Menuju konten utama
Horizon

Berebut Berkah di Grebeg Besar Iduladha Kesunanan Surakarta

Grebeg Besar identik dengan gunungan yang berisi hasil bumi yang telah didoakan. Masyarakat yang memperoleh hasil bumi itu menganggapnya sebagai berkah.  

Berebut Berkah di Grebeg Besar Iduladha Kesunanan Surakarta
Salah satu gunungan yang sudah diambil masyarakat sebelum doa selesai, Sabtu (7/6/25). tirto.id/Adisti Daniella

tirto.id - Keraton Kesunanan Surakarta menggelar Grebeg Besar Iduladha pada Sabtu (7/6/25). Sehari sebelumnya, mereka mengadakan Wilujengan Malem Ariyaya oleh Abdi Dalem Ngulama Karaton.

Sejak pukul 09.26, para petugas keamanan, abdi dalem, dan beberapa masyarakat yang menunggu rangkaian acara mulai terlihat di sekitar tempat pergelaran. Antusiasme masyarakat terlihat dari mereka yang berfoto dengan prajurit dan abdi dalem di depan Kori Kamandungan Keraton Surakarta.

Sekitar pukul 10.30, rombongan prajurit dan abdi dalem beserta gunungan mulai keluar dari Keraton Kesunanan Surakarta dan berjalan menuju Masjid Agung Surakarta. Sesampainya di di Masjid Agung, gunungan dan berbagai makanan didoakan sebelum kembali dibawa ke Kori Kamandungan Keraton Surakarta untuk dibagikan ke masyarakat.

Namun, ketika doa belum selesai dipanjatkan, sudah ada beberapa orang yang mengambil makanan dari salah satu gunungan.

Setelah doa selesai, rombongan beserta gunungan kembali ke keraton yang kemudian disambut masyarakat berebut ingin mengambil makanan dari gunungan. Seluruh rangkaian acara Grebeg Besar selesai sekitar pukul 11.00.

Grebeg Besar Idul Adha

Doa bersama di Masjid Agung Surakarta sebelum membagikan atau berebut gunungan, Sabtu (7/6/25). tirto.id/Adisti Daniella

Makna Grebeg Besar

Grebeg Besar merupakan tradisi yang sudah dilakukan sejak zaman Kerajaan Demak. Ketika kerajaan itu surut, tradisi grebeg kemudian diteruskan oleh Kerajaan Mataram Islam, dan hingga kini masih dilestarikan oleh Keraton Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

"Sebagai pewaris dari [Kerajaan] Mataram Islam, hanya dua kerajaan ini yang masih menyelenggarakan Grebeg Maulud, Grebeg Besar Iduladha, dan Grebeg Syawal," kata Insiwi Febriary, dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) kepada Tirto, Rabu (4/6/25).

Grebeg Besar yang dilakukan Keraton Kesunanan Surakarta menjadi salah satu simbol proses penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang digagas oleh para wali, salah satunya Sunan Kalijaga.

Tradisi grebeg memiliki arti perkumpulan umat Islam. Sebagai media dakwah, terdapat berbagai macam grebeg di Pulau Jawa, di antaranya Grebeg Syawal, Grebeg Maulud, Grebeg Dal, dan Grebeg Besar. Menurut Insiwi, grebeg menjadi salah satu cara penyebaran agama Islam yang cukup mudah diterima masyarakat karena memadukan unsur religi dan kebudayaan masyarakat setempat.

Dalam memperkenalkan ajaran tauhid kepada masyarakat Jawa, Sunan Kalijaga menyederhanakannya dengan menyelenggarakan upacara besar sebagai penanda tanggal 10 bulan Zulhijah, atau dalam penanggalan Jawa sebagai bulan besar yang disesuaikan dengan Iduladha atau Idul Qurban.

Unsur religi yang dimaksud adalah ajaran-ajaran tauhid, sedangkan yang merupakan unsur kebudayaan masyarakat Jawa adalah penggunaan gunungan, baik gunungan jaler maupun estri.

Grebeg Besar Idul Adha

Masyarakat berebut mengambil makanan dari gunungan di Kori Kamandungan Keraton Surakarta, Sabtu (7/6/25). tirto.id/Adisti Daniella

Gunungan jaler (laki-laki) melambangkan kekuatan, kemuliaan, dan ketahanan. Gunungan ini biasanya berisi makanan berat seperti nasi, lauk, dan sayuran. Sedangkan gunungan estri (perempuan) melambangkan kelembutan, kehalusan, dan kesuburan. Biasanya gunungan ini berisi kue-kue berwarna warni yang terbuat dari ketan.

Grebeg Besar identik dengan gunungan yang berisi hasil bumi. Tradisi ini menjadi media untuk membagikan hasil bumi kepada masyarakat setempat yang hadir. Grebeg Besar biasanya dimulai dengan doa wilujengan bakdan besar yang dilakukan di malam hari sebelum penyelenggaraan Grebeg Besar yang dilakukan di bangsal maligi Keraton Kesunanan Surakarta.

Esoknya, gunungan diarak keluar dengan rute dari Kori Kamandungan menuju Masjid Agung Surakarta. Setelah didoakan di Masjid Agung, gunungan akan dibagikan ke masyarakat pukul 09.00 pagi atau jam yang sudah ditentukan oleh Kesunanan Surakarta.

Menurut Insiwi Febriary, Rangkaian kegiatan atau rute pelaksanaan Grebeg Besar memiliki makna bahwa grebeg menjadi bagian dari lelaku keraton setiap perayaan hari keagamaan sejak zaman para wali sampai Sultan Agung, dan masih dilestarikan sampai saat ini.

Hal ini juga merupakan salah satu cara menampilkan atau berbagi kesejahteraan dari keraton kepada masyarakat melalui pembagian atau perebutan gunungan jaler dan gunungan estri yang terdiri dari berbagai macam hasil bumi.

"Salah satu maknanya bagi masyarakat Jawa menjadi media mencari berkah, karena masyarakat Jawa mempercayai segala sesuatu yang berasal dari keraton atau istana memiliki nilai penting, magis," terangnya.

"Yang diharapkan dari benda-benda atau hasil bumi yang bagian didoakan adalah membawa berkah bagi masyarakat yang memperoleh hasil bumi tersebut. Kadang masyarakat tidak menggunakan barang-barang tersebut sebagaimana mestinya atau disimpan saja sebagai penanda harapan akan kesejahteraan mereka yang lebih baik," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait KASUNANAN SURAKARTA atau tulisan lainnya dari Adisti Daniella Maheswari

tirto.id - News
Kontributor: Adisti Daniella Maheswari
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Irfan Teguh Pribadi