tirto.id - Ekonom dari CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai demonstrasi yang berujung bentrokan dan penjarahan belakangan ini bukanlah fenomena yang muncul tiba-tiba.
Menurutnya, aksi ini merupakan akumulasi kekecewaan, kemarahan, dan frustrasi masyarakat kelas menengah bawah yang terpendam lama.
"Ini menjadi api dalam sekam yang akan mudah menyulut emosi masyarakat jika ditunggangi oleh tindakan provokatif," kata Faisal dalam diskusi daring, Senin (1/9/2025).
Faisal menegaskan bahwa terlepas dari adanya motivasi politik di balik aksi demonstrasi, terdapat akar permasalahan mendasar yang berkaitan dengan penghidupan, kesejahteraan, dan keadilan yang selama ini belum diatasi dengan baik.
"Kami ingin menyoroti dimensi keadilan ekonomi, khususnya masalah ketimpangan yang semakin melebar," ujarnya.
Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun jumlah penduduk miskin menurun menjadi 24 juta orang pada Maret 2025, terdapat sekitar 100 juta orang Indonesia yang hidup dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp1 juta per bulan.
“Angka ini setara dengan lebih dari sepertiga total penduduk Indonesia, dan belum memperhitungkan kelas menengah yang daya belinya juga terus menurun," jelas Faisal.
Di sektor ketenagakerjaan, kondisi semakin memprihatinkan. Mayoritas tenaga kerja Indonesia merupakan pekerja informal dengan persentase mendekati 60 persen.
Sementara itu, jumlah pekerja paruh waktu dan setengah menganggur mengalami peningkatan signifikan. Data PHK yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan untuk periode Januari-Juli 2025 menunjukkan lebih dari 43.500 orang kehilangan pekerjaan, meningkat 150 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
"Upah riil buruh juga tidak menunjukkan perbaikan berarti. Pada Februari 2025, pertumbuhan upah riil hanya sebesar 1,9 persen secara year-on-year, dan bahkan mengalami kontraksi 4,8 persen dibandingkan Agustus 2024," tambah Faisal.
Ketimpangan semakin nyata ketika melihat kondisi tabungan masyarakat. Rata-rata saldo tabungan untuk 99 persen rekening di bawah Rp100 juta rata-rata saldonya hanya Rp1,1 juta, sementara rekening di atas Rp2 miliar justru mengalami peningkatan saldo.
"Di saat yang sama, tren peminjaman untuk kebutuhan konsumtif terus meningkat, yang terlihat dari maraknya pinjaman peer-to-peer," ungkap Faisal.
Menghadapi kondisi ini, Faisal mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah korektif. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain membatalkan kebijakan perpajakan yang memberatkan masyarakat menengah bawah, merevisi strategi belanja pemerintah dengan menghentikan belanja tidak produktif, dan fokus pada program penciptaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan yang terintegrasi.
Faisal juga mengingatkan ancaman eksternal dari kebijakan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat yang berpotensi membanjiri pasar domestik dengan produk impor. "Ini akan memperparah tekanan ekonomi yang sudah sangat berat saat ini," tuturnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































