tirto.id - Peristiwa politik selama 2022 menjadi bagian penting dari manuver-manuver politik yang akan terjadi tahun depan atau 2023. Sepanjang tahun ini, setidaknya terdapat beberapa momentum penting dalam menghadapi pemilihan serentak yang dijadwalkan pada 14 Februari 2024.
Sejumlah peristiwa penting ini, antara lain: Pertama, KPU telah resmi mengumumkan parpol peserta pemilu mendatang. Ada 17 parpol nasional yang dinyatakan lolos verifikasi faktual pada Rabu (14/12/2022).
Namun, proses verifikasi faktual ini masih menyisakan persoalan, salah satunya terkait tidak lolosnya Partai Ummat. KPU menyatakan bahwa partai yang didirikan Amin Rais ini tidak tidak memenuhi syarat di dua provinsi, yakni di NTT dan Sulawesi Utara.
Partai Ummat pun tidak tinggal diam dan bersengketa di Bawaslu. Kini, Partai Ummat tengah menjalani verifikasi ulang oleh KPU agar bisa menjadi peserta pemilu pada 2024.
Kadua, munculnya partai baru sehingga parpol peserta Pemilu 2024 lebih banyak dibandingkan 2019. Hal ini tentu akan membuat persaingan memperebutkan suara agar lolos syarat ambang batas parlemen 4 persen lebih ketat.
Ketiga, Presiden Joko Widodo yang resmi menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2022 tentang revisi UU Pemilu. Regulasi ini sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah dan DPR yang memekarkan Papua dan Papua Barat.
Setidaknya ada 4 daerah otonomi baru di Papua dan Papua Barat, yakni Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Pemerintah juga mengubah jumlah kursi di DPR menjadi 580 kursi dari sebelumnya 575 kursi.
Poin keempat, sejumlah partai sudah mulai membangun konfigurasi politik dalam menghadapi Pemilu 2024. Setidaknya ada dua poros yang dipastikan sudah dideklarasikan terbentuk, antara lain Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
KIB digagas oleh tiga parpol, yakni Golkar, PAN dan PPP. Koalisi ini berdiri setelah ketiga partai sepakat berkoalisi sejak 13 Mei 2022 atau jauh sebelum penetapan peserta Pemilu 2024 oleh KPU. Namun, koalisi ini belum menentukan kandidat capres-cawapres mereka dalam menghadapi pemilu mendatang.
Sementara, KIR adalah koalisi yang dibentuk antara Partai Gerindra dan PKB. Kedua partai ini sepakat untuk berkoalisi pada 13 Agustus 2022.
Akan tetapi, koalisi ini memiliki masalah lantaran muncul narasi bahwa Prabowo Subianto, yang merupakan bakal capres dari Gerindra akan berjalan dengan Ganjar Pranowo dalam Pemilu 2024. Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar pun memastikan akan meninggalkan koalisi bila dia tidak menjadi capres maupun cawapres. Hingga kini, koalisi bentukan kedua partai ini masih belum mendeklarasikan kandidat yang akan diusung.
Selain itu, saat ini juga ada tiga partai lain yang tengah menggalang kekuatan di luar dua poros KIB dan KIR, yakni Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS. Ketiga partai ini berencana mengusung eks Gubernur DKI, Anies Baswedan sebagai bakal capres mereka dengan membentuk koalisi perubahan. Namun sampai saat ini, ketiga partai belum kunjung mendeklarasikan koalisi.
Saat ini, baru Nasdem yang mendeklarasikan diri untuk mendukung Anies sebagai capres mereka. Sementara Demokrat dan PKS menggelar pertemuan untuk membahas soal perjuangan politik mereka.
“Ini silaturahim antara dua sahabat untuk memperkokoh kebersamaan Partai Demokrat dan PKS dalam perjuangan politik ke depan,” kata Sekjen Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya, usai mendampingi SBY mengantarkan tamu-tamunya pulang, Kamis (22/12/2022).
Selain itu, Demokrat juga memastikan kalau mereka masih menunggu keputusan majelis tinggi dalam pencapresan. Mereka juga terus mendorong agar Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono bisa mendampingi Anies selain fokus konsolidasi demi pemenangan pemilu.
Terakhir, persaingan elektabilitas bakal capres-cawapres yang semakin sengit. Sejumlah lembaga survei terbaru menyebut tiga nama kandidat bakal capres masih didominasi oleh tiga nama, yakni: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Survei Voxpol terhadap 1.220 responden dengan angka margin of error 2,81 persen pada periode 22 Oktober-7 November 2022 misalnya, berdasarkan top of mind, Anies mendapat 23,6 persen, Ganjar 22 persen, dan Prabowo 18,6 persen. Sementara khusus nama bakal cawapres ada Sandiaga Uno di angka 28,5 persen. Kemudian disusul AHY (18 persen) dan Andika Perkasa (13,2 persen), Khofifah Indar Parawansa (11,5 persen), Erick Tohir (8,6 persen) dan Puan Maharani (8,1 persen).
Dalam survei lain, seperti Poltracking, tiga nama teratas masih sama, yaitu: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. Elektabilitas ketiganya dalam posisi yang sangat kompetitif: Ganjar (28,3%), Anies (24,9%) dan Prabowo Subianto (23,1%).
Sedangkan nama-nama lain memiliki jarak yang cukup jauh. Di posisi keempat dan seterusnya, ada nama Puan Maharani yang hanya mendapatkan elektabilitas 2,6%, lalu Ridwan Kamil (2,5%), Erick Thohir (1,5%), Khofifah Indar Parawansa (1,2%), AHY (1,1%), Sandiaga Uno (1,1%), dan nama lainnya di bawah 1%.
Nuansa Politik 2023 akan Semakin Memanas
Direktur Eksekutif Indostrategi, Arif Nurul Imam menilai sejumlah poin yang dicatat di atas merupakan hal penting yang terjadi sepanjang 2022. Ia menduga nuansa politik pada 2023 akan semakin memanas dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Terkait 2023, saya kira aroma tahun politik sudah makin kencang, makin kental karena di situ pergerakan politik, baik partai politik maupun tokoh-tokoh politik yang akan maju dalam pilpres maupun pemilihan legislatif sudah melakukan kerja-kerja politik,” kata Imam, Senin (26/12/2022).
Imam mengatakan, wacana reshuffle Jokowi yang dihembuskan akhir Desember ini juga berdampak politik, terutama jika Jokowi menendang Partai Nasdem dari kabinet. Ia menilai, aksi penendangan Nasdem yang mendukung Anies akan menimbulkan persepsi bahwa Jokowi tidak sepaham dengan parpol besutan Surya Paloh itu.
“Dari sinilah kemudian Jokowi, potensi untuk melakukan kalkulasi politik ulang dan bisa jadi melakukan reshuffle atas pertimbangan politis,” kata Imam.
Imam menduga, para aktor pemilu baik caleg maupun bakal capres-cawapres akan intens kerja politik pada Februari hingga Maret 2023. Ia memprediksi pula, situasi politik akan panas saat kampanye November 2023.
“Soal situsai koalisi capres-cawapres, saya kira juga detik-detik akhir jelang pendaftaran ke KPU (akan panas dan posisi capres-cawapres final)” kata Imam.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, masih ada satu persoalan yang luput, yakni soal masih ada dorongan tiga periode untuk Jokowi.
Ia menduga, narasi 3 periode tinggal menunggu persetujuan Ketua DPR, Puan Maharani karena dua unsur legislatif, yakni Ketua MPR, Bambang Soesatyo dan Ketua DPD, La Nyalla sempat menunjukkan dukungan Jokowi untuk 3 periode.
PDIP Disebut akan Jadi Faktor Penentu pada 2023
Khusus pada sorotan politik, Kunto sebut bahwa 2023 akan menjadi ajang penentuan semua koalisi apakah akan bertahan atau bubar jalan. Semua perubahan itu tertuju pada satu faktor, yakni aksi PDIP dalam menghadapi Pemilu 2024.
“Dinamika koalisi partai menjelang 2024 pasti akan dikunci dan ditutup di 2023 ini. Problemnya adalah semua partai pasti menunggu PDI Perjuangan. PDIP itu punya kartu truf istilahnya, tinggal PDI Perjuangan, saya yakin akan menentukan atau membuka kartunya di akhir-akhir,” kata Kunto.
Pendapat Kunto didasari karena Gerindra butuh dukungan PDIP, sementara Ganjar yang kandidat potensial juga butuh dukungan PDIP. Aksi itu akan membuka peluang poros akan tetap lebih dari dua atau hanya dua.
Ia mengingatkan bahwa konfigurasi koalisi tergantung oleh sikap partai dan PDIP menjadi kunci karena bisa mengusung sendiri capres-cawapres.
Kunto menambahkan bahwa reshuffle Jokowi pada 2023 juga akan menjadi penting. Ia beralasan, Jokowi akan memberikan angin kepada Nasdem bila menendang partai Surya Paloh itu dari kabinet. Nasdem bisa memainkan narasi playing victim padahal telah berkontribusi untuk kemajuan pemerintahan Jokowi selama ini.
Di sisi lain, kata Kunto, reshuffle bisa menjadi alat untuk menarik partai lain untuk merapat ke pemerintahan.
Lantas, kapan situasi 2023 akan memanas? Kunto mengatakan, situasi politik sudah memanas per awal 2023. Situasi politik akan menurun saat Ramadan dan lebaran mendatang.
“Nah setelah lebaran itu mulai naik lagi. Mei, Juni, Juli itu sudah kita akan menyaksikan bagaimana koalisi-koalisi, banyak tokoh, koalisi-koalisi mungkin semakin memperkuat diri atau bongkar pasang dan tokoh-tokoh mulai menjajakan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden,” kata Kunto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz