tirto.id - Bullying atau penindasan tidak hanya terjadi di lingkungan pertemanan dan pekerjaan saja, tetapi juga di lingkungan keluarga. Bullying di lingkungan keluarga memiliki dampak buruk bagi korban, terutama jika tidak ada yang mengatasi dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Bullying dalam keluarga bisa terjadi antar saudara, kakek-nenek, paman dan bibi, bahkan orang tua kandung. Sama seperti penindasan di lingkungan lain, bullying di lingkungan keluarga menargetkan satu atau lebih anggota keluarga.
Berdasarkan studi yang diterbitkan di jurnal JAMA Pediatrics pada 2015, sekitar 30 persen anak mengaku diserang oleh saudara kandungnya. Sedangkan 10 hingga 40 persen anak mengalami bullying berulang dari saudara kandung.
Tindakan bullying di keluarga bisa terjadi karena berbagai faktor. Menurut Very Well Family, bullying antar saudara bisa terjadi karena faktor sibling rivalry atau persaingan antar saudara.
Hal ini dipicu oleh ketimpangan perhatian atau kasih sayang yang diberikan orang tua kepada satu anak dengan anak yang lain. Selain itu, orang tua yang melabeli anak-anak mereka secara berbeda-beda bisa memperburuk kondisi tersebut.
Faktor lain yang dapat menyebabkan bullying di lingkungan keluarga termasuk faktor kepercayaan, budaya, kondisi ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Ciri-ciri Bullying dalam Keluarga
Sama seperti bullying di lingkup pertemanan, pendindasan dalam keluarga bisa berupa mengontrol, memanipulasi, bahkan melakukan kekerasan verbal hingga fisik pada korban.
Dikutip dari Very Well Family, anggota keluarga yang melakukan bullying mungkin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki ekspektasi dan harapan yang tidak realistis kepada anggota keluarga yang ditindas, serta membuat tuntutan yang tidak masuk akal.
- Menyalahkan korban ketika ada yang salah, terlepas itu kesalahan korban atau bukan.
- Meremehkan dan mengabaikan korban maupun pendapatnya.
- Menciptakan kekacauan dalam hidup korban, memulai argumen, tantrum, dan membuat pernyataan kontradiktif.
- Melakukan pemerasan emosional untuk mengendalikan korban agar merasa bersalah.
- Bertindak superior atau merendahkan korban dan berusaha untuk membuktikan bahwa korban salah.
- Membesar-besarkan kelemahan dan kekurangan korban untuk membuat korban merasa rendah diri.
- Menuduh korban egois, membutuhkan perhatian, atau tidak berkomitmen pada keluarga.
- Melakukan silent treatment (mendiamkan) atau mencoba membuat keluarga lain berbalik melawan dan menghindari korban.
Dampak Bullying dalam Keluarga Bagi Korban
Korban yang ditindas di dalam keluarga dapat mengalami dampak psikologis yang negatif akibat peristiwa tersebut.
Menurut survei yang dilakukan oleh American Osteopathic Association (AOE) pada 2017, dampak bullying keluarga pada korban dijelaskan dalam data berikut:
- 71 persen korban bullying keluarga berjuang melawan stres;
- 70 persen korban bullying keluarga mengalami depresi dan kecemasan;
- 55 persen korban bullying keluarga kehilangan kepercayaan diri;
- 20 persen korban bullying keluarga mengalami gangguan mental;
- 17 persen korban bullying keluarga tidak dapat berfungsi secara normal untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu, sebagian lagi melaporkan dampak lain seperti kurang tidur, sakit kepala, ketegangan otot, dan nyeri.
Dampak bullying dalam keluarga bisa lebih buruk dibanding dampak bullying dalam pertemanan atau pekerjaan.
Hal ini karena keluarga yang seharusnya memberikan rasa aman, justru malah yang memberikan luka. Belum lagi bullying dalam keluarga memungkinkan pelaku memiliki lebih banyak akses terhadap korban, sehingga lebih mungkin melakukan penindasan lebih kejam dan lama.
Cara Mengatasi Bullying dalam Keluarga
Kabar baiknya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh korban bullying untuk mengatasi penindasan yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Melansir dari The Law of Attraction berikut cara menghadapi bullying dalam keluarga:
1. Rencanakan tanggapan sebelum menghadapi penindasan
Jangan menanggapi anggota keluarga yang melakukan bully secara spontan. Rencanakan tanggapan yang bisa membungkam pelaku sementara atau bahkan selamanya.
Merencanakan tanggapan dapat membantu diri sendiri merasa lebih percaya diri dan mengurangi kecemasan tentang kehadiran pelaku bullying.
Misalnya, jika kakak Anda senang mengolok-olok bahwa tubuh Anda terlalu gemuk, maka tangkis pernyataan tersebut bahwa Indeks Massa Tubuh (BMI) Anda normal. Ungkapkan bahwa tidak ada yang salah dengan kesehatan Anda dan Anda puas dengan hal itu.
2. Tanggapi penindas tanpa menimbulkan permusuhan
Berdiam diri dan membiarkan penindas melakukan apa yang mereka inginkan bukan cara yang tepat untuk mengakhiri tindakan bullying. Korban perlu merespons dengan memberikan tanda bahwa tindakan pelaku di luar batas dan bukan hal yang benar untuk dilakukan.
Namun, penting untuk tidak terpancing emosi dan menimbulkan permusuhan lebih besar, karena lagi-lagi pelaku adalah keluarga.
Menurut The Law of Attraction salah satu cara terbaik untuk merespons perilaku bullying adalah dengan menatap lurus ke arah pelaku dan mengatakan sesuatu seperti "Maaf, apa yang barusan kamu katakan?"
Ini dilakukan untuk menegaskan bahwa korban bukannya pasif dan tidak peduli untuk terus ditindas. Di banyak kasus, pelaku bullying akan berhenti melakukannya jika menyadari bahwa korban bukanlah sasaran empuk.
3. Tetapkan jarak dengan pelaku
Menjauhi pelaku bullying yang merupakan anggota keluarga sendiri tentu tidak mudah untuk dilakukan. Kendati demikian, bukan berarti korban tidak bisa menjaga jarak sama sekali dari pelaku.
Cari tahu hal-hal apa saja dari pelaku yang masih bisa ditoleransi dan sama sekali tidak bisa ditoleransi. Setelah menemukan hal tersebut, korban bisa mengetahui langkah tepat untuk menjaga jarak.
Misalnya, mengunjungi pesta dengan pelaku bullying menjadi salah satu undangannya adalah hal yang bisa ditoleransi, sehingga masih bisa dilakukan satu atau dua kali.
Sebaliknya, mengikuti media sosial pelaku bullying adalah hal yang tidak bisa ditoleransi, sehingga menghapus media sosial atau memblokir pelaku adalah cara yang tepat.
4. Minta bantuan ke anggota keluarga lain atau teman yang dipercaya
Bullying menyebabkan tekanan psikologis yang sangat berat, sehingga korban memerlukan dukungan untuk melewatinya. Jika bullying dilakukan oleh anggota keluarga, maka cari anggota keluarga lain atau teman yang dipercaya untuk membantu mendengar topik sensitif.
Namun, berhati-hatilah dengan hal ini, karena orang tersebut mungkin mencoba memperbaiki anggota keluarga lainnya dengan mendekati si penindas. Ini justru dapat berpotensi memperburuk keadaan.
Jika ragu, pertimbangkan untuk meminta bantuan dari pihak profesional seperti terapis atau konselor.
5. Laporkan jika terjadi kekerasan fisik
Bullying dalam keluarga juga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal. Jika kekerasan fisik sudah terjadi, maka itu sudah termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Oleh karena itu, melaporkannya ke lembaga yang berwenang bisa menjadi opsi yang patut dipertimbangkan.
Di Indonesia kasus KDRT ditangani oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Korban yang mengalami tindak kekerasan dari orang tua, anak, suami, atau istri dapat menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) di nomor berikut:
- Hotline: 129.
- WhatsApp: 08111-129-129.
Editor: Yantina Debora