tirto.id - Bursa Pilkada Jawa Tengah semakin menghangat. Sejumlah nama calon gubernur (cagub) mulai mengemuka. Yang teranyar, ketika pertemuan antar tokoh partai politik di Jawa Tengah pada Kamis (2/5/2024) lalu.
Pertemuan tersebut menarik karena salah satu cagub sekaligus Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Sudaryono berbincang dengan Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Nama Bambang Pacul juga kandidat kuat PDIP di bursa Pilkada Jateng.
Saat dihubungi Tirto, Sudaryono pun mengakui bahwa ada pertemuan antarpartai di Jawa Tengah. Namun, kegiatan itu sebatas kegiatan silaturahmi setelah persaingan sengit di pileg maupun pilpres.
Ia mengatakan, kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin partai-partai di Jawa Tengah. Ia membantah pertemuan tersebut sudah mulai membahas soal koalisi maupun upaya konsolidasi untuk saling berkoaliasi di Pilkada Jawa Tengah.
"Ya tentunya ya, tapi ya namanya antar pimpinan provinsi yang juga adalah di Jawa Tengah tentu ya saling ngobrol gitu, tapi nggak spesifik atau yang secara khusus menyampaikan terkait urusan koalisi, kemudian nanti wakilnya siapa, gubernurnya siapa, saya kira belum sampai ke sana," kata Sudaryono kepada Tirto, Jumat (3/5/2024).
Sudaryono mengatakan, para pemimpin partai seolah memiliki suatu kesepakatan yang tanpa disepakati bahwa urusan pilkada akan ditentukan oleh pengurus pusat partai. Ia mengaku, mereka hanya menjalankan komunikasi dan silaturahmi.
"Ya tentunya komunikasi di level teknis, komunikasi di level silaturahmi di antara pimpinan partai tentu kita laksanakan. Penjajakan dan lain-lain itu ya, tapi tentu keputusan akhirnya yang menentukan itu, rekomendasi yang mengeluarkan adalah dewan pimpinan pusat yang ada di Jakarta. Jadi kalau ada membahas-bahas enggak tentang pilgub Gerindra dengan PDIP, secara spesifik belum," kata Sudaryono.
Sudaryono pun mengaku belum ada perbincangan untuk maju di Pilkada bareng PDIP. Hal ini tidak lepas dari isu bahwa PDIP akan mendorong Kepala LKPP, Hendrar Prihadi, yang merupakan kader PDIP untuk maju Pilkada Jawa Tengah. Ia menilai, hal itu masih terlalu dini dibicarakan.
Namun, ia menekankan semua orang punya hak untuk mengusung kandidat. Di sisi lain, pencalonan di pilkada kemungkinan akan menggunakan partai politik. Saat ini, kata Sudaryono, partai-partai masih melakukan konsolidasi.
Ia pun membantah kabar bahwa perbincangan kemungkinan membahas dirinya maju bersama Bambang Wuryanto. Namun, Sudaryono menekankan ada dua poin terkait koalisi untuk maju di Pilkada nanti.
Pertama, Sudaryono membawa Gerindra sesuai sikap politik Prabowo bahwa Gerindra harus bekerja sama dengan berbagai pihak demi kepentingan bangsa dan negara. Kedua, permasalahan Pilkada tergantung komunikasi politik pengurus pusat partai.
Ia pun mengutip pernyataan Prabowo bahwa politik adalah sesuatu yang penuh kemungkinan. Namun, ia melihat hal itu masih belum bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Tentunya ya masih jauh lah. Saya kira Bapak Pacul juga dalam pidatonya juga menyampaikan eh pokoknya kita ini kan silaturahmi rukun-rukun lah. Iya kan? Karena apa? Karena konstelasi pertempuran berikutnya itu sangat ditentukan oleh keputusan pucuk pimpinan kita di Jakarta," kata Sudaryono.
Sudaryono pun mengatakan, penentuan nama tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Ia memprediksi penentuan nama baru jelas menjelang pendaftaran Pilkada.
"Semua masih cair. Keputusan biasanya terjadi di last minute. Semua akan terang dan jelas pada Agustus saat pendaftaran," kata Sudaryono.
Harus diakui, konstelasi Jawa Tengah memang menarik setelah gubernur sebelumnya, Ganjar Pranowo dipastikan tidak maju lagi karena sudah dua periode menjadi gubernur.
Di sisi lain, beberapa nama sudah mulai mengemuka seperti Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto, Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Sudaryono, eks Wali Kota Semarang yang kini Ketua LKPP, Hendrar Prihadi, maupun nama lain seperti mantan Wagub Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen.
Namun, sampai saat ini, pihak PDIP memang terus melakukan penjaringan kader. Akan tetapi, mereka mengklaim bahwa Pacul enggan maju Pilkada Jateng.
"Untuk Pak Bambang Pacul kalau dipandang mampu jelas itu nanti akan ada penugasan. Tapi beliau katanya enggak berkenan," kata Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (16/4/2014).
Konstelasi peta politik ini semakin menarik lantaran kursi legislatif Jawa Tengah dalam Pileg DPRD 2024 tetap memposisikan Jawa Tengah sebagai kandang PDIP. Apalagi PDIP mengantongi suara tertinggi dengan 5.270.261 suara. Secara berturut-turut disusul PKB dengan 3.036.464 suara, Gerindra dengan 2.592.886 suara, Golkar dengan 2.253.697 suara, PKS 1.621.069 suara, Demokrat 1.159.910 suara, dan PPP dengan 1.014.035 suara.
Sementara PAN di posisi kedelapan dengan 840.817 suara, disusul Nasdem dengan 775.889 suara, PSI dengan 477.883 suara, dan Perindo dengan 179.383 suara. Sedangkan Partai Gelora di urutan ke-12 dengan 178.111 suara, disusul Partai Hanura dengan 139.010 suara.
Kemudian Partai Buruh dengan 102.831 suara, Partai Ummat 82.283 suara, dan Partai Garuda 47.511 suara, PKN 26.206 suara. Terakhir adalah PBB dengan 24.515 suara atau peringkat ke-18.
Berdasarkan sejumlah analisis, PDIP diperkirakan akan mengantongi 32 kursi DPRD atau turun dari perolehan pemilu sebelumnya yang mencapai 42 kursi. Namun, PDIP bisa mengusung sendiri kandidat mereka.
Selain PDIP, PKB juga berpeluang untuk mengusung sendiri dengan 20 kursi (dengan catatan kursi DPRD 100 sehingga memenuhi syarat 20 persen parlemen). Di bawah itu, ada Gerindra (17 kursi), Golkar (17 kursi), PKS (11 kursi), Demokrat dan PPP (7 kursi), PAN (4 kursi), Nasdem (3 kursi) dan PSI (2 kursi).
Sinyal PDIP dan Gerindra Koalisi?
Lantas apakah pertemuan Pacul dan Sudaryono menjadi sinyal PDIP dan Gerindra akan maju bersama di Pilkada Jateng?
Analis politik Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo mengakui bahwa pertemuan antara Pacul dengan Sudaryono adalah upaya untuk membangun komunikasi kedua partai. Saat ini, partai melihat bagaimana posisi calon koalisi dan elektabilitas ketokohan hingga modal politik seperti basis massa, persiapan logistik dan hal lain.
"Yang kedua mungkin saja ditafsirkan sebagai lanjutan dari apa yang terjadi di Jakarta, apalagi dua partai ini dikenal butuh restu ketumnya atau bahkan ketumnya punya suara yang sangat besar untuk menentukan siapa yang akan maju di pilkada. Jadi apapun di daerah bisa-bisa diveto ketum-ketumnya," kata Kunto, Jumat (3/5/2024).
Kunto tidak memungkiri nama Pacul bisa saja diajukan. Namun, pencalonan Pacul tentu memerlukan restu Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Selain itu, ada kalkulasi politik lain seperti basis massa.
"Ya kalau hitung-hitungan di atas kertas dengan jumlah apa ya basis massa partai ya masuk-masuk aja, tapi kan sejauh ini kan pilkada semakin menjauhi partai ya. Dalam artian pemilih tidak lagi memilih kepala daerahnya dengan perhitungan basis partai atau party ID. Namun, lebih ke ketokohan si calon gubernurnya gitu dan itu yang harus dipertimbangkan oleh partai-partai politik ini pada akhirnya," kata Kunto.
Kunto mengatakan, partai akan berhati-hati dalam menentukan kandidat karena pemegang kartu Pilkada adalah partai politik. Mereka tentu tidak ingin kartu yang diberikan malah menjadi bumerang partai di masa depan.
Saat ini, Kunto yakin partai-partai sudah melakukan survei internal. Mereka akan melakukan simulasi beragam nama, baik yang masuk maupun yang sudah keluar dan dibicarakan di publik. Mereka akan mengecek elektabilitas kandidat dan saat ini elektabilitas masih berkaitan dengan popularitas.
Bursa Calon Pilgub Jateng
Dalam kacamata Kunto, nama yang paling kuat memang Hendrar Prihadi atau Hendy. Hendy memiliki popularitas besar di Jawa Tengah. Selain Hendy, ada Ketua DPD PKB Jawa Tengah Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf yang memiliki popularitas besar. Nama lain adalah Bupati Kendal, Dico M. Ganinduto, yang juga kader Partai Golkar.
Sementara itu, nama alternatif yang diperhitungkan adalah Sudaryono dan mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen. Sudaryono menjadi diperhitungkan tidak lepas dari posisi Gerindra dan Prabowo di Pilpres dan Pileg 2024. Namun, nama Sudaryono masih berada di papan tengah.
Kunto menilai, semua masih bisa berubah karena penilaian saat ini masih berbasis popularitas. Publik belum menaruh atensi untuk Pilkada. Namun, semua akan berubah ketika proses pengerucutan jelang pendaftaran.
"Jadi kalau ya semuanya masih punya peluang kalau sekarang dan semuanya masih berpotensi untuk jadi pengganjal yang lain gitu kan. Namun, apakah ini bisa bertahan sampai kemudian pendaftaran itu pertanyaan besarnya. Karena nanti kan akhirnya mengerucut beberapa nama saja di pendaftaran kan dan setelah itu baru hasil survei dan elektabilitas serta kompetisinya baru benar-benar bisa kita lihat gitu," kata Kunto.
Sementara itu, analis sosio-politik ISESS, Musfi Romdoni, melihat bahwa upaya komunikasi Sudaryono dengan Pacul adalah simbol komunikasi PDIP-Gerindra pasca Pilpres 2024. Hal ini bisa ditafsirkan sebagai upaya rekonsiliasi politik sekaligus sinyal kemungkinan koalisi.
"Dalam politik, komunikasi secara terbuka baru dilakukan setelah lobi belakang layar sudah memenuhi kata sepakat. Dengan dipertontonkannya komunikasi Gerindra dan PDIP di Jawa Tengah, saya kira sudah ada kata sepakat atau setidaknya kecocokan untuk membentuk koalisi," kata Musfi, Jumat (3/5/2024).
Di sisi lain, perlu juga digarisbawahi mengapa PDIP berkomunikasi dengan Gerindra yang notabene Jawa Tengah adalah kandang banteng. Ia menilai, simbol ini penting karena PDIP kerap percaya diri menang pilkada ketika mengusung kandidat mereka di Jawa Tengah.
Musfi juga menyoroti mengapa aksi Pacul dengan Sudaryono kembali menjadi sorotan di tengah nama Hendrar Prihadi yang menguat di internal partai. Hal ini bisa memicu spekulasi bahwa PDIP di Jawa Tengah saat ini berbeda dengan PDIP di masa sebelumnya.
"Dengan diturunkannya Bambang Pacul, ini menunjukkan PDIP ingin meningkatkan potensi kemenangan dengan mengusung “kader terkuatnya” di Jawa Tengah. Yang artinya, jangan-jangan ada ketakutan kalau PDIP bisa kalah di Jawa Tengah," kata Musfi.
Jika dikawinkan antara Pacul dengan Sudaryono, Musfi yakin kandidat itu akan kuat. Ia melihat dari popularitas Pacul yang tinggi, bahkan dikatakan legenda hidup Jawa Tengah.
Pacul juga sudah malang-melintang di parlemen, bahkan menjadi Ketua Komisi III DPR. Sementara itu, Sudaryono memiliki modal institusi, di mana Gerindra adalah partai berkuasa saat ini meski masih ada beberapa problem seperti citra kepemimpinan.
"Ada juga faktor elektabilitas. Di survei terakhir yang beredar, elektabilitas Sudaryono berada di belakang Hendrar Prihadi. Ini kan menjadi catatan penting. Hendrar Prihadi saja sampai diganti dengan Bambang Pacul, kenapa Gerindra mengusung nama yang elektabilitasnya di bawah Hendrar Prihadi," kata Musfi.
"Terakhir adalah faktor branding. Baik Pacul dan Sudaryono sama-sama merepresentasikan politik nasionalis. Untuk menyerap suara sebesar mungkin, perlu ada strategi jitu untuk meraup ceruk-ceruk suara lain, seperti ceruk suara religius," lanjutnya.
Lantas siapa yang akan menjadi lawan? Ia mengaku ada banyak nama yang sudah beredar. Dari PKS, ada Abdul Fikri Faqih dan Rofik Hananto. Kedua nama ini berasal dari anggota DPR RI. Dari NasDem ada mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn.) Oegroseno.
Dari PKB ada Bupati Blora Arief Rohman. Dari Golkar ada Bupati Batang, Wihaji dan Bupati Kendal, Dico Ganinduto. Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen dan Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana juga sudah masuk bursa Pilgub Jateng. Meski, Musfi juga menilai semua langkah politik untuk koalisi masih cair.
"Semuanya masih cair. Duet Pacul-Sudaryono juga masih dalam tahap penjajakan. Tapi, kalau duet ini terbentuk, partai nasionalis-religius dapat memanfaatkannya untuk membangun koalisi," kata Musfi.
"Partai-partai seperti PKB, PKS, NasDem, hingga Golkar misalnya, mereka dapat membangun koalisi dengan mengangkat kandidat dengan branding religius-nasionalis yang kuat. Itu akan menjadi lawan tangguh untuk Pacul-Sudaryono yang brandingnya kuat sebagai nasionalis saja," tutur Musfi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri