Menuju konten utama

Apa Hukum Shalat Rebo Wekasan dalam Islam, Boleh atau Tidak?

Apa hukum Shalat Rebo Wekasan dalam Islam? Boleh atau tidak menjalankannya? Simak keterangan berikut.

Apa Hukum Shalat Rebo Wekasan dalam Islam, Boleh atau Tidak?
Ilustrasi Salat. foto/Istockophoto

tirto.id - Rebo Wekasan menjadi tradisi berbagai kalangan masyarakat. Salah satu ritual yang dianjurkan adalah shalat Rebo Wekasan. Lalu, bagaimana hukum shalat Rebo Wekasan menurut Islam?

Tradisi Rebo Wekasan dilakukan secara turun-temurun pada bulan Safar. Dalam bahasa Jawa, Rebo adalah hari Rabu. Sedangkan Wekasan memiliki arti akhir atau pungkasan.

Rebo Wekasan bermakna Rabu pungkasan atau Rabu terakhir. Yang dimaksud adalah Rabu terakhir selama bulan Safar menurut kalender Hijriah. Rebo Wekasan 1446 H bertepatan dengan tanggal 4 September 2024.

Pada masa jahiliyah, Safar dianggap sebagai bulan sial atau bulan bencana di bumi. Anggapan ini sebenarnya sudah dibantah Nabi Muhammad SAW.

Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:"Tidak ada penularan penyakit, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan karena bintang, tidak ada kesialan kerana bulan Shafar dan tidak ada kesialan karena makhluk halus." (HR Ahmad dan Muslim).

Meski demikian, kepercayaan tentang kesialan bulan Safar masih menjadi budaya di kalangan masyarakat sehingga banyak yang melakukan ritual tertentu dengan tujuan menolak bala.

Hukum Shalat Rebo Wekasan dalam Islam

Berbagai tradisi dan amalan khusus dilakukan selama peringatan Rebo Wekasan. Contohnya shalat Rebo Wekasan.

Dalam agama Islam, mempercayai adanya kesialan pada bulan Safar termasuk keyakinan yang tidak benar. Rasulullah SAW sudah menegaskan bahwa Safar bukan tergolong bulan sial.

Oleh karena itu, shalat Rebo Wekasan bukan termasuk ibadah yang dianjurkan Islam. Apalagi tidak ada nash sharih yang menjelaskan aturan atau anjuran ini.

Sebagaimana mengutip artikel berjudul "Shalat Rebo Wekasan, Bagaimana Hukumnya?" yang ditulis Muhammad Syakir NF via laman NU Online, Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam kitab Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’ menjelaskan hukum asal sebuah ibadah apabila tidak dianjurkan, maka dianggap tidak sah.

Artinya, jika seseorang melakukan shalat Rebo Wekasan dan berniat semacam “saya niat shalat Safar” atau “saya niat shalat Rebo Wekasan”, maka shalatnya dihukumi haram dan tidak sah.

Meski demikian, para ulama masih memiliki perbedaan pandangan apabila shalat Rebo Wekasan diniati shalat sunah mutlak. Sebagian ulama tetap menyatakan haram, tapi ada pula yang memperbolehkan.

Menurut KH Hasyim Asy’ari, shalat Rebo Wekasan termasuk haram dan tidak boleh dilakukan karena tidak sesuai syariat agama. Anjuran shalat sunah mutlak seperti yang ditetapkan dalam hadis shahih tidak berlaku bagi shalat Rebo Wekasan dan hanya berlaku untuk shalat yang disyariatkan.

Di pihak lain, Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki memiliki pendapat yang berbeda. Katanya, shalat sunah mutlak Rebo Wekasan hukumnya boleh dikerjakan.

Solusi agar diperbolehkan melakukan shalat yang ditegaskan haram (seperti shalat Safar/Rebo Wekasan) adalah dengan cara membacat niat shalat sunah mutlak. Shalat sunah mutlak dilakukan sendirian tanpa batas waktu, sebab, maupun jumlah rakaat.

Berdasarkan penjelasan di atas, hukum shalat Rebo Wekasan bisa dikatakan haram karena tidak ada tuntunan dalam ajaran agama Islam atau tidak sesuai syariat. Shalat Rebo Wekasan yang dilakukan dengan niat shalat sunah mutlak masih menjadi perdebatan di antara kalangan ulama.

Shalat di Rumah

Ilustrasi - Keluarga muslim melakukan shalat bersama di rumah. (FOTO/iStockphoto)

Niat Shalat Sunah Mutlak

Shalat sunah mutlak merupakan shalat yang tidak terikat waktu. Hal ini dapat dilakukan tanpa sebab dan tidak memiliki aturan atau batasan jumlah rakaat.

Shalat sunah mutlak termasuk ibadah yang dianjurkan karena bisa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt. Niat shalat sunah mutlak dua rakaat adalah sebagai berikut:

أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla

Artinya:"Saya niat shalat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala"

Tata Cara Shalat Sunah Mutlak

Cara shalat sunah mutlak dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt. sebenarnya tak jauh beda dengan shalat sunah lain. Sunnatullah dalam "Tata Cara Shalat Sunnah Mutlak" dikutip laman NU Online menerangkan tata cara menjalankan shalat sunah mutlak.

Berikut adalah tata cara shalat sunah mutlak dua rakaat:

  1. Membaca niat shalat sunah mutlak
  2. Takbiratul ihram
  3. Membaca doa iftitah
  4. Membaca ta’awudz dilanjutkan surah Al-Fatihah
  5. Membaca surat-surat pendek
  6. Rukuk
  7. I’tidal
  8. Sujud
  9. Duduk di antara dua sujud
  10. Sujud lagi
  11. Berdiri
  12. Membaca surah Al-Fatihah
  13. Dilanjutkan surah pendek
  14. Rukuk
  15. I'tidal
  16. Sujud
  17. Duduk di antara dua sujud
  18. Sujud lagi
  19. Duduk
  20. Tahiyat
  21. Membaca dua kalimat sahadat dan shalawat ibrahimiyah
  22. Salam.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab menerangkan bahwa shalat sunah mutlak boleh dilakukan dengan 1 kali salam dalam setiap satu rakaat, dua rakaat, tiga rakaat, atau lebih.

Shalat sunah mutlak boleh dilakukan dengan 1 kali salam dalam setiap dua rakaat atau mengerjakan banyak rakaat hanya dengan 1 kali salam.

Doa Tolak Bala dalam Islam

Islam memberikan tuntunan yang begitu lengkap mengenai ibadah, termasuk doa-doa menolak bala dan memohon perlindungan kepada Allah Swt.

Berikut adalah beberapa contoh doa tolak bala dalam bentuk bahasa Arab, latin, dan terjemahannya:

1. Doa selamat dan tolak bala

اَللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الْخَيْرِ وَأَبْوَابَ الْبَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ الْقُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ الْعَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الْجَنَّةِ، اَللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْاٰخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الْكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَا وَعَذَابَ الْاٰخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَـــالَمِيْنَ

Allâhumma-ftaḫ lanâ abwâbal khair, wa abwâbal barakah, wa abwâban ni‘mah, wa abwâbar rizqi, wa abwâbal quwwah, wa abwâbas shiḫḫah, wa abwâbas salâmah, wa abwâbal ‘âfiyah, wa abwâbal jannah. Allâhumma ‘âfinâ min kulli balâ’id dunyâ wa ‘adzâbil âkhirah, washrif ‘annâ bi ḫaqqil Qur’ânil ‘azhîm wa nabiyyikal karîm syarrad dunyâ wa ‘adzâbal âkhirah. Ghafarallâhu lanâ wa lahum bi raḫmatika yâ arḫamar râḫimîn. Subḫâna rabbika rabbil ‘izzati ‘an mâ yashifūn, wa salâmun ‘alal mursalîn, wal ḫamdulillâhi rabbil ‘âlamîn

Artinya: Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al-Qur’an yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai Zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.

2. Doa memohon perlindungan dari bencana

اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَدْمِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّيْ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْغَرَقِ وَالْحَرِيْقِ وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَمُوْتَ فِيْ سَبِيْلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَمُوْتَ لَدِيْغًا

Allâhumma innî a‘ûdzu bika minal hadmi, wa a‘ûdzu bika minat taraddî, wa a‘ûdzu bika minal gharqi wal ḫarîqi, wa a‘ûdzu bika an yatakhabbathanîsy syaithânu ‘indal mauti, wa a‘ûdzu bika an amûta fî sabîlika mudbiran, wa a‘ûdzu bika an amûta ladîghan

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tertimpa reruntuhan. Aku berlindung kepada-Mu dari jatuh dari tempat yang tinggi. Aku berlindung kepada-Mu dari tenggelam dan kebakaran. Aku berlindung kepada-Mu dari bujuk rayu setan ketika (menjelang) kematian (sakaratul maut). Aku berlindung kepada-Mu dari mati di jalan-Mu dalam keadaan melarikan diri. Dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena sengatan binatang.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Beni Jo & Yulaika Ramadhani