Menuju konten utama

Mereka Kompak Menolak Aliran Wahabi

Warga dan tokoh masyarakat di Bogor Utara menolak keberadaan masjid penyebar paham Salafi. Mereka menolak karena akidahnya dibilang bidah.

Mereka Kompak Menolak Aliran Wahabi
Poster berisi ayat Alquran yang menyatakan hukum menghalangi pembangunan masjid tertempel di pagar seng Masjid Imam Ahmad bin Hanbal yang telah dirobohkan di Bogor Utara, Sabtu (4/3). Tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Spanduk penolakan itu terpampang di tembok pinggir Jalan Kolonel Ahmad Syam, Kompleks IPB Baranangsiang IV. Isinya, pernyataan warga plus tokoh masyarakat Bogor Utara yang menolak pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal di wilayah mereka di Kelurahan Tanah Baru. Alasannya, pihak masjid tidak melakukan sosialisasi atas rencana renovasi masjid itu.

Setidaknya ada empat spanduk penolakan di dekat pembangunan masjid. Spanduk penolakan warga rupanya juga direspons lewat spanduk balasan, tepat di depan pagar penutup proyek. Isinya sepotong surat Al-Baqarah ayat 114 dan tafsir ath-Thabari oleh Dewan Kemakmuran Masjid Imam Ahmad bin Hanbal:

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menghalang-halangi berzikir menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka tidak sepatutnya masuk ke dalam (Masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (Kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”

Berbalas spanduk ini sudah berjalan beberapa bulan belakangan. Tepatnya sejak renovasi masjid bakal diperbarui jadi empat lantai. Alasan pihak masjid, bangunan lama sudah tak bisa menampung jumlah jemaah.

Namun, di balik penolakan itu, ada sentimen keyakinan yang menyinggung warga ketika masjid itu menyiarkan dakwah. Warga kerap dibilang bidah karena melakukan kegiatan maulid Nabi, salawat, dan tawasul.

“Menolak dengan tegas pembangunan dan keberadaan masjid Imam Ahmad bin Hanbal” tulis warga. “Sampai Kapan pun”.

Muara penolakan bermula dari dakwah masjid Imam Ahmad bin Hanbal. Warga, yang kebanyakan kaum nahdliyin, merasa tersinggung dengan isi dakwah yang kerap menyerempet akidah yang selama ini dijalani warga. Apalagi kebanyakan warga Bogor Utara sering melakukan tradisi maulidan termasuk ziarah kubur dan tawasulan.

Dari keterangan yang dihimpun reporter Tirto, dengan wawancara ke beberapa tokoh penolak kehadiran masjid, kebanyakan warga menolak karena akidahnya sering disebut bidah. Sayangnya, dari beberapa wawancara, warga menolak namanya untuk dikutip. Namun secara tegas mereka menolak keberadaan masjid di lingkungan tempat tinggal mereka karena "membuat keresahan."

Dakwah salafi dari masjid tersebut bikin banyak warga tersinggung lantaran tradisi keagamaan warga kerap dianggap tidak sesuai dengan Alquran dan hadis.

Menyimpan Masalah Sejak Awal

Masjid Imam Ahmad bin Hanbal sudah 16 tahun berdiri di wilayah lingkungan RT 05/ RW 10 itu. Ketika pertama berdiri, warga juga sempat melakukan penolakan. Namun, belakangan sikap warga menjadi cair. Warga dan tokoh masyarakat memberikan izin berdirinya masjid tersebut atas dasar kesepakatan.

Salah satu poin kesepakatan itu: dakwah masjid tidak menyenggol akidah yang selama ini dijalani warga, yakni tahlilan, ziarah kubur termasuk juga maulid nabi—tradisi keagamaan yang melekat pada kalangan Nahdlatul Ulama.

Belakangan, dakwah masjid Imam Ahmad bin Hanbal justru menuai masalah. Warga sekitar masjid tersinggung dengan isi materi dakwah yang menyalahkan akidah warga dan menuduhnya bidah. Alasan lain warga, yang belakangan jadi faktor ikutan, pengajian yang diadakan masjid kerap bikin macet. Ini semula tidak menimbulkan gesekan, dan warga sendiri membiarkannya tanpa ambil sikap keras.

Masalah menjadi sensitif ketika ada rencana renovasi masjid pada Maret 2016. Masjid lama, yang dibangun pada 2001, dirobohkan untuk dibangun empat lantai. Momentum ini menjadi pengungkit warga yang sudah gelisah dengan isi ajaran dakwah dari masjid tersebut, mendorong warga melakukan penolakan dan akhirnya memasang sejumlah spanduk di lokasi pembangunan masjid.

Belakangan, izin lingkungan pembangunan masjid bermasalah. Warga yang tinggal di lingkungan paling dekat masjid sama sekali tak dimintai persetujuan. Penolakan warga sampai ke meja Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, politikus dari Partai Amanat Nasional. Pada Desember lalu warga beserta tokoh masyarakat Bogor Utara melakukan pertemuan di kantor Wali Kota bersama jemaah masjid Imam Ahmad bin Hanbal. Hasilnya adalah pembangunan masjid "dihentikan sambil melengkapi aspek teknis dan non-teknis."

Dari hasil pertemuan itu, izin persetujuan warga dinilai catat hukum. Warga RT 05/ RW 10 di areal terdekat masjid sama sekali belum memberi persetujuan. Dalam lembar persetujuan, kebanyakan warga yang meneken justru dari luar lingkungan masjid.

Pulung, ketua Gerakan Pemuda Ansor Bogor Utara, yang ikut hadir dalam pertemuan itu, mengatakan bahwa penolakan pembangunan masjid bermuara dari keresahan warga atas isi dakwah masjid Imam Ahmad bin Hanbal. Ia mengatakan, warga sering disebut bidah karena praktik keagamaannya yang dianggap melenceng dari Alquran dan hadis.

“Kami ini seolah beda dengan mereka. Kami sering disebut bidah,” ujar Pulung.

INFOGRAFIK HL Gerakan Anti Bidah mASJID BOGOR

Mengaku Beda Akidah

Diki Setiawan, juru bicara Yayasan Imam Ahmad bin Hanbal, mengakui jika penolakan warga berdasarkan perbedaan akidah. Namun, ia menekankan, perbedaan ajaran itu semata memisahkan antara ibadah dan budaya serta tradisi. Padahal, kata Diki, semua itu sifatnya dakwah yang harus disampaikan.

“Hanya mungkin itu yang kemudian terkesan kalau teman-teman dari Ahmad bin Hanbal kok beda, kemudian dianggap terlalu eksklusif, padahal tidak,” katanya melalui sambungan telepon, Jumat pekan lalu.

Ia menjelaskan, salah satu alasan renovasi pembangunan masjid karena ada keluhan warga terhadap pengajian rutin masjid yang bikin macet. Keluhan ini ditampung oleh Yayasan, salah satunya dengan membuat lahan parkir di lantai bawah untuk kendaraan jemaah. Selain itu, dengan alasan jumlah jemaah yang terus bertambah, mau tidak mau, masjid harus direnovasi.

Semula renovasi ini menambah luas gedung. Belakangan, desain masjid berubah, dan bangunan lama harus dirobohkan untuk dibikin gedung empat lantai. Guna memenuhi syarat lingkungan, pihak Yayasan meminta persetujuan dari warga sekitar.

“Jadi secara perizinan, kita ikut prosedur yang berlaku,” kata Diki. Hingga kini, pihak Yayasan masih menunggu solusi atas penolakan warga sehingga proyek pengerjaan masjid dihentikan untuk sementara waktu.

“Ya kita ingin win-win solution, kasihan juga jemaah, akhirnya tertunda ibadahnya,” ujar Diki.

Diki menegaskan jika dakwah Imam Ahmad bin Hanbal tak menyinggung umat muslim lain. “Kita tidak ada hujat menghujat, kafir-mengkafirkan, tidak ada seperti itu,” klaimnya.

Penolakan atas Dakwah Salafi

Penolakan pembangunan masjid bukan hanya terhadap Imam Ahmad bin Hanbal.

Masih di Kecamatan Bogor Utara, warga Kampung Pakauman juga melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan masjid di area SMP Nuraida Islamic Boarding School. Alasannya, warga menolak ada dua masjid dalam satu lingkungan RT/ RW. Apalagi rencana pembangunan masjid itu sebelumnya tanpa sosialisasi kepada warga di RT 03/ RW 015 di Kelurahan Cimahpar.

Ketua RW 015 Raden Ujib mengatakan, izin lingkungan dan persetujuan warga memang tak dilakukan di wilayahnya, yang paling dekat dari areal rencana pembangunan masjid. Persetujuan warga justru di wilayah RT 01/ RW 004. Buntutnya, pada 28 Oktober 2016, warga menolak pembangunan masjid.

“Jadi izin itu sudah ada, tapi dia salah alamat. Yang sekarang penolakan warga, sebetulnya karena ada plang mohon doa restu dan itu terjadi penolakan karena di sini sudah ada masjid,” kata Ujib.

Dalam surat penyataan penolakan warga, kehadiran masjid bakal mengganggu aktivitas warga. Pasalnya, dari kegiatan di areal sekolah itu, saban Sabtu dan Minggu, jalan kampung menuju perumahan warga selalu dipadati kendaraan dan bikin macet. Dari sana warga juga meminta "dikaji ulang" pendirian bangunan SMP Nuraida Islamic Boarding School. Alasannya, sekolah tersebut "tak banyak memberikan manfaat" kepada warga Kampung Pakauman.

Buntut penolakan itu masih berlangsung sampai saat ini. Pada 24 Februari lalu, lantaran pembangunan masjid terus berjalan, warga melakukan mediasi di kantor kecamatan. Dalam pertemuan dengan pemilik Yayasan Nuraida, Lukman Hakim Muchsin, warga meminta tidak ada bangunan masjid di area sekolah. Selain itu, warga juga meminta bangunan masjid dirobohkan.

“Ada enam poin, salah satunya masjid ditiadakan,” kata Ujib.

Ujib mengatakan, permintaan warga sudah bulat. Apalagi belakangan penolakan itu juga didasari adanya perbedaan paham mengenai akidah. “Sekarang arah sudah beda, lebih kepada perbedaan paham,” tutur Ujib.

Lukman Hakim Muchsin, pemilik SMP Nuraida Islamic Boarding School, mengatakan "tidak tahu" mengenai penolakan warga soal pendirian bangunan masjid yang sedang berjalan. Ia menjelaskan, pembangunan masjid ini telah memenuhi standar sekolah yang biasanya disertai adanya rumah ibadah. Masjid itu juga rencananya bukan digunakan untuk kalangan umum, melainkan hanya untuk siswi SMP Nuraida.

“Bapak lihat, kan, (pembangunan masjid) itu di dalam lingkungan sendiri,” kata Lukman saat ditemui di kediamannya, Jumat pekan lalu.

SMP Nuraida Islamic Boarding School, demikian Lukman bercerita, berdiri pada 2014. Saat ini jumlah siswi di sekolah tersebut sekitar 175 orang.

“Pelajarannya ya Alquran termasuk juga tauhid dan bahasa Arab,” katanya. “Karena saya ingin anak-anak ini menjadi anak yang saleha.”

Soal penolakan warga atas pembangunan masjid SMP miliknya, apakah ada kaitannya dengan penolakan serupa atas Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Lukman mengatakan tidak ada dan menyebutnya sebagai "tuduhan."

“Mereka menuduh begitu,” kata Lukman. “Sebetulnya terhadap imam Hanbal juga itu tidak boleh.”

“Kecuali mereka mengambil akidah yang salah, tidak sama kita. Kalau saya akidah saya, saya harapkan lurus sesuai dengan ajaran nabi, Alquran, Sunah Nabi. Kita belum sempurna, kita tetap menuntut ilmu. Mana yang belum benar, kita singkirkan. Kan, seperti itu,” kata Lukman.

Lukman belum mengambil keputusan mengenai mediasi dengan warga atas penolakan bangunan masjid di SMP Nuraida Islamic Boarding School.

“Masak dirobohin? Sudah berapa uang ditanam di sana dan perintah siapa? Kalau perintah pengadilan, boleh,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait SALAFI atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Politik
Reporter: Arbi Sumandoyo & M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam