Menuju konten utama

Benarkah Safar Bulan Sial? Simak Penjelasannya Menurut Islam

Masih percaya Safar bulan sial? Artikel ini meluruskan mitos bulan Safar berdasarkan ajaran Islam. Cek selengkapnya di bawah ini.

Benarkah Safar Bulan Sial? Simak Penjelasannya Menurut Islam
Ilustrasi Bulan Safar. foto/Istockphoto

tirto.id - Bulan Safar seringkali dianggap sebagai bulan sial oleh sebagian masyarakat. Anggapan ini sudah beredar sejak lama dan terus diwariskan secara turun-temurun. Padahal, keyakinan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.

Dalam sejarah kepercayaan masyarakat, Bulan Safar kerap dihindari untuk memulai hal-hal penting. Misalnya, banyak yang enggan menikah atau melakukan perjalanan jauh di bulan ini. Namun, semua itu hanyalah mitos yang tumbuh dari tradisi, bukan kebenaran mutlak.

Penting bagi kita untuk meluruskan pemahaman semacam ini. Bulan Safar, seperti bulan lainnya, tetap membawa kesempatan dan kebaikan. Jadi, sebenarnya bukan bulan Safar yang sial melainkan cara pandang kita yang perlu diluruskan.

Sejarah Bulan Safar dan Apa Ada Kaitannya dengan Bulan Sial?

Pada masa Arab Jahiliah, masyarakat memiliki banyak keyakinan yang bersumber dari tahayul dan ketakutan yang tidak rasional. Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial. Mereka meyakini bahwa berbagai musibah, penyakit, dan kejadian buruk kerap terjadi di bulan ini.

Sebagian besar dari mereka menghindari perjalanan, pernikahan, dan aktivitas penting selama bulan Safar. Bahkan muncul keyakinan bahwa angin panas di bulan ini dapat menimbulkan penyakit misterius. Ketakutan terhadap bulan Safar membuat masyarakat hidup dalam kecemasan yang tidak berdasar.

Keyakinan seperti ini menunjukkan adanya pemahaman keliru terhadap konsep sebab-akibat dalam kehidupan. Masyarakat Arab Jahiliah lebih memilih menyalahkan waktu daripada mencari penyebab nyata dari suatu peristiwa. Hal ini menunjukkan lemahnya akidah dan kurangnya pemahaman terhadap kehendak Tuhan.

Islam datang membawa ajaran yang lurus dan menyucikan manusia dari keyakinan-keyakinan batil. Rasulullah menolak segala bentuk tahayul dan anggapan buruk terhadap waktu. Dalam pandangan Islam, semua waktu adalah ciptaan Allah yang netral dan penuh peluang untuk kebaikan.

Rasulullah bersabda, “Tidak ada 'adwa (penyakit menular tanpa izin Allah), tidak ada shafar, dan tidak ada hamah.” (HR Bukhari dan Muslim). Sabda ini secara tegas menolak kepercayaan bahwa bulan Safar adalah penyebab kesialan. Islam mengajarkan bahwa tidak ada waktu yang membawa malapetaka tanpa izin dan takdir Allah.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menjawab pertanyaan tentang penularan penyakit unta dengan bertanya, “Siapakah yang menulari yang pertama?” (HR Bukhari, no. 5278).

Jawaban ini menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi berdasarkan kehendak dan ketetapan Allah. Bukan karena bulan tertentu atau kekuatan gaib yang diyakini secara turun-temurun.

Islam ingin membebaskan umat manusia dari belenggu pemikiran takhayul dan ketakutan yang tidak logis. Setiap bulan, termasuk bulan Safar, adalah waktu yang Allah ciptakan untuk manusia beribadah dan mencari kebaikan. Tidak ada bulan buruk, sebagaimana tidak ada hari naas dalam ajaran Islam.

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk bertawakal kepada Allah dalam segala hal. Kita tidak boleh mengaitkan kejadian buruk dengan waktu tertentu tanpa dasar dari Al-Qur’an atau hadis yang sahih. Akidah yang lurus menuntut kita untuk bersikap rasional dan berserah diri kepada kehendak Allah.

Dengan meninggalkan keyakinan lama yang penuh tahayul, kita menjaga kemurnian iman dan akidah kita. Bulan Safar adalah waktu yang baik seperti bulan lainnya, tergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya. Inilah ajaran Islam yang membimbing umatnya keluar dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.

Ingin tahu lebih banyak tentang Kalender Hijriah dan Sejarah Penting di dalamnya? Tirto.id telah merangkumnya untuk Anda. Baca selengkapnya melalui tautan berikut!

Kumpulan Artikel Kalender Hijriah

Baca juga artikel terkait KALENDER HIJRIAH atau tulisan lainnya dari Satrio Dwi Haryono

tirto.id - Edusains
Kontributor: Satrio Dwi Haryono
Penulis: Satrio Dwi Haryono
Editor: Indyra Yasmin