dan profesionalitas yang diduga melibatkan tindakan-tindakannya dalam membina hubungan personal, hubungan romantis dengan seorang PPLN di luar negeri," kata kuasa hukum korban dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI), Aristo Pangaribuan.
Kuasa hukum korban lain, Maria Dianita Prosperiani, mengatakan korban bertemu pertama kali dengan Hasyim pada Agustus 2023. Pertemuan keduanya disebut dalam rangka dinas.
Menurut Maria, perbuatan Hasyim dilakukan berulang-ulang. Artinya, tidak hanya pada klien mereka. Sebelumnya, Hasyim juga diduga melakukan pelecehan seksual terhadap politikus Hasnaeni Moein alias Wanita Emas.
Maria mengatakan Hasyim memenuhi kepentingan pribadinya diduga dengan menyalahgunakan jabatan kewenangannya dan menggunakan fasilitas pribadi bersifat relasi kuasa.
"Perilaku ini dilakukan secara berulang-ulang karena tidak hanya terjadi pada pengadu, tapi juga ada putusan-putusan sebelumnya yang melibatkan Hasyim," tutur Maria.
Aristo Pangaribuan mengatakan klien mereka tidak memiliki hubungan pribadi dengan Hasyim, tetapi hanya atasan dan jabatan.
"Klien kami seorang perempuan petugas PPLN, dia tidak punya kepentingan apapun. Dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena kan bosnya Ketua KPU," kata Aristo.
Aristo menjelaskan kenapa korban baru sekarang mengadukan Hasyim ke DKPP. Menurut Aristo, klien tak ingin menganggu tahapan pemilu yang berjalan.
Ia menegaskan pengaduan ini tak memiliki kepentingan politik praktis apa pun, tetapi murni sebagai korban dugaan asusila berbasis relasi kuasa.
Dalam pengaduannya, kuasa hukum korban turut melampirkan sejumlah bukti, antara lain percakapan, foto, hingga pesan tertulis.
Aristo mengatakan konteks asusila yang mereka maksud ialah upaya merayu, mendekati, untuk nafsu pribadi Hasyim kepada korban.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto