Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

5 Cara Mengetahui Hadits Shahih dan Langkah-langkahnya

Penting bagi umat Islam mengetahui cara cek hadits shahih supaya terhindar dari kesesatan akidah. Berikut pengertian hingga cara mengetahui hadits shahih.

5 Cara Mengetahui Hadits Shahih dan Langkah-langkahnya
Ilustasi Al-Quran. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Umat Islam seyogianya tahu cara mengetahui hadits shahih. Hal ini penting untuk menghindari diri dari kesesatan akidah yang tidak benar.

Lantas, bagaimana cara mengetahui hadits shahih? Apa saja ciri-ciri hadits shahih? Adakah tingkatan hadits shahih? Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian hingga cara cek hadits shahih.

Tidak semua hadis dapat dikatakan absah karena ada juga informasi palsu yang sengaja difabrikasi, lalu disebut sebagai hadis. Hadis palsu wajib ditolak karena informasi itu dikarang dan mencatut nama Nabi Muhammad secara tidak bijak.

Orang yang menyampaikan suatu informasi, lalu menyandarkannya pada Nabi Muhammad padahal ia berbohong diancam dengan balasan neraka oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah:

"Sesungguhnya orang berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka," (HR. Bukhari dan Muslim).

Pengertian Hadits Shahih

Berasal dari kata “shahha-yashihhu-suhhan wa shihhatan wa shahahan,” shahih memiliki arti sehat, yang selamat, yang benar, serta yang sah dan benar.

Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr menjelaskan dengan ringkas, hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ke-dhâbith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber-‘illat dan tidak bersyâdz.

Tingkatan hadits shahih salah satunya dikelompokan berdasarkan persyaratan atau kriteria sahih yang terpenuhi. Dilansir laman NU Online Lampung, berikut ini beberapa tingkatan hadits shahih:

  1. Muttafaq Alaih, yaitu telah disepakati kesahihannya oleh Imam Al Bukhari dan Muslim, diriwayatkan Imam Al Bukhari dan Muslim (Akhrajahu/Rawahu Al Bukhari wa Muslim), atau diriwayatkan oleh dua orang (Akhrajahu/Rawahu Asy Syaikhan).
  2. Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari saja.
  3. Diriwayatkan oleh Imam Muslim saja.
  4. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Imam Al Bukhari dan Muslim
  5. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Imam Al Bukhari saja.
  6. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Imam Muslim saja.

Cara Cek Hadits Shahih

Suatu hadis dapat dikatakan sahih ketika memenuhi sejumlah kriteria yang telah ditetapkan atau disepakati oleh para ulama ahli hadis. Dilansir laman NU Online, berikut ini beberapa kriteria hadist shahih:

1. Sanadnya bersambung hingga Nabi Muhammad

Ciri-ciri hadits shahih yang pertama adalah dari ketersambungan sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.

Sanad merupkana rentetan perawi hadis hingga sampai ke Nabi Muhammad SAW. Untuk mengetahui konsep ketersambungan sanad ini dapat melihat contoh hadis di bawah ini:

"Dari Abdullah bin Yusuf meriwayatkan dari Malik bin Anas, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Math’am, dari bapaknya, Jubair bin Math’am, yang berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah membaca Surat At-Thur saat salat Magrib,’” (HR. Al-Bukhari).

Hadis di atas memiliki ketersambungan sanad hingga Nabi Muhammad SAW, yang dimulai dari Imam Bukhari mendengar hadis itu dari Abdullah bin Yusuf yang mendengarnya dari Malik bin Anas (Tabiut Tabi'in), yang mendengarnya dari Ibnu Syihab Az-Zuhri (Tabi'in).

Ibnu Syihab pun mendengarnya dari Muhammad bin Jubair (yang juga seorang tabi'in) dari ayahnya yaitu sahabat Jubair bin Math'am yang langsung mendengar bahwasanya Nabi Muhammad membaca surah At-Thur selepas Al-Fatihah ketika salat Magrib.

Jika seandainya, ada keterputusan sanad, misalnya Imam Bukhari mendengar bahwa Abdullah bin Yusuf menyatakan bahwa ia mendengar langsung dari Muhammad bin Jubair (Tabi'in), padahal keduanya memiliki perbedaan rentang usia dan zaman yang jauh, serta mustahil bisa bertemu langsung, maka hadis itu tidak bisa dikatakan sahih karena sanadnya terputus.

2. Perawi yang mengabarkan hadis itu kredibel dan bisa dipercaya

Untuk bisa dipercaya perkataannya, perawi hadis itu harus diteliti kredibilitasnya. Penelitian mengenai sumber informasi ini dapat dilakukan dengan bertanya pada orang-orang-orang yang pernah bertemu dengan perawi hadis itu.

Di masa sekarang, meneliti perawi hadis dapat dilakukan dengan menelaah biografi masing-masing perawi di kitab-kitab klasik.

Banyak buku biografi perawi hadis yang mendokumentasikan tindakan-tindakan yang pernah dilakukan oleh perawi tersebut.

Jika seorang perawi hadis pernah kedapatan berbohong, maka hadisnya langsung tertolak.

Demikian juga jika sering bermaksiat atau pernah melanggar nilai-nilai moral masyarakat setempat, maka hadisnya tidak bisa diterima secara utuh.

3. Hafalan perawinya kuat

Selanjutnya, kualitas ingatan dan hapalan perawi juga perlu ditakar. Jikalau seorang perawi sering lupa, maka hadisnya tidak bisa dikatakan sahih, paling jauh masuk dalam kategori hasan karena hapalannya tidak sekuat yang sahih.

Dalam konteks hapalan hadis, ada perawi yang hapalannya kuat di waktu muda, namun seiring bertambah usianya, hapalannya sering tertukar-tukar.

Dalam kasus ini, ahli hadis biasanya membagi rentang waktu ketika hapalannya masih kuat dan ketika perawi itu sudah memasuki usia tua ketika ingatannya sudah lemah.

4. Tidak ada syadz atau pertentangan dengan perawi lainnya

Dalam kasus tertentu, ada dua hadis yang sama-sama sahih, namun ternyata makna hadisnya bertentangan satu sama lain. Jika demikian, maka hadis itu mesti ditentukan salah satu yang akan diterima.

Caranya adalah dengan menguji masing-masing perawi. Kemudian, perawi yang paling kredibel dan kuat hafalannya yang diprioritaskan. Selain itu, makna hadis itu juga perlu dikonfirmasi dengan riwayat lainnya agar tidak ada syadz dengan yang lain.

5. Tidak ada illah atau kecacatan, baik pada sisi perawi ataupun isi hadis tersebut

Dalam keilmuan hadis (ilmu musthalahah hadis), terdapat istilah illah yaitu cacat yang dapat merusak hadis.

Cacat ini umumnya implisit (tidak terlihat) dan hadis itu terkesan sahih, namun setelah diteliti lebih cermat lagi, ditemukan kecacatannya.

Letak illah hadis ini biasanya ada pada tiga keadaan, sebagaimana dinyatakan Hairul Hudaya dalam uraian "Menguji Kompleksitas 'Illah Hadis" dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, yaitu (1) illah pada sanad; (2) illah pada matan (isi hadis); dan (3) illah pada sanad dan matan sekaligus.

Salah satu contoh cacat illah adalah perawi hadis ditemukan keliru menyebut nama perawi di atasnya.

Akan tetapi, kekeliruan itu nyaris tidak disadari orang lain, sebab nama perawi itu memang mirip dan berpotensi terbolak-balik atau perawi itu memang sezaman dengannya, padahal sebenarnya tidak pernah menyampaikan hadis tersebut.

Kekuatan metodologi sanad inilah yang menjaga keotentikan dan kesahihan sumber informasi ajaran Islam.

Karena itulah Sheikh Ahmad Kutty, Intelektual Islam dari Institut Islam Toronto menyatakan bahwa dengan metodologi ketat menyaring hadis sahih dan yang tidak sahih merupakan keunggulan Islam dibandingkan agama-agama lainnya.

"Islam adalah satu-satunya agama yang menciptakan metodologi ilmiah untuk memverifikasi data [hadis]. Jika bukan karena pengetahuan sanad, maka orang akan mengatakan apa pun yang ia inginkan," ujar Sheikh Ahmad Kutty, sebagaimana dilansir dari Islam Online.

3 Contoh Hadits Shahih

Ada banyak contoh hadis shahih yang dapat ditermukan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Berikut ini beberapa contoh hadits shahih:

1. Hadits Shahih Riwayat Bukhari

صحيح البخاري ٥: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ ح و حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ وَمَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ نَحْوَهُ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya:

"Telah menceritakan kepada kami [Abdan] dia berkata: telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri]. Dan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Bisyir bin Muhammad] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dan [Ma'mar] dari [Az Zuhri] seperti jalur sebelumnya, berkata: telah mengabarkan kepada kami [Ubaidullah bin Abdullah] dari [Ibnu 'Abbas] berkata: bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkan beliau Al Qur'an. Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jauh lebih lembut dari pada angin yang berhembus," (Shahih Bukhari).

2. Hadits Hasan dalam Shahih Bukhari

صحيح البخاري ٧: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya:

"Telah menceritakan kepada kami [Ubaidullah bin Musa] dia berkata: telah mengabarkan kepada kami [Hanzhalah bin Abu Sufyan] dari ['Ikrimah bin Khalid] dari [Ibnu 'Umar] radliyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Islam dibangun diatas lima (landasan): persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan," (Shahih Bukhari).

3. Hadits Shahih dari Shahih Muslim

صحيح مسلم ١٥: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْنِينِي مِنْ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أُمِرَ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ أَبِي شَيْبَةَ إِنْ تَمَسَّكَ بِهِ
Artinya:

"Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya at-Tamimi] telah mengabarkan kepada kami [Abu al-Ahwash]. [dalam riwayat lain disebutkan] Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu al-Ahwash] dari [Abu Ishaq] dari [Musa bin Thalhah] dari [Abu Ayyub] dia berkata: "Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya bertanya: 'Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang mendekatkanku dari surga dan menjauhkanku dari neraka?' Beliau menjawab: 'Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung silaturahmi dengan keluarga.' Ketika dia pamit maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintahkan kepadanya niscaya dia masuk surga.'" Dan dalam suatu riwayat [Ibnu Abu Syaibah]: "Jika dia berpegang teguh dengannya,'" (Shahih Muslim).

Baca juga artikel terkait HADIS atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Edusains
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif