tirto.id - Umat Islam seyogianya tahu cara membersihkan najis mukhaffafah. Ini penting karena turut menentukan sah atau tidaknya pelaksanaan ibadah seorang muslim.
Najis adalah segala sesuatu yang dianggap kotor dan menjijikkan. Ajaran fikih Islam memandang najis sebagai suatu perkara yang kotor dan membatalkan ibadah.
Ketika seorang muslim sedang salat, kemudian terkena najis, maka salatnya dianggap batal. Misalnya, saat sedang sujud, tiba-tiba ia kejatuhan kotoran cicak. Dalam hal ini, salatnya menjadi batal. Ia harus membersihkan najis tersebut, kemudian mengulangi lagi salatnya sedari awal.
Najis yang dapat menyebabkan ibadah tidak sah bisa jadi mengenai atau menempel pada tubuh manusia, tempat, maupun pakaian yang akan atau tengah digunakan untuk beribadah.
Contoh Najis Mukhaffafah dan Cara Membersihkannya
Mukhaffafah menjadi salah satu di antara tiga jenis najis dalam Islam. Bukan termasuk kategori berat atau sedang, najis mukhaffafah adalah najis ringan.
Contoh najismukhaffafah adalah air kencing seorang bayi laki-laki yang belum berusia 2 tahun serta belum makan, selain air susu yang berasal dari ibunya (ASI).
Cara Membersihkan Najis Mukhaffafah
Dari ketiga jenisnya, najis mukhaffafah menjadi yang paling mudah untuk disucikan. Cara menghilangkan najis mukhaffafah adalah dengan memercikkan air secara kuat. Percikan atau siraman air itu harus mengenai seluruh tempat yang terkena najis.
Di sisi lain, air yang dipercikkan harus lebih banyak dari najis tersebut (misalnya, air kencing) di tempat terkena najis, bagian tubuh, atau pakaian orang bersangkutan. Setelah itu, barang yang terkena najis diperas dan dikeringkan.
Dalam syariat, tidak terdapat keterangan mengenai air untuk menyucikan itu harus mengalir atau tidak. Syarat najis mukhaffafah sudah bersih adalah tidak ada lagi warna, bau, atau rasanya.
Tata cara penyucian najis mukhaffafah di atas, dicontohkan langsung Rasulullah Saw. dalam dalam hadis riwayat Ummi Qais Ra. sebagai berikut:
“Sesungguhnya ia [Rasulullah Saw] pernah membawa seorang anak laki-lakinya yang belum makan makanan. Lalu, anak itu dipangku oleh Rasulullah Saw. Anak itu kemudian kencing di pangkuannya. Rasulullah Saw. lantas meminta air, lalu memercikkan air itu ke bagian yang terkena kencingnya dan tidak dibasuhnya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif
Masuk tirto.id







































