Menuju konten utama
Horizon

Berbagi Bubur Samin Khas Banjar di Masjid Darussalam Solo

Tradisi membagikan bubur samin khas Banjar selama Ramadhan di Kampung Jayengan telah berlangsung selama puluhan tahun, tepatnya sejak 1980. 

Berbagi Bubur Samin Khas Banjar di Masjid Darussalam Solo
Petugas membagikan bubur Samin Banjar kepada masyarakat di Masjid Darussalam, Jayengan, Solo, Jawa Tengah, Kamis (17/5/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya

tirto.id - Di berbagai daerah di Indonesia, menjelang dan selama bulan Ramadhan banyak dihiasi oleh sejumlah tradisi atau kebiasaan, seperti nyadran, ruwahan, hingga buka puasa bersama.

Di Solo, misalnya, tepatnya di Masjid Darussalam yang berada di Kelurahan Jayengan, terdapat tradisi membagikan bubur khas Kalimantan, yakni bubur samin, sebagai hidangan untuk berbuka puasa. Tradisi ini sudah dilakukan sejak tahun 1980-an.

Pada hari pertama bulan puasa tahun ini, yang jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025, Masjid Darussalam memulai tradisi tahunannya. Pukul 15.00 WIB, masyarakat sekitar sudah memenuhi halaman masjid dengan membawa wadah makanan dari rumah masing-masing.

Bubur Kekuning-kuningan

Beberapa hari sebelum Ramadhan 2025 dimulai, Tirto menemui Ketua Pengurus Masjid Darussalam, Muhammad Rosyidi. Ia menceritakan awal mula tradisi berbagi bubur samin.

"[Sejak] Langgar Jayengan jadi, sudah ada [acara] buka bersama. Dulu langgar kotangan, langgar yang atapnya gedhek (bambu), bawahnya batu. Itu tahun 1910. Kemudian perantau dari Kalimantan Selatan banyak yang datang ke Solo, terus membuat langgar batu yang dari gendheng (atap) soko, ada tiangnya," ungkapnya, Senin (23/2/25).

"Makin lama jemaah Kalimantan punya keturunan di Solo, makin banyak, sampai bisa membangun Masjid Darussalam di tahun 1965. Makin banyak para jemaah yang ikut buka puasa," lanjutnya.

Mundur jauh ke belakang, seturut catatan sejarah, sekitar tahun 1746 para pedagang intan berlian dari Kalimantan, khususnya Banjarmasin, sudah yang merantau ke Solo. Mereka kemudian tinggal dan menetap di Kampung Jayengan hingga terbentuk komunitas dan membuat Jayengan terkenal dengan sebutan Kampung Kemasan atau Kampung Permata sampai sekarang.

Suasana Masjid Darussalam

Suasana Masjid Darussalam, Jayengan, Solo Saat Pembagian Bubur Samin Menjelang Buka Puasa. FOTO/Adisti Daniella Maheswari

Warsa 1980, bertahun-tahun setelah buka puasa bersama hanya diikuti jemaah Masjid Darussalam, sang takmir yang bernama Anang Shahroni memutuskan tradisi buka puasa bersama itu menjadi terbuka untuk masyarakat umum.

"[Berdasarkan] hadis Nabi Muhammad [yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi] yang berbunyi, 'Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun', maka tahun 1980 dibuka untuk publik, untuk dibagikan ke masyarakat," terang Rosyidi.

Menurutnya, di antara banyak makanan khas Kalimantan, Anang Shahroni memutuskan untuk membagikan bubur samin kepada masyarakat umum sebagai menu takjil buka puasa. Bubur samin merupakan bubur gurih khas Banjar, Kalimantan Selatan, yang terbuat dari beras, santan, daging, dan rempah-rempah.

Sebagai tambahan informasi, seturut Murdijati Gardjito, dkk. dalam Makanan Tradisional Indonesia Seri 3 (2019), bubur ini dinamakan bubur samin karena warna buburnya menyerupai warna minyak samin yang kekuning-kuningan.

Pengunjung Tak Hanya dari Solo

Saat pertama kali tradisi ini dibuka untuk umum, pengurus Masjid Darussalam menghabiskan 15 kg beras ditambah lauk-pauk, dan berbagai sayuran. Pada tahun 2014, mereka berhasil membagikan 1300 porsi bubur samin dan menghabiskan 50 kg beras.

"Yang 1050 [porsi] buat [warga] yang berminat berbuka puasa bersama, walaupun bukan muslim boleh minta. 250 [porsi] lagi untuk takjil pengurus masjid, ditambah kopi susu, kurma, dan buah lain yang spontanitas dari dermawan untuk berbuka puasa," papar Rosyidi.

Pembuatan bubur samin dengan resep turun-temurun ini dilakukan oleh para pengurus masjid, dimulai pada pukul 11.00 dan mulai dibagikan setelah salat Asar. Rosyidi juga menyebutkan bagaimana warga keturunan Kalimantan, Jawa, dan Cina di Jayengan hidup rukun berdampingan karena adanya tradisi ini.

Suasana Masjid Darussalam

Suasana Masjid Darussalam, Jayengan, Solo Saat Pembagian Bubur Samin Menjelang Buka Puasa. FOTO/Adisti Daniella Maheswari

Menurut Rosyidi, biaya untuk terlaksananya tradisi membagikan bubur samin di Masjid Darussalam ini datang dari alumni SD Darussalam dan dana dari pemerintah yang telah diterima pihak Masjid Darussalam sejak empat tahun terakhir.

Selama puluhan tahun berjalan, selama itu pula Masjid Darussalam Jayengan dan tradisinya membagikan bubur samin khas Kalimantan semakin dikenal khalayak luas. Rosyidi mengatakan banyak pengunjung dari luar kota Solo yang sengaja datang untuk merasakan bubur tersebut.

"1 jam sudah habis. Yang datang bukan dari Solo saja. Ada yang sengaja datang dari Kendal, Semarang, Tulungagung, Jakarta, untuk mencoba bubur samin ini," pungkasnya.

Dalam pembagian bubur samin di hari pertama Ramadhan 2025, turut hadir Wali Kota Surakarta, Respati Ardi.

“Masjid Darussalam jadi destinasi wisata. Ini kebiasaan masyarakat yang menarik yaitu dengan membagikan bubur samin. Kalau memang dari pengurus pengin ada penambahan kapasitas [produksi] dan promosi, pasti kami akan bantu, tinggal mereka siap apa nggak,” kata Respati saat ditemui awak media, Sabtu (1/3/25).

“Di sini Kampung Banjar, ya. Banyak pendatang. Ada warga yang beragama Islam, Kristen. Seluruh masyarakat yang datang ke sini tidak ditanyain KTP-nya. Ini jadi simbol keberagaman. Konsisten terus,” imbuhnya.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Adisti Daniella Maheswari

tirto.id - News
Kontributor: Adisti Daniella Maheswari
Penulis: Adisti Daniella Maheswari
Editor: Irfan Teguh Pribadi