tirto.id - Terdapat sejumlah larangan, tradisi, hingga mitos yang dipercaya oleh masyarakat Jawa saat Rebo Wekasan tiba.
Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan adalah istilah yang digunakan masyarakat Jawa untuk hari Rabu terakhir dalam bulan Safar. Tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu, 13 September 2023.
Hadirnya Rebo Wekasan tidak terlepas dari tradisi masyarakat jahiliyah yang meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan yang penuh dengan kesialan.
Namun, keyakinan itu dibantah oleh Rasulullah Muhammad SAW, beliau bersabda dalam sejumlah hadits bahwa tidak ada kesialan dalam bulan Safar.
Meski demikian, masih ada beberapa kelompok masyarakat termasuk suku Jawa yang meyakini hal itu. Sehingga, Rebo Wekasan diyakini masyarakat Jawa sebagai hari yang keramat.
Keyakinan itu kemudian membentuk sejumlah tradisi dan larangan yang biasanya dilakoni sebagai upaya yang dipercaya dapat menghindarkan diri dari marabahaya.
Tradisi Rebo Wekasan
Tradisi Rebo Wekasan menurut Umma Farida dalam Jurnal Theologia Volume 30, No. 2, December 2019 merupakan kearifan lokal yang dikombinasikan dengan nilai-nilai Islam.
Asal usul ritual yang dilakukan oleh beberapa orang Muslim Indonesia, terutama di Jawa, sering merujuk pada pendapat KH. Abdul Hamid Kudus.
Menurutnya, Allah menurunkan berbagai macam bencana dan cobaan pada hari Rabu terakhir di bulan Ṣafar, sehingga orang disarankan untuk melakukan ritual tertentu seperti shalat sunnah, membaca ayat-ayat Al Quran, ṣhalawat, dan shalat.
Ritual ini memang dipraktekkan di beberapa daerah di Jawa dengan berbagai modifikasi tradisi lokal yang diwujudkan dalam bentuk karnaval budaya, pembacaan al-Qur’an, dan selamatan.
Oleh karena itu, di berbagai daerah di Indonesia Rebo Wekasan dapat berbeda-beda. Misalnya di Kudus, Jawa Tengah dan Garut, Jawa Barat, setiap Rebo Wekasan maka mereka akan melakukan shalat sunnah mutlaq, membaca surat pendek, surat yasin.
Kemudian, di Tegal, Jawa Tengah tradisi Rebo Wekasan diisi dengan pengajian akbar, barzanji, dan tahlilan, hingga mengunjungi petilasan Mbah Panggung, yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Tradisi Rebo Wekasan yang berbeda juga dilaksanakan di Wonokromo, Yogyakarta. Menyambut Rebo Wekasan biasanya akan digelar pasar malam, ketika Rabu Wekasan tiba, penduduk setempat akan melaksanakan doa bersama di depan masjid.
Sementara itu di Jawa Timur masyarakat daerah Manyar dan Kebomas melakukan sedekah bumi di sekitar Telaga Suci saat Rebo Wekasan.
Kemudian, di wilayah pesisir Jawa Timur tepatnya pantai Bulusan Banyuwangi, setiap Rebo Wekasan mereka menggelar ritual Petik Laut.
Meski berbeda-beda tradisi dan ritual yang dilaksanakan pada Rebo Wekasan, secara umum tujuan penyelenggaraannya hampir sama yaitu memohon perlindungan dan mengucap syukur kepada Allah SWT.
Larangan, Mitos, dan Fakta Seputar Rebo Wekasan
Masyarakat Jawa meyakini adanya sejumlah larangan, peraturan tidak tertulis yang harus dipatuhi saat Rebo Wekasan tiba.
Selain itu, hari yang dikeramatkan ini menyimpan mitos dan fakta yang menarik untuk disimak, antara lain sebagai berikut.
1. Hari keluar rumah
Masyarakat Jawa percaya pada saat Rebo Wekasan, sebanyak 320.000 bencana atau penyakit akan datang mengintai. Untuk itu, masyarakat dianjurkan untuk mengurangi kegiatan di luar rumah dan menghindari kegiatan yang membahayakan jika tidak ingin tertimpa sial.
2. Larangan menikah
Masyarakat Jawa percaya dengan pemilihan hari baik untuk pernikahan, Rebo Wekasan adalah hari yang paling dihindari untuk menyelenggarakan pernikahan.
Sebab, pada hari ini diyakini orang yang menikah di hari ini, pernikahannya akan tertimpa kesialan seperti hubungan rumah tidak harmonis, perceraian, dan hal buruk lainnya.
3. Bayi yang lahir harus diruwat
Bayi yang lahir pada hari Rebo Wekasan harus diruwat atau dibersihkan supaya dalam perjalanan hidupnya ke depan, sang bayi terhindar dari mala petaka dan nasib buruk. Proses ruwat itu dilakukan dengan menggelar ritual doa yang bisanaya dipimpin oleh tetua adat atau orang yang mengerti.
Editor: Yulaika Ramadhani