Menuju konten utama

4 Contoh Naskah Drama tentang Bullying di Sekolah Singkat

Inspirasi naskah drama bullying di sekolah yang menarik dan edukatif, dirancang untuk membantu siswa memahami dampak perundungan serta membangun empati.

4 Contoh Naskah Drama tentang Bullying di Sekolah Singkat
Ilustrasi Bullying. foto/istockphoto

tirto.id - Naskah drama bullying di sekolah dapat digunakan sebagai media edukasi untuk menunjukkan betapa seriusnya dampak perundungan terhadap siswa. Melalui alur cerita yang sederhana, drama ini membantu penonton memahami bahwa bullying bukanlah hal sepele.

Naskah drama umumnya berisi dialog, arahan panggung, serta urutan adegan yang dirancang untuk dipentaskan di depan khalayak. Dalam dunia pendidikan, naskah drama sering digunakan sebagai media pembelajaran karena dapat melatih kreativitas, kerja sama, dan kemampuan berbicara di depan umum.

Melalui permainan peran, siswa tidak hanya membaca teks, tapi juga memahami karakter, konflik, serta pesan moral yang ingin disampaikan. Hal ini membuat naskah drama menjadi alat yang efektif untuk mengedukasi anak-anak sekolah, terutama ketika tema yang diangkat berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Salah satu tema penting yang sering diangkat dalam drama sekolah adalah bullying. Bullying atau perundungan adalah tindakan menyakiti, mengintimidasi, atau merendahkan orang lain secara sengaja, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis.

Melalui drama bertema bullying, siswa dapat memahami dampak buruk perundungan, melihat sudut pandang korban, dan belajar tentang empati serta keberanian untuk menghentikannya.

Drama dapat membantu menyampaikan pesan moral secara lebih hidup dan emosional sehingga siswa lebih mudah memahami bahwa perundungan adalah hal yang berbahaya dan harus dicegah bersama-sama.

Naskah Drama Bullying di Sekolah

Ilustrasi Bullying

Ilustrasi Bullying. FOTO/iStockphoto

Naskah drama tentang bullying di sekolah dapat dimainkan oleh beberapa tokoh dengan karakter yang jelas. Mulai dari naskah drama yang singkat hingga cyberbullying, berikut beberapa contoh naskah drama bullying di sekolah yang bisa dijadikan inspirasi:

1. Naskah Drama Bullying di Sekolah Singkat

Naskah ini berfokus pada kisah Adi, seorang pem-bully yang merupakan siswa berprestasi di sekolahnya. Ketika ada siswa baru datang dan terlihat sebagai sasaran empuk, Adi langsung melakukan perundungan tanpa tahu kalau siswa tersebut ternyata ahli bela diri.

Judul: Di Atas Langit, Masih Ada Langit

Karakter:

  • Adi: Siswa berprestasi, terlihat baik di depan guru, tapi sombong dan suka merendahkan orang.
  • Rendy: Teman geng Adi, suka ikut mengejek.
  • Haris: Teman geng Adi yang juga ikut mem-bully.
  • Yuda: Siswa pindahan, pendiam, kutu buku, tapi ternyata ahli bela diri.
  • Bu Intan: Guru Matematika
  • Nino: Siswa yang nilai Matematikanya rendah, sering jadi korban bullying.
Adegan 1: Ruang Kelas

(Suasana kelas. Bu Intan masuk dengan senyum bangga.)

Bu Intan: Anak-anak, hari ini kita kedatangan siswa baru. Kita sambut bersama… Yuda!

(Yuda masuk ke kelas dengan tenang.)

Bu Intan: Yuda ini pindahan dari luar kota. Ibu harap kalian bisa berteman dengan baik. (Menoleh ke Yuda) Yuda, kamu bisa duduk di bangku di samping Adi. Di situ kosong.

Yuda: Baik, Bu.

Bu Intan: (Melihat ke arah Adi) Adi, kalau Yuda butuh apa-apa, tolong dibantu, ya!

Adi: Siap, Bu!

Bu Intan: Baik, kita langsung mulai pelajaran, ya. Tapi, Ibu mau ambil buku dulu di ruangan ibu.

(Bu Intan keluar kelas. Adi langsung berdiri dengan gaya sok ramah.)

Adi: Halo, Yud. Selamat datang. Kalau butuh apa-apa, bilang aku, ya. Aku ketua kelas sekaligus murid teladan di sini.

Rendy: Iya, semua guru suka sama dia, lho!

Yuda: (Tersenyum tipis) Terima kasih. Senang bisa gabung di kelas ini.

(Adi dan gengnya saling menyeringai.)

Haris: (Berbisik) Wah, calon korban baru nih. Kelihatannya cupu banget.

Adi: (Berbisik) Tenang… pelan-pelan saja. Kita liat nanti.

Adegan 2: Halaman Sekolah

(Nino sedang duduk sendiri sambil membaca buku. Adi dan gengnya datang.)

Adi: Eh, Nino, belajar apa? Bukannya percuma, ya? Nilaimu kan tetap jeblok (tertawa bersama gengnya)

(Yuda terlihat berjalan santai di halaman, tapi langsung sembunyi untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi)

Rendy: Bener tuh, buang-buang waktu aja. Enggak kayak Adi, nih. Belajar 5 menit juga

(Nino berusaha cuek dan pura-pura tidak mendengar.)

Adi: Tuh, gimana mau pintar kayak aku. Telinganya aja budek. (Tertawa) Enggak ada gunanya dia belajar. Belajar keras pun enggak bakal bisa sampai ke levelku.

(Adi sengaja menyenggol dan menjatuhkan buku Nino. Masih sambil tertawa, ia lalu pergi bersama gengnya. Nino hanya menghela nafas dan memungut bukunya lagi)

Adegan 3: Koridor Sekolah

(Yuda sedang berjalan sambil membaca buku. Adi dan gengnya mencegat.)

Adi: Hey, Yuda. Mau ke mana? Wah… rajin bener.

Rendy: Udah dari tadi baca terus. Kalau jalan lihat depan dong!

(Yuda hanya tersenyum kikuk, mengangguk pelan, dan terus berjalan melewati Adi)

Haris: Wah, sok cuek dia.

Yuda: (Berhenti berjalan) Maaf, aku enggak mau ada masalah.

Adi: Oh, kamu pikir kalau berurusan sama kami itu sudah pasti bakal ada masalah?

Rendy: Wah, penghinaan.

Yuda: Maaf, bukan maksudku begitu.

Adi: Terus maksudmu apa, hah? (mendorong bahu Yuda)

(Yuda terlihat tenang, hanya menghela nafas)

Adi: Kamu ngerasa hebat? Kami sapa malah diem aja. Di sini, di sekolah ini, enggak ada yang lebih hebat dari aku, ngerti?!

Yuda: Kalau kamu merasa hebat… kenapa harus menindas orang lain?

Adi: Berani kamu ngomong begitu?!

(Adi mencoba menarik kerah baju Yuda, tapi seketika Yuda menangkap tangan Adi, memutarnya dengan teknik bela diri sederhana. Adi langsung kalah posisi dan menjerit pelan. Adi tak bisa berkutik)

Rendy & Haris: Woi! Woi! Lepasin! Gila, kuat banget!

(Yuda melepaskan Adi, tidak menyerang balik. Adi tampak kesakitan sambil memegangi tangannya. Ia juga berjalan sedikit menjauh)

Yuda: Sudah aku bilang, aku enggak mau bikin masalah. Dan kamu, Adi, enggak usah sok jagoan walau kamu paling pintar di sekolah ini. Kalau aku lihat kamu macam-macam, aku enggak akan tinggal diam.

(Yuda lalu pergi, meninggalkan Adi dan teman-temannya yang merasa kalah telak)

Tamat

Ilustrasi Bullying

Ilustrasi Bullying. foto/Istockphoto

2. Naskah Drama Bullying di Sekolah 4 Orang

Naskah drama ini bercerita tentang perundungan di dunia digital oleh anak sekolah. Pelaku menyamar sebagai admin akun gosip dan sengaja menyebar aib temannya hanya karena merasa iri.

Judul: Cyberbullying

Karakter:

  • Dika: Siswa populer, Ketua OSIS, berprestasi. Pelaku cyberbullying anonim (admin akun gosip @KabarKelas di platform X).
  • Sari: Siswi pendiam, cerdas, sahabat Dika. Korban utama cyberbullying.
  • Aldo: Ketua Kelas dan sahabat dekat Dika yang mulai curiga dengan perubahan sikap Dika.
  • Bu Lina: Guru Bimbingan Konseling (BK). Tegas dan peduli.
Adegan 1: Ruang Kelas

(Ruang kelas. Dika dan Aldo sedang mengobrol santai. Sari duduk sendirian di bangku belakang, menutupi wajah dengan buku.)

Aldo: (Menepuk pundak Dika) Ketua OSIS kita memang top! Presentasi tadi dapat A plus lagi. Siap-siap dipuji di akun @KabarKelas.

Dika: (Tersenyum bangga, tapi agak tegang) Ah, biasa aja, Do. Standar, kok. (Melirik sekilas ke arah Sari).

Aldo: Halah…merendah aja terus (sambil tertawa). Oh ya, kamu sadar tidak, Sari akhir-akhir ini aneh?

Dika: (Mengambil ponsel, pura-pura sibuk) Aneh bagaimana? Mungkin sibuk belajar.

Aldo: Dia jadi sangat pendiam. Tadi pagi aku lihat dia keluar dari toilet, matanya seperti habis menangis. Aku dengar dia sering jadi bahan ledekan di kolom komentar akun @KabarKelas.

Dika: (Wajahnya datar) Namanya juga media sosial, Do. Tidak usah dibawa hati.

Sari: (Tiba-tiba bangkit, mendekati mereka. Nadanya terdengar rapuh) Dika, Aldo... Apa kalian dengar gosip tentang aku? Yang di akun itu.

Aldo: Gosip yang mana, Sar? Jangan dipedulikan, itu cuma orang iseng.

Dika: (Cepat memotong) Iya, Sar. Itu cuma anonim iseng. Jangan sampai mengganggu belajarmu. Kalau ada masalah, lapor ke Bu Lina saja.

Sari: (Menatap Dika dengan mata berkaca-kaca) Tapi, gosip itu... (Jeda). Itu tentang ibuku, Dika. Hanya orang-orang yang kenal dekat denganku yang tahu cerita itu. (Ia kembali ke kursinya dan terisak pelan).

Dika: (Mengalihkan pandangan, gelisah)

Aldo: (Berbisik pada Dika) Lihat, kan? Ini sudah kelewatan. Kalau aku tahu siapa admin akun itu, aku hajar dia.

Adegan 2: Ruang BK

(Bu Lina duduk di mejanya. Dika, Aldo, dan Sari berdiri di depan meja.)

Bu Lina: (Melihat kertas cetakan komentar buruk) Ibu sudah dengar keluhan dari Sari dan hari ini merasa harus memanggil kalian, Dika, Aldo (sambil menatap Dika dan Aldo). Kasus cyberbullying yang menimpa Sari juga semakin parah. Ibu tidak bisa membiarkan ini berlanjut.

Sari: (Pelan) Saya... saya ingin tahu siapa orangnya, Bu. Karena ini bukan lagi ejekan biasa. Ini sudah menyerang mental saya.

Bu Lina: (Mengangguk-angguk dan tersenyum lembut pada Sari, lalu menoleh pada Dika dan Aldo). Ibu yakin salah satu dari kalian mungkin tahu siapa admin akun @KabarKelas ini. Dika, kamu kan Ketua OSIS. Apakah kamu punya petunjuk?

Dika: (Berusaha tenang, memasang wajah serius) Saya sudah mencoba mencari tahu, Bu. Tapi akun ini sangat rapi. Dan juga…adminnya selalu ganti-ganti VPN. Mungkin itu anak dari luar sekolah yang sengaja iseng.

Aldo: (Mengernyitkan dahi) Gonta-ganti VPN? Kamu yakin, Dik?

Dika: Aku yakin karena aku tahu teknologi, Do.

Aldo: (Tampak ragu) Gimana caranya kamu tahu?

Dika: Ah, susah jelasin sama kamu.

Aldo: Tapi buat apa anak luar sekolah melakukan itu?

Dika: Namanya juga iseng, Do!

Bu Lina: (Menengahi) Sudah, tidak perlu berdebat. Kalau kamu Aldo, bagaimana menurutmu soal akun ini?

Aldo: Seperti yang Sari pernah bilang, Bu. Saya juga yakin admin itu orang yang mengenal Sari, makanya saya kurang setuju dengan Dika dan yakin kalau pelakunya adalah anak sekolah sini.

Bu Lina: Baiklah. Kami dari pihak sekolah akan berusaha mencari tahu dengan menginvestigasi alamat IP dan pola unggahan. Selagi kami menunggu hasil pelaporan resmi, saya meminta Dika dan Aldo membantu memantau. Ingat, cyberbullying itu kejahatan dan pelaku bisa dipidana.

Aldo: Baik, Bu.

Dika: (Wajahnya memucat, tapi ia mengangguk kaku) Siap, Bu. Kami akan bantu.

Adegan 3: Toilet Sekolah

(Dika sedang mencuci muka. Aldo masuk.)

Aldo: Kenapa kau gemetaran, Dik?

Dika: (Kaget) Aldo! Kami bikin kaget aja. Biasa, capek urusan OSIS.

Aldo: Ah, masa? Tahu, enggak…Aku menemukan sesuatu.

Dika: Menemukan apa?

Aldo: Ingat saat kamu bilang akun itu pakai VPN? Kemarin pas aku pinjam laptopmu buat bikin tugas, aku lihat ada perangkat lunak VPN. Dan…

Dika: (Mendekat, nada mengancam) Dan apa?

Aldo: Dan kemarin, saat Sari keluar dari kelas setelah menangis karena postingan soal ibunya, aku lihat notifikasi di HP-mu. Ternyata kamu sedang mengetik di akun @KabarKelas. Dika, kamu adminnya, kan?

Dika: (Panik, mencoba berkelit) Itu... Itu cuma aku iseng! Aku coba masuk ke sana! Aku mau bantu Bu Lina!

Aldo: Dik, sudahlah, aku sudah tahu.

Dika: Kami salah paham, Do!

Aldo: (Gelisah) Kok, kamu tega, Dik? Sari itu sahabat kita, lho! Kamu itu Ketua OSIS, sering juara kelas, prestasi banyak, tapi di balik layar….kenapa kamu menghancurkan teman sendiri?

Dika: (Melengos dan diam)

Aldo: Kenapa, Dik?

Dika: (Berteriak pelan, frustrasi) Karena aku lelah! Aku lelah harus selalu sempurna! Sari selalu dapat nilai lebih bagus dariku di pelajaran tertentu, dia selalu lebih disukai guru! Akun itu... Akun itu adalah tempatku untuk bernapas! Aku bisa jadi Dika yang jujur tanpa takut dihakimi!

Aldo: Kamu salah. Kamu bukan jujur, kamu cuma pengecut yang bersembunyi di balik topeng anonim.

Dika: Aku hanya... aku tidak tahu bagaimana berhenti. Aku ketagihan melihat orang lain hancur, agar aku tidak merasa paling gagal.

Aldo: (Menghela napas) Kamu harus berhenti, Dik. Atau aku yang akan melaporkanmu. Sari sekarang berada di ambang depresi. Kamu mau tanggung jawab kalau terjadi apa-apa padanya?

Dika: (Menunduk, memejamkan mata. Keputusasaan terlihat jelas)

Adegan 4: Ruang BK

(Ruang BK. Ada Bu Lina, Dika, Aldo, dan Sari. Dika menunduk.)

Bu Lina: Dika sudah mengakui perbuatannya. (Menatap Sari dengan simpati) Sari, ibu minta maaf atas apa yang terjadi.

Sari: (Diam sejenak, menatap Dika. Matanya terlihat lelah) Kenapa, Dika? Kenapa harus aku? Kenapa kau sebenci itu padaku?

Dika: (Suaranya bergetar, tanpa melihat Sari) Aku... aku tidak benci, Sar. Aku benci diriku sendiri. Aku cemburu. Aku takut orang lain melihat kegagalan di balik gelarku sebagai Ketua OSIS. Maafkan aku.

Sari: (Menangis, tapi air matanya kering) Kamu tidak tahu seberapa sakitnya itu, Dik. Kamu merusak kepercayaan diriku, kamu membuatku takut ke sekolah.

Bu Lina: (Kepada Dika) Sekolah akan mencabut jabatan Ketua OSIS-mu. Kamu juga akan menjalani konseling rutin dan harus meminta maaf secara terbuka kepada seluruh sekolah atas tindakanmu. Kamu akan menghadapi konsekuensi sosial dan hukum dari perbuatanmu.

Dika: (Mengangguk, air mata menetes) Saya terima, Bu. Saya hanya ingin satu hal. Saya ingin akun itu ditutup sekarang juga. Dan saya ingin, Sari bisa memaafkaan saya.

Sari: (Sari mendongak, menatap Dika. Matanya masih penuh luka, tapi ada secercah harapan) Aku... butuh waktu, Dika. Tapi setidaknya, topengmu sudah jatuh.

Narator: Anonimitas memberi kita keberanian dan kekuatan untuk menjadi jahat, tapi keberanian sejati terletak pada kejujuran dan menghadapi konsekuensi dari setiap perbuatan.

Tamat

Ilustrasi Bullying

Ilustrasi Bullying. foto/SItockphoto

3. Naskah Drama Bullying 5 Orang di Sekolah

Naskah drama ini berfokus pada Alya, siswi SMA yang diasingkan oleh teman sekelasnya. Saat ada tugas kelompok, nama Alya sampai dicoret sehingga Alya harus mengerjakan tugasnya seorang diri.

Judul: Nama yang Dicoret

Karakter:

  • Alya: Siswi baru yang pendiam, tapi cerdas. Korban bullying.
  • Nadia: Teman lama Alya saat masih SD, kini populer dan merasa tersaingi.
  • Seno: Ketua kelas, sering diam melihat bullying.
  • Rani: Sahabat baru Alya, peduli dan berani.
  • Bu Mira: Wali kelas yang tegas.
Adegan 1: Kelas, Pagi Hari

(Suasana kelas ramai. Alya duduk sendirian. Rani mendekati.)

Rani: Kamu Alya, kan? Kok sendirian terus? Gabung sama kami, yuk!

Alya: (Tersenyum) Enggak apa-apa, Ran. Aku lagi nunggu pembagian kelompok tugas.

(Nadia dan teman-temannya masuk sambil tertawa. Seno membawa daftar kelompok.)

Seno: Oke semua! Ini daftar kelompok untuk tugas Sejarah.

(Semua siswa berkumpul. Alya melihat ke daftar dengan antusias, tapi wajahnya berubah.)

Alya: Nama aku… kok enggak ada?

Nadia: (berpura-pura kaget) Loh, kok bisa? Mungkin kamu salah lihat.

Rani: Seno, ini beneran? Masa Alya enggak masuk kelompok mana pun?

Seno: (Gelisah) Eee… iya… tadi masih ada. Aku juga bingung.

(Nadia memberi tatapan tajam ke Seno agar diam.)

Alya: Enggak apa-apa… aku bisa kerjain sendiri.

Adegan 2: Koridor Sekolah

(Alya berjalan sambil membawa buku. Nadia menghampiri dengan gaya sok ramah.)

Nadia: Alya… kamu kesepian, ya? Susah kan kalau enggak punya teman?

Alya: Nad, kok ngomong begitu? Dulu kamu…

Nadia: (Langsung memotong) Dulu ya dulu. Sekarang beda. Di sini, kamu jangan sok dekat. Aku enggak mau orang-orang bandingkan kita.

(Nadia menyenggol Alya hingga bukunya jatuh, lalu pergi sambil tertawa.)

(Rani melihat dari kejauhan dan datang membantu.)

Rani: Alya, kamu jangan diam saja. Kamu harus cerita ke Bu Mira. Ini sudah kelewatan.

(Alya hanya terdiam dan terlihat kebingungan).

Adegan 3: Ruang Kelas, Sore Hari

(Kelas sepi. Alya menulis sesuatu di buku harian. Rani mengintip dari pintu.)

Alya (monolog): Mungkin sekolah ini bukan tempatku. Setiap hari namaku selalu dicoret, seolah aku tidak layak ada. Kenapa Nadia begitu? Apa salahku?

(Ia menutup buku dengan mata berkaca-kaca. Bu Mira masuk ke kelas)

Bu Mira: Alya? Kamu belum pulang?

Alya: Sebentar lagi, Bu. (Alya berusaha tersenyum, lalu memasukkan buku harian ke tasnya)

(Rani masuk pelan-pelan, memberi isyarat pada Bu Mira untuk mendekatinya)

Bu Mira: Ada apa, Rani?

Rani: Bu… sebenarnya ada yang Ibu harus tahu…(Berbisik-bisik pada Bu Mira)

Adegan 4: Kelas, Besok Pagi

(Semua siswa siap menerima pelajaran, Bu Mira berdiri di depan kelas.)

Bu Mira: Ibu sudah menerima tugas Sejarah. Ada satu tugas yang digarap dengan nyaris sempurna, tapi ibu terkejut karena tugas itu ternyata hanya digarap oleh satu orang, yaitu Alya. Padahal, ibu meminta untuk dikerjakan secara kelompok.

(Kelas hening. Alya menunduk, sedangkan Nadia gelisah.)

Bu Mira: Langsung saja, ibu ingin tahu… siapa yang menghapus nama Alya dari kelompok?

(Tidak ada yang menjawab)

Bu Mira: Oke, kalau tidak ada yang menjawab, tugas Sejarah kalian, kecuali punya Alya, tidak akan Ibu nilai.

(Kelas langsung ribut. Beberapa saat kemudian, Seno maju perlahan.)

Seno: Anu, Bu. Sa-saya yang mencoret.

Bu Mira: Kenapa dicoret?

Seno: Saya, saya cuma nurut. Yang nyuruh… Nadia.

(Seisi kelas terkejut. Nadia terdiam dan menunduk)

Bu Mira: Tenang semuanya. (Melihat ke arah Nadia) Nadia, apa benar?

(Nadia mengangguk pelan)

Nadia: Bu… saya cuma… saya takut dia lebih unggul dari saya.

Bu Mira: Nadia, kamu selama ini sering juara kelas, berarti kamu itu pintar. Kalau memang pintar, seharusnya tidak perlu takut, tapi justru semangat bersaing secara sehat. Sekarang, kamu harus minta maaf pada Alya.

(Nadia melirik ke arah Alya dengan rasa bersalah.)

Nadia: Alya… aku… aku minta maaf.

Alya: Aku enggak mau kita musuhan, Nad. Tapi, aku juga enggak mau disakiti lagi.

Nadia: Aku janji enggak akan jahat lagi. Aku mau kita bersaing secara fair.

(Alya tersenyum dan mengangguk, keduanya lalu berpelukan)

Tamat

Ilustrasi Kekerasan Seksual

ilustrasi Bullying. foto/IStockphtoo

4. Naskah Drama tentang Bullying di Sekolah 7 Orang

Naskah drama ini tentang keberanian untuk melawan bullying, bukan hanya dari sisi korban, tapi juga saksi atau teman-teman sekitar korban. Dengan keberanian itulah bullying dapat dihentikan sehingga korban tidak semakin bertambah.

Judul: Berani Lawan Pem-bully

Karakter:

  • Raka: Siswa berprestasi, korban bullying.
  • Gilang: Pemimpin geng populer, pelaku utama.
  • Tomi: Anggota geng
  • Dita: Siswi baik, awalnya cuek, belakangan membela Raka.
  • Bima: Siswa yang menyaksikan kejadian diam-diam.
  • Bu Sari: Guru BK
  • Pak Adi: Wali kelas
Adegan 1: Ruang Kelas

(Kelas ramai. Raka masuk membawa tumpukan buku. Gilang dan Tomi duduk paling belakang, tertawa kecil.)

Gilang: Lihat tuh, rajanya ranking datang. Hati-hati, jangan ganggu dia. Kalau rankingnya turun, dia nanti nangis.

Tomi: (Mengangkat HP, pura-pura ingin merekam) Ayo Rak, kasih pose nerd-mu!

Raka: (Mengabaikan, duduk tenang). Sudah cukup, Gilang. Aku cuma mau belajar.

Tomi: Nah, justru itu masalahnya. Kamu bikin kami keliatan bodoh.

Gilang: Sudah, Tom. Jangan ganggu. Kalau nilainya turun, kamu mau disalahkan?

(Gilang dan Tomi tertawa)

(Dita masuk, menyaksikan kejadian itu, tapi ragu untuk ikut campur.)

(Pak Adi masuk ke kelas)

Pak Adi: Baik semua, tenang. Kita mulai pelajaran hari ini. Ingat, minggu depan kita ada ujian. Sudah siap semua, kan?

(Seisi kelas terdengar mengeluh)

Gilang: Kalo soal ujian, cuma Raka yang siap, Pak!

(Seisi kelas tertawa, tapi Raka menunduk. Pak Adi hanya tersenyum dan menganggapnya candaan biasa).

Pak Adi: Sudah, sudah, sekarang ayo buka buku pelajarannya.

Adegan 2: Lorong Sekolah

(Lorong sepi. Raka berjalan sendiri. Gilang dan Tomi mengikutinya.)

Gilang: Wah, ketemu lagi sama anak kesayangan para guru.

(Raka terdiam dan tetap berjalan pelan)

Tomi: Pasti enak, ya, jadi anak emas.

Raka: Aku enggak pernah minta diperlakukan begitu. Aku cuma belajar.

Tomi: Halah, sok merendah, padahal dalam hatimu kamu pasti mengejek kami yang nilainya di bawahmu. Iya, kan?

Raka: Aku enggak pernah begitu!

Gilang: Ah, berisik!

(Gilang sengaja mempercepat langkah dan menyenggol bahu Raka sampai ia menjatuhkan semua bukunya. Bima muncul di ujung lorong, melihat kejadian itu dan langsung bersembunyi.)

Gilang: Aku akui kamu pintar, pintar menjilat dan ambil hati para guru.

(Gilang dan Tomi tertawa, sementara Raka sibuk mengambil buku-bukunya yang jatuh)

Gilang: Yuk, kita pergi, Tom (sambil merangkul Tomi). Aku alergi sama anak sok pintar.

(Gilang dan Tomi kembali tertawa. Raka hanya diam memungut bukunya sambil menahan marah dan sedih.)

(Setelah Gilang dan Tomi pergi, Bu Sari datang dan terkejut melihat Raka)

Bu Sari: Raka? Kamu kenapa?

Raka: (Sambil buru-buru berdiri) Enggak apa-apa, Bu. Buku saya jatuh.

(Bu Sari mengernyitkan dahi)

Bu Sari: Wajahmu agak pucat, kamu sakit?

Raka: Enggak, Bu. Cuma…(Raka terlihat ragu-ragu)

Bu Sari: Kenapa, Raka?

Raka: Enggak apa-apa, Bu (menggelengkan kepala sambil berusaha tersenyum). Saya permisi dulu.

(Raka langsung pergi, sedangkan Bu Sari terlihat khawatir)

Adegan 3: Kelas, Sore Hari

(Dita berjalan ke kelas dan melihat Bima yang tampak gelisah)

Dita: Kok belum pulang, Bim?

Bima: Kamu juga ngapain ke kelas?

Dita: Bukuku ketinggalan di laci (sambil berjalan ke bangkunya sendiri)

Bima: Dita, aku… sebenarnya tadi lihat Gilang dan Tomi ngebully Raka. Tapi aku takut bilang.

Dita: (Terkejut dan langsung mendekati Bima) Serius? Wah, kayaknya kita memang harus bantu Raka. Aku juga takut, sih. Tapi, masa kita cuma diam aja?

Bima: Kalau begitu, kita berdua harus lapor ke guru.

Dita: Tapi kita butuh bukti, Bim.

Bima: Aku…kayaknya punya buktinya, sih.

Dita: Oh, ya? Bukti apa?

Bima: (Mengeluarkan HP) Sebenarnya tadi aku enggak sengaja melihat Raka di-bully di koridor sekolah. Aku langsung rekam diam-diam. Wajah mereka kelihatan semua.

Dita: Bima! Itu bukti kuat. Kita harus kasih tahu Bu Sari!

Adegan 4: Ruang BK

(Bu Sari duduk di mejanya, di hadapannya ada Raka, Gilang, Tomi, Bima, dan Dita. Pak Adi juga ada di ruangan)

Bu Sari: Baik, langsung saja. Ibu sudah melihat video tentang kalian berdua, Gilang dan Tomi, yang melakukan perundungan terhadap Raka.

(Gilang dan Tomi saling pandang dan kebingungan)

Gilang: Kami enggak pernah nge-bully, Bu.

Bima: Jangan bohong, aku punya bukti videonya.

(Bima memutar rekaman video di HP miliknya. Gilang dan Tomi langsung terkejut, begitu juga dengan Pak Adi)

Pak Adi: Wah, Bapak tidak menyangka, kalian biasanya bersikap sopan di depan bapak, tapi ternyata kalian seperti itu.

Tomi: Pak, Bu, itu…itu cuma bercanda.

Dita: Bercanda? Mana ada bercanda sampai bikin orang stres.

Bu Sari: Sudah, kalian tidak bisa mengelak lagi. Ibu, Pak Adi, dan kepala sekolah akan mengadakan diskusi. Kemungkinan orang tua kalian akan dipanggil ke sekolah. Hukuman akan ditentukan nanti. Tidak ada toleransi untuk perundungan.

(Gilang dan Tomi menundukkan kepala)

Bu Sari: Gilang, Tomi. Kalian juga akan menjalani pembinaan BK. Sekarang, sebagai langkah awal, kalian harus meminta maaf pada Raka.

(Gilang menunduk, akhirnya bicara.)

Gilang: Raka… maaf. Aku minta maaf.

Tomi: Aku juga minta maaf, Raka.

(Raka tetap diam dan hanya mengangguk pelan)

Bu Sari: Raka, Bima, dan Dita, kalia bisa kembali ke kelas. Gilang dan Tomi, kalian ikut ibu ke ruang kepala sekolah.

(Gilang, Tomi, Bu Sari, dan Pak Adi, pergi meninggalkan ruang BK, tersisa Raka, Dita, dan Bima)

Bima: Raka, maaf ya, aku baru berani sekarang membantumu.

Dita: Aku juga minta maaf, Raka. Walau aku tidak ikut mem-bully seperti Gilang dan Tomi, diam dan enggak melakukan apa-apa juga tetap sebuah kesalahan.

Raka: (Tersenyum) Terima kasih. Aku pun harusnya lebih berani. Sekali lagi terima kasih.

Tamat

Itulah contoh naskah drama bullying di sekolah. Sebagai referensi tambahan, di bawah ini tersedia beberapa contoh naskah drama lain yang bisa diunduh:

Naskah Drama Bullying di Sekolah

Naskah drama bullying di sekolah ini bisa dijadikan acuan untuk membuat pentas sederhana di kelas. Semoga dengan edukasi melalui drama, seluruh siswa menyadari akan bahaya bullying dan lebih berani melawan peundungan di sekolah.

Temukan contoh naskah drama lain, materi pelajaran, atau info-info menarik lain yang dapat menambah wawasan di tautan berikut ini:

Kumpulan Artikel tentang Pendidikan

Baca juga artikel terkait BULLYING atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani