tirto.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan pemberian sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari karena menerima pendaftaran Calon Wakil Presiden (Cawapres) 02 Gibran Rakabuming Raka. Selain Ketua KPU Hasyim Asyari, enam anggota KPU lainnya juga diberi sanksi keras.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam ruang sidang di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).
DKPP menilai, para anggota KPU melanggar etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres nomor urut 2. Hal itu tindak lanjut dari pelaporan perkara 135 yang dilakukan oleh Sunandiantoro, selaku kuasa hukum Demas Brian Wicaksono.
Ketua KPU Hasyim Asyari enggan menanggapi keputusan DKPP. Ia menegaskan bahwa mereka patuh proses hukum sebagaimana di DKPP.
"Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang kami juga sudah hadir, memberikan jawaban, memberikan keterangan, alat bukti dan argumentasi-argumentasi," kata Hasyim usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Terpisah, Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, Hasyim tidak dijatuhi sanksi pemecatan meski telah melanggar kode etik dua kali dengan status peringatan keras. Ia mengatakan, keputusan DKPP tidak bersifat kumulatif sehingga tidak sampai dipecat.
"Kasusnya, kan, juga beda, perkaranya beda. Jadi, tidak ada putusan yang akumulatif di DKPP dan perkaranya beda. Yang dulu ini soal pengaduan lain," kata Heddy di Kompleks Parlemen, Senin (5/2/2024).
Heddy pun mengatakan, keputusan DKPP tidak serta-merta mempengaruhi pencalonan Gibran.
"Enggak [tidak berdampak pada pencalonan Gibran]. Ini, kan, murni putusan etik enggak ada kaitannya dengan pencalonan," tutur Heddy.
TKN Prabowo-Gibran pun menanggapi santai keputusan DKPP tersebut. Ketua TKN Prabowo-Gibran Rosan P Roeslani mengatakan, elektabilitas Prabowo-Gibran tidak akan turun akibat putusan DKPP.
"Saya yakin tidak sama sekali [pengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran] karena ini, kan, juga proses yang sudah berjalan, ya, selama kita kampanye," kata Rosan kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Ia menekankan, putusan DKPP tidak mempengaruhi pencalonan Gibran. Ia meyakini putusan tersebut tidak mempengaruhi pasangan Prabowo-Gibran.
"Ya bagi kami yang penting kan itu tidak mempengaruhi pencalonan. Ini, kan, tidak mempengaruhi pencapresan atau pencawapresan," tutur Rosan.
Sementara itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman menekankan bahwa posisi Prabowo-Gibran bukan terlapor dan turut terlapor dalam perkara sehingga tidak berpengaruh pada pencalonan Prabowo-Gibran.
"Keputusan DKPP ini tidak menyebut pendaftaran Prabowo-Gibran menjadi tidak sah," ucap Habiburokhman di Jakarta, Senin.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan pihaknya menghormati keputusan DKPP sebagai lembaga yang diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Namun, kata dia, keputusan DKPP sebagaimana diatur dalam Pasal 458 UU Pemilu tidak lagi bersifat final.
"Berdasarkan keputusan MK Nomor 32/PU/XIX/2021 terhadap putusan DKPP bisa diadukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara, sehingga putusan DKPP tidak lagi bersifat final dan dia merupakan objek dari peradilan tata usaha negara," tuturnya.
“Dengan dua putusan yang melanggar kode etik ini ada alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa harusnya putusan, pendaftaran Prabowo dan Gibran itu dinyatakan dapat dibatalkan, tidak batal demi hukum,” kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).
Todung beralasan, proses hukum lebih lanjut harus dilakukan karena ada pasal hukum yang dilanggar. “Itu artinya ada proses hukum yang lain yang mesti dilakukan. Karena dalam hukum itu ada yang disebut batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Dan menurut saya dapat dibatalkan pendaftaran ini,” katanya.
Todung mengapresiasi putusan DKPP. Ia pun menilai putusan DKPP adalah bukti bahwa ada persoalan serius dalam pelaksanaan pemilu jujur dan adil. Ia pun berharap KPU dapat menjalankan putusan etik tersebut.
Sementara itu, capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengapresiasi putusan DKPP yang sudah berani mengungkap realitas. Ia pun meminta putusan DKPP menjadi alarm dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
"Ini sekaligus juga sebagai pengingat, ini adalah alarm, 9 hari lagu Pemilu. Jangan nanti di hari Pemilu dan sesudah hari Pemilu muncul masalah seperti ini," kata dia.
Bertepatan dengan putusan DKPP tersebut, Anies juga mengungkit petisi demokrasi yang marak disuarakan oleh akademisi kampus. Dia meminta seluruh penyelenggara Pemilu untuk mengintrospeksi diri atas dugaan kecurangan yang dialami.
"Ini sudah saatnya kita berhenti sejenak mengoreksi apa yang sedang terjadi, supaya tidak kebablasan," kata dia.
Di sisi lain, Jubir Timnas AMIN, Muhammad Ramli Rahim menyebut seharusnya konsekuensi dari putusan ini adalah mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. Sebab, keduanya dinilai merupakan pasangan yang tidak sah.
"Jadi sudah dalam proses MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) dinyatakan melanggar, yang seharusnya berkonsekuensi tidak bisa didaftarkan di KPU. Juga pendaftarannya di KPU pun ternyata masih melanggar. Dan seharusnya tidak layak dijadikan sebagai cawapres," kata Ramli, Selasa (6/2/2024).
Putusan DKPP mendapat apresiasi dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis. Koalisi menilai DKPP memberikan penegasan bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka sangat problematik pada berbagai aspek, terutama dari sisi etika dan hukum.
"Putusan DKPP tersebut memberikan sanksi Peringatan Keras dan Terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, dan Peringatan Keras kepada 6 (enam) Anggota KPU. Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024 tanpa dasar hukum berupa Perubahan Peraturan KPU," ujar Julius Ibrani sebagai salah satu perwakilan koalisi, Senin (5/2/2024).
Koalisi menilai bahwa, tidak diragukan sama sekali, pencalonan Gibran sebagai Cawapres Paslon 02 sangat problematik dan cacat etik berat.
Sebelumnya, Putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi RI saat itu, Anwar Usman, yang juga Paman Gibran dan Adik Ipar Presiden Jokowi, melakukan pelanggaran etik berat dalam Putusan MK No. 90/2023 yang memberikan jalan bagi Gibran untuk mendaftarkan diri sebagai Cawapres bagi Capres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Putusan DKPP juga mempertebal daftar kecurangan Pemilu 2024 yang turut diwarnai cawe-cawe Presiden Jokowi dan problem netralitas instansi negara atau pemerintah dan aparatur negara (TNI, Polri, ASN, Aparat Desa, Kampanye Paslon 02, dll) serta korupsi lewat programmatic politics Bantuan Sosial di berbagai daerah.
Koalisi juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memberikan sanksi etik kepada Paslon 02, Prabowo - Gibran dengan melakukan penolakan etik kepada paslon nomor urut 2 pada Pemungutan Suara pada 14 Februari mendatang. Pemilih mesti mengekspresikan kedaulatan rakyat dengan tidak memilih Paslon yang mengandung pelanggaran etik berat dan berulang.
Analis politik dari Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo mengatakan, permasalahan putusan DKPP lebih berdampak pada persepsi publik dalam elektoral, tetapi lebih pada legitimasi pemilu.
"Yang berbahaya adalah dampak di persepsi publik tentang legitimasi pemilu bukan pada salah satu pasangan calon saja tapi pada legitimasi pemilu secara keseluruhan ketika penyelenggara pemilunya sudah dianggap melanggar etik ya itu akan berbahaya bagi legitimasi pemilu secara keseluruhan," kata Kunto, Selasa.
Kunto menilai, putusan DKPP menjadi lampu kuning penyelenggaraan Pemilu 2024. Ia menekankan agar penyelenggara pemilu tidak bermain-main untuk merusak legitimasi pemilu.
"Jangan sampai legitimasi pemilu hancur gara-gara integritas penyelenggara pemilu," kata Kunto.
Terkait kemungkinan komoditas politik, Kunto tidak memungkiri pandangan tersebut. Kunto juga menilai putusan DKPP akan mengganggu elektoral pasangan calon nomor urut 2. Namun, ia pesimistis pemilih paslon nomor urut 2 akan bergeser dengan mudah.
"Saya enggak yakin bahwa pemilih Prabowo-Gibran akan serta-merta meninggalkan pilihannya gara-gara isu ini saja, pasti harus ada isu yang lebih besar, lebih kompleks dari sekadar putusan DKPP ke Ketua KPU," kata Kunto.
Akan tetapi, permasalahan lebih kuat pada masalah legitimasi pemilu secara keseluruhan. "Problemnya bukan pada komoditas politiknya an sich sih, tapi lebih pada legitimasi pemilu secara keseluruhan, kalau nggak mau nerima hasil kan jadi sia-sia yang sudah kita lakukan berbulan-bulan ini," kata Kunto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri