tirto.id - Penceramah Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah menyebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) identik sebagai golongan Wahabi. Ia juga membandingkan cara dakwah yang dilakukan Wahabi dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Gus Miftah menyampaikan hal tersebut saat memberikan ceramah di Kalianda, Provinsi Lampung, pada Jumat (12/1/2024). Turut hadir dalam acara itu Gubernur Jawa Timur yang juga Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, serta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Di hadapan jamaah yang didominasi kader Muslimat NU, Gus Miftah membacakan kutipan surah Al-An'am ayat 48. Ia kemudian memberikan penjelasan terkait 2 cara dakwah menurut Al-Qur'an, yakni mubasyir dan mundzir.
Menurut Gus Miftah, dakwah yang dilakukan orang NU adalah mubasyir alias menyenangkan. Hal ini sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah.
Di lain sisi, cara mundzir atau menakut-nakuti kerap dilakukan kelompok Wahabi. Di Indonesia, kata Gus Miftah, Wahabi identik dengan PKS. "Makanya saya gak yakin kalau orang NU bisa maju bareng dengan PKS," sebutnya.
Apa Itu Wahabi? Ini Penjelasan dan Sejarahnya
Golongan Wahabi dinisbatkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Ia lahir tahun 1115 H di 'Uyainah, Nejed, atau 70 km barat laut Riyadh, Arab Saudi.
Muhammad bin Abdul Wahab disebut-sebut sudah hafal Al-Quran sejak usia 10 tahun. Ia juga belajar fiqih Hanbali, hadis, dan tafsir serta mempelajari ilmu tauhid Al-Kitab dan As-Sunnah.
Di Nejed, Muhammad bin Abdul Wahab mendengar banyak orang yang tawassul kepada pohon kurma. Di Hejaz, ia juga menyaksikan orang-orang mengkultuskan kuburan para sahabat, keluarga Nabi, dan Rasulullah SAW.
Bagi Muhammad bin Abdul Wahab, itu tidak boleh dilakukan, kecuali kepada Allah SWT. Tak hanya itu, ia juga mendengar orang-orang di Madinah meminta pertolongan kepada Rasulullah lewat cara istighosah hingga berdoa kepada selain Allah.
Menurutnya, hal-hal tersebut ini bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis. Dikutip dari artikel tentang Wahabi yang ditulis Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dan dimuat di laman luk.staff.ugm.ac.id, Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyeru kepada kaumnya agar kembali bertauhid dan berdoa hanya kepada Allah saja.
Banyak kalangan kemudian menentang keras dakwah yang dilakukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Para penentangnya itu disebutkan memulai dengan perbuatan keji: memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong.
Ada yang menuding Muhammad bin Abdul Wahab membuat madzhab yang kelima meskipun dirinya mengaku sebagai pengikut Hanbali.
Pihak yang berseberangan itu juga menilai para pengikutnya alias orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah dan anti shalawat.
Dinukil dari artikel bertajuk "Siapa Sebenarnya Sekte Wahabi?" dalam situs web NU Online, penisbatan Wahabi terhadap Muhammad bin Abdul Wahab sebenarnya tidak benar. Para pengikut seharusnya disebut sebagai Muhammadiyah bukan Wahabi, lantaran namanya adalah Muhammad bukan Wahab (nama ayahnya: Abdul Wahab).
Penggunaan istilah "Wahabi" diberikan oleh kaum yang menentang cara dakwah Muhammad bin Abdul Wahab. Kata "Wahabi" diambil dari nama ayahnya, Abdul Wahab. Hal ini sudah biasa dilakukan di kalangan orang Arab.
Unggul Purnomo Aji dan Kerwanto melalui penelitiannya yang berjudul "Teologi Wahabi: Sejarah, Pemikiran dan Perkembangannya" yang terhimpun dalam Jurnal Studi Islam El Adabi (Vol. 2, No.1, 2023), gerakan ini mulai masif di Indonesia sejak akhir abad 19 lewat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan Muhammad Natsir dengan dukungan dana dari Arab Saudi.
DDII lalu membikin Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) tahun 1981. Kurikulumnya mengikuti Universitas al-Imam Muhammad bin Suud al-Islamiyyah, Riyadh. Sejumlah alumni LIPIA ialah Yazid Jawaz, Farid Okbah, Khalid Basalamah, hingga Firanda Andirja.
Adapun ormas Islam besar di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama (NU) termasuk salah satu pengkritik keras aliran Wahabi. Mereka membentengi ajaran Ahlu as-Sunnah dari pemikiran Wahabi.
Respons PKS Terhadap Gus Miftah
Ketua DPW PKS Lampung, Ahmad Mufti Salim, memberikan respons terkait tudingan Gus Miftah yang menyatakan PKS identik dengan Wahabi.
Menurut caleg PKS Dapil Lampung 2 itu, Gus Miftah sembrono dalam menjelaskan surah Al-An'am ayat 48. Ahmad Mufti menilai mubasyirin artinya memberi kabar gembira bukan menyenangkan. Sedangkan mundzirin adalah memberi peringatan, bukan menakut-nakuti.
"Pertama, bukan bermaksud gagah-gagahan, riya' atau sombong, akan tetapi ini soal meluruskan pemahaman yang tidak benar. Pemahaman yang tidak benar sangat membahayakan Ummat, Bangsa & Negara, ujungnya bisa menyesatkan," tulis Ahmad Mufti Salim via akun Instragramnya.
Sosok yang menyebut dirinya alumni Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta itu juga menegaskan anggapan "Wahabi adalah PKS" termasuk fitnah .
"Kedua, terhadap apa yang beliau sampaikan. "WAHABI adalah PKS". Fitnah ini di sampaikan tanpa dasar dan bukti yang jelas," lanjutnya.
Ahmad Mufti Salim mengakhiri lewat pernyataan cara menafsirkan Al-Quran yang salah bisa berdampak pada adu domba antar umat dan saling merendahkan.
Ia juga menantang Gus Miftah untuk ngaji bareng dengan membuka tafsir kitab Ahlussunnah wal Jama'ah.
Tantangan itu diharapkan terjadi di depan ulama Lampung, termasuk Ketua MUI Lampung serta Gubernur Lampung demi menentukan siapa yang salah, antara dirinya atau Gus Miftah.
"Ini tantangan untuk Gus Miftah semoga segera dijawab," tandas Ahmad Mufti Salim.