tirto.id - Sosialisasi adalah suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Demikian menurut Kamanto Sunarto (2000: 31) dalam optimalisasi pencegahan gangguan Kamtibnas yang dimuat oleh Perpustakaan Lemhannas.
Sosialisasi terbagi ke dalam dua jenis, yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi sekunder adalah lanjutan atau sosialisasi tahap kedua dari proses sosialisasi primer.
Menurut Peter L Berger dan Luckman (1978) dalam Ruang Lingkup Sosiologi Perdesaan (2016) sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisai primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Dalam sosialisasi sekunder terdapat dua tahapan, yaitu resosialisasi yang merupakan tahapan ini seseorang diberi suatu identitas diri yang baru; dan desosialisasi yang merupakan tahapan ketika setiap individu akan menerima identitas diri baru dan menghapus yang lama.
Proses kedua tahapan yang ada dalam sosialisasi sekunder tersebut biasanya cederung berlangsung dalam institusi total, yaitu lingkungan tempat tinggal dan tempat bekerja.
Pada kedua tahapan tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung, dan diatur secara formal. Hal ini sebagaimana yang dituliskan oleh Goffman (1961) dalam Sosiologi karya Subadi (2008).
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia, dimulai dari masa kanak-kanak sampai dilanjutkan setelah kanak-kanak tersebut masuk dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.
Sosialisasi sekunder dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Adapun contoh sosialisasi sekunder dalam kehidupan bermasyarakat antara lain:
1. Dalam lembaga formal, misalnya sosialisasi untuk tidak membuang sampah kedalam sungai, sosialisasi untuk membayar pajak bumi dan bangunan, atau turut serta dalam rapat yang diadakan rukun tetangga.
2. Dalam lembaga sosial, misalnya keikutsertaan dalam kegiatan karang taruna, pengurus masjid, dan organisasi sosial lainnya.
3. Dalam keluarga, misalnya seorang ayah yang mengajak anaknya bermain di lingkungan sekitar untuk memperkenalkan anaknya dengan anak lainya yang seumuran, seorang ibu yang melarang anaknya keluar malam, atau aturan-aturan tidak tertulis yang selalu diterapkan di rumah.
4. Dalam lingkungan sosial, misalnya pembagian jadwal ronda oleh ketua tukun tetangga, sanksi yang diterapkan apabila melanggar aturan lingkungan seperti gotong royong, atau keikutsertaan dalam tahlilan tetangga.
5. Masa kanak-kanak, misalnya bersosialisasi di sekolah baru, bermain di taman bersama anak-anak lainnya, atau ikut serta dalam lembaga edukasi di luar sekolah agar anak lebih terdorong untuk mengenal lingkungan baru.
Dalam kegiatan-kegiatan tersebutlah masyarakat saling membaur satu dengan lainnya. Kesempatan tersebut juga menjadikan masyarakat lebih erat dalam kebersamaan, sehingga tercipta interaksi sosial secara menyeluruh.
Sebab syarat interaksi sosial dalam masyarakat salah satunya yaitu rasa kebersamaan hingga tercipta integrasi sosial.
Dalam hal ini, sosialisasi sekunder juga berperan dalam rasa aman dan keharmonisan kehidupan masyarakat.
Jika sosialisasi sekunder tidak terlaksana dengan baik maka akan terdapat ketidakseimbangan dalam diri individu dan masyarakat yang dapat berdampak luas.
Penulis: Nika Halida Hashina
Editor: Yandri Daniel Damaledo