Menuju konten utama

Dampak Family Office & Kenapa Purbaya Tak Bolehkan Pakai APBN?

Penolakan Purbaya pakai APBN untuk family office di Bali bisa ubah arah investasi, pendanaan, dan masa depan proyek ekonomi nasional.

Dampak Family Office & Kenapa Purbaya Tak Bolehkan Pakai APBN?
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan paparan pada forum 1 Tahun Prabowo–Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di Jakarta, Kamis (16/10/2025). Acara tersebut digelar sebagai wadah diskusi strategis untuk menelaah capaian, tantangan, dan langkah konkret menuju target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029 sesuai yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar

tirto.id - Isu pembangunan family office di Bali kembali mencuri perhatian publik setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan dana APBN untuk proyek tersebut. Penolakan ini muncul di tengah upaya pemerintah mempercepat pembentukan pusat keuangan baru di Pulau Dewata.

Menurut Purbaya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sebagai pengusul proyek harus mencari pembiayaan sendiri tanpa mengandalkan anggaran negara. Ia menegaskan bahwa APBN saat ini difokuskan untuk program prioritas dan stimulus ekonomi domestik.

“Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun aja sendiri,” ujarnya kepada awak media saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).

Dengan demikian, tidak ada ruang untuk mengalihkan dana ke proyek yang belum jelas konsep dan manfaatnya. Purbaya juga menekankan pentingnya penggunaan anggaran yang tepat sasaran dan transparan agar tidak terjadi kebocoran.

Menariknya, meski sering mendengar wacana family office, Purbaya mengaku belum memahami konsep yang dimaksud DEN. Sementara itu, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan proyek ini rampung pada akhir 2025.

Namun, kelanjutannya masih menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto. Polemik ini pun menimbulkan pertanyaan besar mengenai apa dampak penolakan penggunaan APBN terhadap rencana besar family office di Indonesia?

Apa Dampak Family Office yang Ditolak Purbaya Pakai APBN?

Penolakan penggunaan dana APBN untuk pembangunan family office di Bali memunculkan berbagai dampak terhadap arah kebijakan ekonomi nasional. Langkah tegas Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa ini dinilai bisa mengubah strategi pendanaan dan menunda realisasi proyek yang digagas Dewan Ekonomi Nasional.

Dampak Positif Family Office

Pembangunan family office dinilai dapat membawa sejumlah dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Keberadaannya berpotensi menarik arus investasi global yang sangat besar, sekaligus meningkatkan peredaran modal di dalam negeri.

Dengan meningkatnya investasi, akan tercipta lapangan kerja baru, mendorong konsumsi lokal, serta memperkuat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, family office juga bisa menjadi jembatan penting bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sektor keuangan melalui kolaborasi dengan pemerintah dan lembaga pendidikan.

Tak hanya itu, aktivitas filantropi dan investasi sosial dari para keluarga kaya dunia dapat memberikan kontribusi pada bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.

Dari sisi makroekonomi, Indonesia bisa memanfaatkan momentum meningkatnya ketidakpastian global dan regulasi ketat di negara pesaing seperti Singapura dan Hong Kong untuk menawarkan diri sebagai alternatif tujuan investasi yang stabil dan netral secara geopolitik.

Namun, menurut Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, dampak positif hanya bisa dirasakan bila pendanaan family office dilakukan tanpa menggunakan APBN.

Ia menilai, manfaat investasi harus datang dari kerja sama swasta dan investor, bukan dari uang negara yang seharusnya dialokasikan untuk program prioritas rakyat. Dengan begitu, proyek family office dapat berjalan sehat tanpa membebani keuangan negara.

Dampak Negatif Family Office

Meski dinilai potensial untuk mendatangkan investasi besar, pembentukan family office juga menyimpan berbagai risiko yang patut diwaspadai. Salah satu kekhawatiran utama adalah dampaknya terhadap neraca pembayaran.

Seiring meningkatnya arus investasi asing, potensi repatriasi dividen ke luar negeri dapat menekan nilai tukar rupiah dan memperlemah stabilitas keuangan nasional.

Selain itu, skema bebas pajak yang diusulkan dalam konsep family office dikhawatirkan akan mengurangi potensi penerimaan negara, terutama dari kalangan orang superkaya yang seharusnya menjadi kontributor pajak besar.

Kritik juga datang dari sejumlah ekonom seperti Bhima Yudhistira, yang menilai kebijakan bebas pajak dapat menghambat upaya pemerintah dalam menegakkan keadilan fiskal dan mengungkap harta para “crazy rich.”

Kondisi ini berpotensi bertolak belakang dengan aspirasi publik yang mayoritas mendukung pajak kekayaan (wealth tax) sebagai bentuk pemerataan ekonomi. Selain itu, risiko money laundering atau pencucian uang juga menjadi perhatian serius.

Dengan transaksi lintas negara yang kompleks dan tingkat privasi tinggi, family office bisa disalahgunakan untuk menyembunyikan asal-usul dana ilegal.

Menurut Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, pembentukan family office harus dilakukan tanpa membebani APBN dan disertai pengawasan ketat, agar tidak menjadi celah baru bagi praktik keuangan yang tidak transparan dan merugikan negara.

Contoh Family Office

Secara global, family office berkembang pesat dan memainkan peran penting dalam mengelola kekayaan lintas generasi. Banyak di antaranya bertransformasi menjadi institusi investasi besar dengan pengaruh ekonomi global. Berikut contoh family office terbesar di dunia tahun 2024/2025 berdasarkan nilai assets under management (AUM):

  • Walton Enterprises (AS) – US$224,5 miliar
  • Cascade Investment (AS) – US$170 miliar
  • Bezos Expeditions (AS) – US$108 miliar
  • Bayshore Global Management (AS) – US$100 miliar
  • Hartono Family Office (Indonesia) – termasuk dalam 20 besar dunia
Family office ini tidak hanya mengelola kekayaan, tetapi juga berkontribusi pada filantropi dan investasi berkelanjutan di berbagai sektor global.

Baca juga artikel terkait PURBAYA YUDHI SADEWA atau tulisan lainnya dari Lita Candra

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Lita Candra
Penulis: Lita Candra
Editor: Dipna Videlia Putsanra