tirto.id - Kucing merupakan salah satu jenis hewan kesayangan Rasulullah SAW. Dalam buku Anjing Hitam yang Mengingatkan Seorang Syekh (2014) karya Mahmud asy-Syafrowi, Rasulullah SAW semasa hidup diceritakan mempunyai kucing bernama Mueeza.
Selain Rasulullah Saw., salah seorang sahabat yang bernama Syams bin Shakr ad-Dusi juga menyukai kucing. Sahabat tersebut, bahkan mendapatkan julukan "Bapak Kucing (Abu Hurairah)" dari Rasulullah SAW karena tingkahnya yang menyayangi kucing.
Lantas, bulu kucing apakah najis? Bagaimana hukum bulu kucing melekat di baju untuk salat?
Bulu kucing dalam Islam tidak najis selama jumlahnya sedikit. Bulu kucing dalam jumlah banyak juga tidak najis, bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan hewan tersebut.
Hukum Bulu Kucing Menurut Islam
Meskipun telah dicontohkan Rasulullah SAW dan Abu Hurairah, beberapa orang masih enggan dekat dengan kucing, karena khawatir terkena bulunya yang najis.
Bulu merupakan salah satu bagian tubuh kucing. Berdasarkan berbagai literatur fikih, bagian yang terpotong dari hewan yang hidup, statusnya seperti ketika telah menjadi bangkai. Sebagai contoh, bangkai belalang dan ikan adalah suci, maka bagian yang terpisah dari kedua hewan tersebut semasa hidup tidak najis.
Di sisi lain, hewan yang bangkainya tidak suci, maka bagian yang terpisah semasa hidup statusnya najis. Ketentuan hukum tersebut merujuk pada hadis sebagai berikut:
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan [menjadi] bangkai,” (HR Hakim).
Akan tetapi, bagian rambut atau bulu hewan yang terpotong tidak langsung dihukumi dengan melihat status bangkainya. Status kesucian rambut atau bulu hewan ditentukan melalui hukum suatu hewan ketika dikonsumsi.
Sebagai contoh, hewan yang halal seperti ayam, kambing, sapi, hingga unta, maka bulunya tidak najis. Begitu sebaliknya, hewan yang haram dimakan seperti tikus, anjing, babi, hingga keledai, bulunya dihukumi najis.
Di sisi lain, ulama juga menetapkan bahwa hukum bulu kucing adalah najis. Namun, hukum bulu kucing najis dapat dimarfu, ditoleransi, atau dimaafkan ketika dalam jumlah sedikit.
Semisal dalam jumlah banyak, bulu kucing najis juga dapat dimarfu. Namun hanya untuk orang-orang yang kesulitan menghindari rontoknya seperti dokter hewan hingga petugas salon kucing.
Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ala Ibni Qasim al-Ghazi menuliskan hukum bulu kucing najis yang dimarfu sebagai berikut:
"Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan."
Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’ Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu.
"Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi marfu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang potong bulu," (Syekh Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290).
Dalil tentang Bulu Kucing
Berikut ini dalil tentang bulu kucing yang berasal dari hadis hingga kitab para ulama:
1. Hadis bulu kucing najis
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan [menjadi] bangkai,” (HR. Hakim).2. Dalil bulu kucing najis sedikit dimarfu
Seperti yang disebutkan Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ala Ibni Qasim al-Ghazi yang isinya telah disebutkan di atas.3. Dalil bulu kucing membuat najis air kurang dari dua kulah
"Air tidak najis sebab bertemu dengan najis yang tidak dapat dijangkau oleh mata, karena sangat kecilnya najis tersebut, seperti setetes urin. Dan juga dengan bertemu najis yang lain, seperti terkena bulu najis yang sedikit," (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 28).Apakah Terkena Rontokan Bulu Kucing Sah untuk Sholat?
Rontokan bulu kucing melekat di baju, hukumnya sah untuk salat selama dalam jumlah sedikit. Ukuran jumlah banyak atau sedikitnya rontonkkan bulu kucing ditentukan berdasarkan urf, penilaian masyarakat secara umum.
Di sisi lain, untuk orang-orang dengan interaksi tinggi, bulu kucing melekat di baju dalam jumlah banyak tetap sah untuk salat.
Contoh orang-orang yang mendapatkan kemudahan ini seperti dokter hewan dan petugas salon kucing. Meskipun demikian, mengganti baju yang bebas dari rontokan bulu kucing sebelum salat adalah tindakan paling utama.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno