tirto.id - Serangan Israel terhadap Palestina yang terjadi sejak Sabtu (7/10/2023) dinilai banyak ahli sebagai genosida. Tindakan genosida Israel terhadap Palestina ini tentu menimbulkan dampak negatif, termasuk jatuhnya belasan ribu korban jiwa.
Pernyataan soal tindakan Israel sebagai genosida ini disampaikan oleh para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan yang rilis di Jenewa, Kamis (16/11/2023).
Menurut Komisi Tinggi PBB (ONHCR) untuk Urusan Pengungsi menyebutkan bahwa para ahli menilai bahwa Israel kini sedang mempertontonkan aksi genosida terhadap Palestina, terutama di wilayah Gaza.
Para ahli menggambarkan tindakan Israel itu sebagai upaya menghancurkan rakyat Palestina atas nama pendudukan. Mereka mengklaim bahwa tindakan Israel kali ini adalah "Nakba" (pembersihan etnis) edisi kedua di Gaza.
Israel juga dinilai telah menggunakan senjata yang mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa serta infrastruktur yang hancur.
"Banyak dari kami yang sudah menyampaikan peringatan atas risiko genosida di Gaza. Kami sangat terganggu oleh kegagalan negara dalam mendengarkan seruan dan segera mencapai gencatan senjata," tutur para ahli seperti yang dikutip dari rilis PBB.
"Kami juga sangat prihatin dengan dukungan yang ditunjukkan beberapa negara terhadap strategi perang Israel melawan penduduk Gaza yang terkepung serta kegagalan sistem internasional dalam memobilisasi untuk mencegah genosida ini," tambah mereka.
Apa Itu Genosida?
Istilah genosida pertama kali diperkenalkan oleh seorang pengacara Polandia bernama Raphael Lemkin. Pria keturunan Yahudi itu menyebutkan bahwa tindakan yang disebut sebagai genosida ada beragam, bukan hanya pembunuhan.
Genosida mencakup tindakan mencegah adanya keturunan (aborsi dan sterilisasi), membuat sarana yang membahayakan nyawa dan kesehatan (pemisahan keluarga secara paksa untuk mengurangi populasi), dan sebagainya.
Tindakan ini dilakukan terhadap suatu kelompok dan beberapa individu yang menjadi anggota dari suatu kelompok. Aksi genosida juga dapat diartikan sebagai kejahatan yang menyangkal keberadaan sekelompok manusia karena alasan ras, etnis, agama, atau bangsa.
Berdasarkan Pasal 2 Konvensi Genosida Paris 1948, genosida adalah tindakan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama.
Kemudian, berdasarkan Pasal 6 Statuta Roma Pengadilan Pidana Internasional genosida adalah setiap tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok berdasarkan bangsa, etnis, ras, atau agama:
- Membunuh anggota kelompok;
- Menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok;
- Dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kehancuran fisik kelompok seluruhnya atau sebagian;
- Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok;
- Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tersebut ke kelompok lain.
Pendapat Ahli Apakah Israel Melakukan Genosida Kepada Palestina?
Tindakan Israel kepada Palestina dibenarkan sejumlah ahli sebagai genosida. Selain pakar PBB di Jenewa, ada pakar-pakar lain yang menyebut bahwa tindakan Israel ke Palestina termasuk sebagai genosida.
Salah satunya adalah peneliti genosida sekaligus penyitas genosida di Bosnia, Arnesa Buljusmié-Kastura. Kastura membenarkan bahwa ciri-ciri genosida terjadi di Gaza.
Hal ini merujuk pada hasutan masyarakat umum Israel yang kerap menyebut "pemusnahan Gaza." Menurut Kastura ini jelas merupakan niat melakukan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida.
"Retorika semacam itu biasa terjadi dalam kasus genosida," katanya dalam Forum Ahli Hukum untuk Palestina, seperti yang dikutip dari Law For Palestina.
"(sehingga) yang terjadi saat ini, yaitu fakta bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah genosida," lanjut dia.
Hal serupa juga dibenarkan oleh Profesor Madya studi Holocaust dan Genosida di Universitas Stockton, Raz Segal. Segal menyatakan bahwa kasus yang terjadi di Gaza ini sesuai dengan definisi genosida yang tercantum di dalam buku teks.
"Pembunuhan, menyebabkan cedera tubuh yang serius, dan tindakan yang diperhitungkan akan mengancurkan kelompok tersebut," kata dia seperti yang dikutip dari Time.
Sebagai bukti adalah tingkat kehancuran secara massal yang dilakukan Israel serta pengepungan total terhadap kebutuhan dasar, semisal air, makanan, bahan bakar, dan pasokan kebutuhan medis.
Di sisi lain, menurut Direktur Program Studi Genosida di Universitas Yale, David Simon Israel hanya ingin memusnahkan Hamas dan tidak ada niat langsung untuk "menghancurkan sebuah kelompok agama, etnis, atau ras".
Kendati demikian, Simon menyebut bahwa kemungkinan Hamas dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dapat dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindakan yang mengarah ke genosida.
Pandangan yang berlawanan datang dari Direktur Program Genosida Kamboja di Universitas Yale, Ben Kiernan. Menurutnya, aksi balasan Israel terhadap Gaza tidak memenuhi ambang batas yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk melengkapi definisi genosida secara hukum.
Dampak Genosida Israel di Palestina
Berdasarkan penuturan para ahli, tindakan yang dilakukan Israel kepada Palestina bisa disebut sebagai genosida. Meskipun masih menjadi perdebatan, namun beberapa dampak negatif akibat serangan Israel kepada Palestina masuk dalam ciri-ciri genosida.
Berikut ini beberapa dampak genosida yang dilakukan Israel kepada Palestina sejak serangan yang diluncurkan pada 7 Oktober 2023:
1. Kematian lebih dari 11.000 warga Palestina
Berdasarkan laporan PBB hingga Kamis (16/11/2023) atau 40 hari sejak serangan Israel ke Palestina, bombardir dan pengepungan di Gaza sudah menelan 11.000 korban jiwa.
Aksi tersebut turut menyebabkan 27.000 penduduk mengalami luka-luka. Warga Palestina yang mengungsi sudah mencapai angka 1,6 juta orang. Ribuan orang juga dinyatakan masih tertimbun di antara reruntuhan bangunan.
Tak hanya di Jalur Gaza, warga Palestina di Tepi Barat juga menjadi korban. 190 orang meninggal dunia, lebih dari 2.700 luka-luka, dan ribuan warga lainnya mengungsi.
2. Jatuhnya korban anak setiap 10 menit
Dari jumlah korban meninggal dunia, 41 persen merupakan anak-anak dan 25 persen korban adalah perempuan. Dalam laporan Al-Jazeera, korban anak-anak sudah tembus angka 4.400 serta 2.900 perempuan.
Pada setiap 10 menitnya, terdapat 1 anak yang terbunuh dan 2 anak terluka. Sekjen PBB pun menyebutkan Gaza sudah seperti "kuburan bagi anak-anak".
3. Kematian tenaga medis, staf PBB, dan jurnalis
Selain mengakibatkan korban dari pihak warga sipil Palestina, serangan Israel juga menyebabkan kematian tenaga medis, staf PBB, dan jurnalis. Masih dikutip dari Al-Jazeera, serangan Israel telah menewaskan 200 petugas medis, 102 staf PBB, serta 41 jurnalis.
Padahal berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 petugas medis, staf kemanusiaan, dan jurnalis adalah pihak-pihak yang tidak boleh menjadi target serangan.
4. Kehancuran rumah sakit infrastruktur di Palestina
Sejak awal November, Israel menargetkan serangan bom ke rumah-rumah sakit termasuk salah satunya RS Indonesia. Tak hanya itu, Israel juga memblokir pasokan air bersih ke Palestina sejak serangan dimulai pada Oktober lalu.
PBB mencatat separuh infrastruktur sipil di Gaza hancur. Akibat hal itu, lebih dari 40.000 rumah, rumah sakit, sekolah, masjid, toko roti, pipa air, saluran air limbah dan jaringan listrik hancur.
Kerusakan ini tentunya mengancam kehidupan warga Palestina di Gaza. Ancaman kehidupan akibat rusaknya infrastruktur ini termasuk:
- krisis makanan dan air bersih;
- rumah sakit berhenti beroperasi karena tidak memiliki bahan bakar;
- kegiatan pendidikan, sosial, dan ekonomi terhenti;
- warga terancam tertular penyakit berbahaya karena mengonsumsi air dari sumber yang tidak bersih;
- peningkatan angka kematian karena korban luka dan kritis tidak bisa diobati.
5. Jutaan warga Palestina dipaksa meninggalkan rumahnya
Pada 13 Oktober 2023 Israel diketahui telah memerintahkan warga Palestina untuk mengungsi ke wilayah selatan. Hal ini dibenarkan oleh staf Islamic Relief di Gaza.
Dikutip dari situs Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) tercatat sudah ada sekitar 1 juta warga Gaza terpaksa mengungsi karena serangan Israel ke warga sipil pada 16 Oktober 2023.
Warga Palestina meninggalkan rumah mereka dan pergi ke selatan meskipun kondisi yang sama terus terjadi. Bahkan di wilayah pengungsian serangan dan pengeboman dari tentara Israel terus terjadi. Hal ini menyebabkan warga Palestina mau tak mau harus meninggalkan tanahnya jika ingin selamat.