tirto.id - Seorang Muslim bisa melaksanakan berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadas dan najis yang dihasilkan dengan menggunakan air atau berwudhu.
Karena di dalam Fiqih Islam air menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam bersuci, baik bersuci dari hadas maupun dari najis.
Dilansir dari laman kemenag,berwudhu terbagi menjadi yang dilakukan secara wajib dan sunah, di antaranya:
1. Wudhu wajib dilakukan sebelum mengerjakan salat dan melakukan tawaf dalam ibadah haji. Dalam hal ini, sebagaimana tertera dalam Surah al-Mā’idah ayat 6.
2. Wudhu sunah (dianjurkan) dilakukan ketika:
- Mengulangi wudhu untuk setiap salat
- Hendak tidur
- Setiap kali berhadas (wudhunya batal)
- Hendak membaca Al-Qur’an
- Melantunkan azan dan iqamah
Macam-Macam Air dalam Bersuci
Menurut madzhab Imam Syafi’i para ulama membagi air menjadi 4 kategori masing-masing beserta hukum penggunaannya dalam bersuci.
Keempat kategori tersebut antara lain air suci dan menyucikan, air musyammas, air suci namun tidak menyucikan, dan air mutanajis, berikut penjelasannya seperti dikutip NU Online:
1. Air Suci dan Menyucikan
Air suci dan menyucikan artinya zat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut air mutlak. Hal ini tertera dalam Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 macam air, yaitu :
- Air Hujan
- Air Sungai
- Air Laut
- Air Sumur
- Air Terjun
- Air Embun
- Air Salju
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah.
Ringkasnya, air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.
2. Air Musyammas
Air musyammas ialah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga.
Air tersebut hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Umumnya, air ini juga makruh bila digunakan pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tidak apa-apa jika dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya.
3. Air Suci Namun Tidak Menyucikan
Air ini zatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas maupun najis. Terdapat 2 macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yaitu air musta’mal dan air mutaghayar.
Air musta’mal merupakan air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudhu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis, bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volume setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.
Air musta’mal tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudhu bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudhu tidak menjadi musta’mal.
Sebab orang yang memperbarui wudhu sesungguhnya, tidak wajib berwudhu ketika hendak sholat karena pada dasarnya masih dalam keadaan suci tidak berhadas.
Sebagai contoh, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan saat berwudhu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib.
Sedangkan air untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunah.
4. Air Mutanajis
Air mutanajis merupakan air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih, namun berubah salah satu sifatnya, warna, bau, atau rasa, karena terkena najis tersebut.
Air sedikit ini apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.
Sedangkan air banyak, bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena ztnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.
Penulis: Olivia Rianjani
Editor: Maria Ulfa