Menuju konten utama

Apa Itu Agrarische Wet 1870 di Soal Tes BUMN

Kumpulan soal BUMN tentang Agrarische Wet 1870 dan penjelasan singkat mengenai materi tersebut.

Apa Itu Agrarische Wet 1870 di Soal Tes BUMN
Peserta ujian mengerjakan soal. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/wsj.

tirto.id - Tes online Rekrutmen Bersama BUMN 2025 saat ini tengah digelar secara serentak di seluruh Indonesia selama 10 hari (19-28 April 2025), dan para peserta harus melewati tahap seleksi tersebut secara daring.

Salah satu materi ujian yang paling disorot dalam tes online tersebut adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) BUMN yang menghadirkan beragam pertanyaan tentang sejarah nasional, termasuk soal mengenai Undang‑Undang Agraria 1870 (Agrarische Wet).

Soal tentang Agrarische Wet 1870 menuai gelombang keluhan dari peserta. Banyak yang menganggap cakupan materinya terlalu spesifik sehingga peserta dituntut memiliki pengetahuan mendalam tentang alur peralihan sistem tanam paksa ke liberalisasi agraria di Hindia Belanda.

Apa Itu Agrarische Wet 1870?

Undang-Undang Agraria 1870 (Agrarische Wet) merupakan tonggak penting dalam sejarah agraria di wilayah Hindia Belanda. Pemberlakuan undang-undang tersebut tidak bisa dilepaskan dari latar belakang sistem tanam paksa (cultuurstelsel) yang telah berlangsung sejak 1830.

Meskipun cultuurstelsel awalnya diterapkan untuk meningkatkan hasil tanaman ekspor dan memberdayakan petani, praktiknya justru malah menindas rakyat dan membuat mereka semakin sengsara.

Penolakan terhadap tanam paksa kemudian datang dari berbagai pihak, termasuk tokoh intelektual Belanda seperti Eduard Douwes Dekker dan Baron van Hoevell yang mengkritik keras ketidakadilan serta otoriternya sistem kolonial.

UU Agraria 1870 lahir sebagai hasil desakan kaum liberal di Belanda yang ingin mengakhiri praktik kolonial yang menindas serta membuka jalan bagi investasi swasta. Sejak 1850-an, pengusaha swasta sudah mulai diberi kesempatan untuk menyewa tanah dari petani, khususnya di Jawa dan Sumatera yang menandai awal dari keterlibatan sektor swasta dalam pertanian.

Kemenangan kaum liberal di parlemen Belanda pada tahun 1870 tersebut kemudian mendorong disahkannya UU Agraria 1870 yang secara resmi membuka kesempatan bagi swasta Eropa untuk mengakses tanah di Hindia Belanda secara legal.

Isi utama dari UU Agraria 1870 adalah perlindungan terhadap hak milik tanah masyarakat pribumi. Mereka diakui haknya atas tanah dan diberikan kebebasan untuk menggunakannya. Namun, tanah yang tidak digunakan dapat disewakan kepada pengusaha swasta untuk keperluan perkebunan dengan tetap menjaga kepemilikan sah tanah tersebut di tangan masyarakat pribumi.

Pemberlakuan UU Agraria 1870 menjadi awal dari fase liberalisasi ekonomi di Hindia Belanda. Di satu sisi, undang-undang itu melindungi masyarakat pribumi dari perampasan tanah secara sewenang-wenang, tetapi di sisi lain juga membuka peluang bagi kapitalisme agraria untuk berkembang pesat di wilayah kolonial. UU Agraria 1870 menandai masuknya kepentingan modal asing dalam sistem pertanian lokal.

Tujuan pertama Undang‑Undang Agraria 1870 adalah memberikan jaminan hukum bagi pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Tujuan kedua UU ini adalah melindungi hak milik tanah masyarakat pribumi agar tidak hilang atau berpindah tangan secara permanen kepada pihak asing. Tujuan ketiga adalah menciptakan kesempatan kerja yang lebih baik bagi penduduk lokal, khususnya dalam sektor buruh perkebunan.

UU Agraria 1870 diharapkan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan pada gilirannya memperbaiki taraf hidup masyarakat di wilayah agraris Hindia Belanda.

Salah satu inovasi penting dalam UU Agraria 1870 adalah pengenalan hak erfpacht, yaitu hak sewa atas tanah telantar milik negara untuk jangka waktu hingga 75 tahun. Melalui hak ini, penyewa memperoleh kepastian hukum serupa hak eigendom (kepemilikan), termasuk hak memindahtangankan, mewariskan, dan menjadikan hak tersebut sebagai agunan.

Menurut Boedi Harsono dalam Hukum Agraria Indonesia (2008), hak erfpacht dibagi menjadi tiga kategori utama. Pertama, hak untuk perkebunan dan pertanian besar dengan luas maksimum 500 bahu (≈7.031 m² per bahu) dan tarif sewa maksimum lima florint per bahu. Kedua, hak untuk perkebunan dan pertanian kecil yang awalannya khusus bagi orang Eropa berpenghasilan rendah atau perkumpulan sosial.

Ketiga, hak untuk rumah tetirah dan pekarangan (estate) seluas maksimal 50 bahu, yang memfasilitasi pembangunan perumahan dan fasilitas pendukung penduduk Eropa maupun kalangan elit lokal. Dalam praktiknya, hak erfpacht mendorong pertumbuhan perkebunan swasta di Jawa dan Sumatera karena investor mendapat kepastian hukum atas penggunaan lahan jangka panjang.

Namun, idealisme liberal untuk meningkatkan kesejahteraan petani pribumi seringkali tak tercapai lantaran keuntungan dan modernisasi, lebih banyak dinikmati pemerintah kolonial dan pemodal Eropa, sedangkan petani lokal tetap berada di posisi buruh dengan akses terbatas pada tanah.

Meski demikian, warisan UU Agraria 1870 dan hak erfpacht masih bisa dilihat pada struktur pemilikan dan penggunaan lahan di Indonesia di masa modern ini. Mekanisme sewa jangka panjang ini menjadi cikal-bakal konsep Hak Guna Usaha (HGU) dalam perundang‑undangan nasional setelah kemerdekaan serta memengaruhi pola investasi dan tata kelola agraria hingga era sekarang.

Contoh Soal TWK Agrarische Wet 1870 untuk Tes BUMN dan Jawabannya

Berikut adalah 10 contoh soal mengenai Agrarische Wet dalam bentuk pilihan ganda:

1. Pada tahun berapakah Agrarische Wet diberlakukan di Hindia Belanda?

A. 1830

B. 1867

C. 1870

D. 1908

(Jawaban: C)

2. Siapakah Menteri Jajahan Belanda yang menandatangani Agrarische Wet 1870?

A. Johannes van den Bosch

B. Engelbertus de Waal

C. Eduard Douwes Dekker

D. Baron van Hoevell

(Jawaban: B)

3. Agrarische Wet 1870 diterbitkan sebagai respons untuk menggantikan sistem kolonial mana?

A. Politik Pintu Tertutup

B. Politik Etis

C. Cultuurstelsel (tanam paksa)

D. Sistem konsesi pertambangan

(Jawaban: C)

4. Prinsip pengaturan tanah baru dalam undang-undang ini disebut “erfpacht”. Apa arti umum dari hak erfpacht?

A. Hak milik penuh atas tanah

B. Hak sewa jangka panjang atas tanah

C. Hak memanen hasil hutan

D. Hak mendirikan bangunan di atas tanah pribadi

(Jawaban: B)

5. Berapa lama maksimum durasi hak erfpacht yang diatur dalam Agrarische Wet 1870?

A. 25 tahun

B. 50 tahun

C. 75 tahun

D. 100 tahun

(Jawaban: C)

6. Berapa luas maksimum tanah perkebunan besar yang dapat disewa di bawah hak erfpacht?

A. 50 bahu

B. 100 bahu

C. 500 bahu

D. 1.000 bahu

(Jawaban: C)

7. Berapa tarif sewa maksimum per bahu untuk hak erfpacht perkebunan besar menurut undang‑undang ini?

A. 1 florint per bahu

B. 3 florint per bahu

C. 5 florint per bahu

D. 10 florint per bahu

(Jawaban: C)

8. Menurut ketentuan Agrarische Wet 1870, Gubernur Jenderal Hindia Belanda dilarang untuk:

A. Menyewakan tanah kepada orang Eropa

B. Menjual tanah penduduk pribumi dan negara

C. Menerbitkan hak erfpacht

D. Memungut pajak atas hasil panen

(Jawaban: B)

9. Salah satu tujuan utama diberlakukannya Agrarische Wet 1870 adalah:

A. Memperketat kontrol pemerintah atas tanah tak bertuan

B. Memberikan jaminan hukum kepada pribumi dan pemodal besar asing yang melakukan investasi perkebunan

C. Menghapuskan semua hak adat atas tanah

D. Mewajibkan petani menanam komoditas ekspor tertentu

(Jawaban: B)

10. Dampak langsung dari penerapan Agrarische Wet 1870 pada sektor pertanian di Hindia Belanda adalah:

A. Berakhirnya semua perkebunan swasta

B. Berdirinya perkebunan-perkebunan besar milik swasta

C. Nasionalisasi lahan oleh pemerintah kolonial

D. Larangan ekspor komoditas pangan

(Jawaban: B)

Baca juga artikel terkait REKRUTMEN BUMN atau tulisan lainnya dari Fajri Ramdhan

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Fajri Ramdhan
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Elisabet Murni P