Menuju konten utama

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW Lengkap

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan kenapa Maulid diperingati serta sejak kapan ada peringatannya di Indonesia? Penjelasannya akan diulas di artikel ini.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW Lengkap
Ilustrasi Nabi Muhammad SAW. foto/IStockphoto

tirto.id - Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi merupakan hari penting bagi seluruh umat muslim di dunia. Sebelum diperingati sebagai hari nasional di Indonesia, Maulid Nabi memiliki sejarah yang panjang.

Lalu, sejak kapan ada peringatan Maulid Nabi? Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW diperkirakan para ahli mulai dirayakan setelah 300 tahun kematian Rasulullah setiap tanggal 12 Rabiul Awal.

Berdasarkan catatan sejarah peringatan Maulid Nabi berasal dari kelompok masyarakat Arab tradisional. Seiring berkembangnya Islam di dunia, peringatan Maulid Nabi ini dikenal oleh umat muslim di berbagai negara.

Tentu ada alasan kenapa diperingati hari Maulid Nabi oleh umat Muslim. Dikutip dari situs Kementerian Agama (Kemenag) alasan kenapa Maulid Nabi diperingati adalah sebagai bentuk penghormatan umat Muslim atas kelahiran Nabi Muhammad.

Melalui kegiatan ini, masyarakat saling menunjukkan rasa syukur dan suka cita atas kelahiran Rasulullah yang sudah mengenalkan agama Islam.

Sejarah Awal Peringatan Maulid Nabi Muhammad

Sejarah peringatan Maulid Nabi diperkirakan sudah berlangsung sejak abad ke-10. Peringatannya dimulai sejak era Dinasti Fatimiyah, sebuah kerajaan yang dahulu berlokasi di antara Afrika Utara (Mesir) dan Timur Tengah.

Menurut Ulin Niam Masruri dalam Riwayah: Jurnal Studi Hadis (2018), orang pertama yang merayakan Maulid Nabi adalah seorang raja dari Dinasti Fatimiyah bernama Raja al-Muiz Li Dinillah.

Al-Muliz Li Dinillah merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad dari garis keturunan Fatimah. Masa pemerintahan Al-Muliz Li Dinillah berlangsung antara abad 341-365 Hijriah atau 952-975 Masehi.

Peringatan Maulid Nabi secara meriah pertama kali dilakukan oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin. Ia diketahui menggelontorkan dana mencapai 300.000 dinar untuk bersedekah di peringatan Maulid Nabi.

Para sejarawan menilai bahwa peringatan Maulid Nabi di era Dinasti Fatimiyah awalnya untuk keperluan legitimasi politik. Namun, peringatan tersebut sempat dilarang beberapa saat sebelum Dinasti Fatimiyah berakhir.

Pelarangan tersebut ditetapkan oleh salah satu pemuka agama di Musta'il Billah yang mengkhawatirkan adanya bid'ah dalam perayaan hari ulang tahun Nabi dan anggota keluarganya.

Namun, setelah Dinasti Fatimiyah berakhir dan digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah, peringatan Maulid Nabi kembali dilaksanakan.

Cara peringatan Maulid Nabi pada Dinasti Ayyubiyah sangat berbeda dengan peringatan dinasti sebelumnya. Dinasti Ayyubiyah memperingati Maulid Nabi dengan lebih megah dan dalam jangka waktu lama.

Menurut Ahmet Ozel dalam Mawlid: Its History and Religious Decision (2002) persiapan kerjaan untuk memperingati Maulid Nabi bahkan berlangsung berhari-hari.

Peringatannya dirayakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pelancong. Salah satu tradisi yang dilakukan saat Maulid Nabi oleh Dinasti Ayyubiyah adalah membuka rumah tempat kelahiran Nabi untuk umum.

Akhirnya banyak peziarah dari seluruh negeri yang datang berkunjung ke rumah kelahiran Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tradisi inilah yang kemudian diturunkan ke dinasti-dinasti selanjutnya selama ratusan tahun.

Tradisi ini juga diturunkan pada kaum cendikiawan yang datang dari seluruh dunia ke Timur Tengah untuk belajar. Seiring dengan menyebarnya agama Islam di seluruh dunia, tradisi perayaan Maulid Nabi semakin beragam dan tetap meriah.

Sejarah Maulid Nabi di Indonesia

Ada banyak versi terkait sejarah Maulid Nabi di Indonesia. Beberapa mengungkapkan peringatan Maulid Nabi dimulai di Pulau Sumatera, bersamaan dengan kali pertama Islam masuk ke Nusantara.

Namun, versi yang paling populer adalah Maulid Nabi dimulai di wilayah Jawa. Hal ini berkat ajaran para Wali Songo yang ingin menyebarkan Islam melalui seni dan budaya pada abad ke-14.

Salah satu peringatan Maulid Nabi tertua di Nusantara dilaksanakan oleh Keraton Solo dan Yogyakarta, bernama sekaten. Dikutip dari laman Pemerintah Kota Surakarta, tradisi ini diperkirakan sudah berlangsung sejak abad ke-15.

Peringatan sekaten berasal dari bahasa Arab "syahadatain" yang artinya sebuah kalimat mengakui Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.

Sekaten sendiri adalah kegiatan pasar malam meriah yang digelar selama sebulan penuh. Selanjutnya, peringatan sekaten akan dilanjutkan dengan tumplak wajik atau merangkai gunungan berisi hasil panen.

Nantinya, gunungan tersebut akan dibagi-bagikan ke masyarakat dalam acara Grebeg Maulud.

Sekaten pada awalnya merupakan kelanjutan upacara tradisional yang dilaksanakan oleh raja-raja sebelum Islam masuk. Kemudian, setelah Islam diperkenalkan, tradisi ini dihiasi berbagai unsur-unsur agama untuk menyebarkan agama Islam.

Peringatan Maulid Nabi tertua di Nusantara lainnya berasal dari Sulawesi Selatan, bernama Maudu’ Lompoa. Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tradisi Maudu' Lompoa sudah berlangsung sejak abad ke-16.

Tradisi Maudu’ Lompoa merupakan tradisi shalawatan, festival, dan perjamuan yang diadakan oleh masyarakat Islam di Cikoang. Kegiatan ini menjadi pertanda puncak peringatan Maulid Nabi di wilayah tersebut.

Maudu’ Lompoa biasanya diselenggarakan secara meriah. Selain melantunkan doa-doa dan shalawat Nabi, masyarakat setempat juga menghias kapal dengan kain dan kertas warna-warni.

Tak hanya itu, masyarakat juga akan melakukan pemotongan ayam kampung dan menghias telur.

Saat ini tradisi peringatan Maulid Nabi di Indonesia dilaksanakan dengan lebih beragam, baik secara tradisional maupun modern.

Banyaknya masyarakat Muslim di Indonesia yang memperingati Maulid secara besar-besaran membuat Pemerintah RI menetapkannya sebagai libur nasional.

Penetapan Maulid Nabi sebagai tanggal merah berlangsung sejak Orde Baru di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Maulid Nabi resmi ditetapkan jadi libur nasional pada 1967 melalui Tap MPR No. XXXIII/MPRS/1967.

Kenapa Hari Maulid Nabi Diperingati?

Salah satu alasan utama kenapa diperingati hari Maulid Nabi adalah sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad sendiri merupakan pemimpin besar umat Islam. Ia berjasa dalam mengenalkan ajaran Keesaan Allah SWT dan agama Islam di muka bumi.

Selain bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad ada beberapa alasan lain yang mendasari peringatan Maulid Nabi.

Dikutip dari NU Online, berikut lima alasan kenapa hari Maulid Nabi diperingati di Indonesia:

1. Mengekspresikan rasa syukur

Umat Islam tentu sangat bersyukur atas kelahiran Nabi Muhammad di dunia. Oleh karena itu, bentuk rasa syukur ini bisa diekspresikan dengan merayakan kelahirannya dalam Maulid Nabi.

2. Mengamalkan ajaran baik Rasulullah

Ada banyak ajaran-ajaran baik Rasulullah yang diamalkan setiap perayaan Maulid Nabi. Termasuk di antaranya, bersedekah, berpuasa sunah, bershalawat, berbagi dengan sesama, dan sebagainya.

3. Mengingat kembali sejarah kehidupan Nabi

Sejarah kehidupan Nabi Muhammad sejak lahir hingga meninggal memiliki banyak hikmah dan inspirasi.

Pada peringatan Maulid Nabi, sejarah kehidupan Nabi Muhammad akan selalu dibahas sehingga bisa selalu diingat oleh Umat Muslim.

4. Menjadi momen untuk memantapkan keimanan

Kegiatan-kegiatan keagamaan yang diadakan dalam peringatan Maulid Nabi diharapkan dapat meningkatkan keimanan.

Oleh karena itu, Maulid Nabi bisa menjadi momen untuk memperteguh keimanan umat Muslim dalam menjalani agama Islam.

5. Melestarikan tradisi yang baik

Maulid Nabi juga menjadi waktu yang tepat untuk melestarikan tradisi-tradisi yang baik. Tradisi yang baik tentu dapat memberikan nilai-nilai kehidupan dan agama yang berharga dari generasi ke generasi.

Baca juga artikel terkait SEJARAH MAULID NABI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dhita Koesno

Artikel Terkait