tirto.id - Bullying atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘penindasan’ merupakan segala bentuk kekerasan atau penindasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang-ulang.
Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter pada 2014 menunjukkan, hampir setiap sekolah di Indonesia terdapat kasus bullying, meski hanya bullying secara verbal dan mental/ psikologis.
Padahal, komiteman pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Meski peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan anak telah banyak diterbitkan, tetapi dalam penerapannya di lapangan masih menunjukkan adanya berbagai kekerasan yang menimpa pada anak.
Melansir dari lamanKemen PPPA, kasus-kasus senior merundung junior terus bermunculan dari tahun ke tahun. Data statistik kasus pengaduan anak di sektor pendidikan dari januari 2011 hingga agustus 2014 menyebutkan:
- Tahun 2011 terdapat 61 kasus
- Tahun 2012 terdapat 130 kasus
- Tahun 2013 terdapat 91 kasus
- Tahun 2014 terdapat 87 kasus
Lantas, sikap apa saja yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah anaknya menjadi korban bullying?
Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah anak jadi korban bullying
Langkah awal untuk menjaga keamanan anak-anak dari bullying, baik secara langsung maupun online ialah mengetahui permasalahan mereka. Seperti yang dilansir dari laman resmi Unicef Indonesia, di bawah ini merupakan langkah untuk mencegah anak menjadi korban bullying:
1. Ajari anak-anak Anda tentang bullying
Jika anak-anak memahami apa itu bullying, maka mereka dapat mengidentifikasikannya dengan lebih mudah. Baik bullying yang terjadi pada diri mereka sendiri maupun kepada orang lain.
2. Bicaralah secara terbuka dan biasakan mengobrol dengan anak-anak Anda
Jika sudah terbiasa membicarakan bullying kepada anak, maka mereka akan lebih terbuka dan merasa nyaman untuk memberi tahu orang tua ketika mereka melihat atau mengalaminya. Periksa anak-anak Anda setiap hari dan tanyakan aktivitas mereka di sekolah. Jangan lupa untuk menanyakan perasaan mereka saat bersekolah.
3. Bantu anak Anda supaya menjadi panutan yang positif
Dalam bullying terdapat tiga pihak yang terlibat, yakni korban, pelaku, dan saksi. Anak- anak bukan korban bullying dapat mencegah perilaku tersebut dengan bersikap positif, hormat, dan baik terhadap teman sebayanya.
Kemudian, jika mereka menyaksikan bullying, mereka dapat membela korban, menawarkan dukungan, atau mempertanyakan perilaku bullying yang terjadi.
4. Bantu anak dalam membangun kepercayaan diri
Dukung anak Anda untuk mengikuti kelas atau bergabung dengan kegiatan yang disukai, baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Kegiatan ini akan membantu untuk membangun kepercayaan diri serta menambah teman dengan minat yang sama.
5. Jadilah teladan
Berilah contoh kepada anak bagaimana memperlakukan anak-anak lain dan orang dewasa dengan kebaikan dan rasa hormat. Lakukan hal ini kepada orang-orang di sekitar Anda dan cobalah untuk membela ketika melihat orang lain diperlakukan dengan tidak baik.
Anak- anak akan melihat dan meniru orang tua sebagai teladan bagaimana cara berperilaku, termasuk mem-posting sesuatu secara online.
6. Jadilah bagian dari pengalaman online anak
Orang tua perlu membiasakan diri dengan platform yang digunakan oleh anak-anak mereka. Jangan lupa untuk menjelaskan kepada anak bagaimana dunia online dan offline terhubung. Kemudian, berilah gambaran kepada mereka tentang berbagai risiko yang akan dihadapi secara online.
Apa yang harus dilakukan orang tua jika anak menjadi korban bullying
Dalam jangka panjang, bullying dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi anak-anak. Selain efek fisik, bullying juga membuat anak-anak mengalami masalah kesehatan dan emosional, termasuk depresi dan kecemasan. Sehingga bullying dapat menyebabkan penyalahgunaan narkoba dan penurunan prestasi di sekolah.
Padahal, semua anak memiliki hak atas lingkungan sekolah yang aman, asri, dan menghargai harkat martabat mereka. Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa semua anak memiliki hak atas pendidikan dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan fisik, mental, kerusakan, hingga perlakuan salah. Oleh sebab itu bullying harus dihentikan.
Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua jika anaknya menjadi korban bully?
Seperti yang dilansir kembali dari Unicef Indonesia, berikut merupakan beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua ketika mendapati anaknya dibully oleh temannya:
1. Dengarkan cerita anak dengan terbuka dan situasi yang tenang. Sebaiknya orang tua fokus terhadap cerita yang disampaikan oleh anak- anaknya supaya mereka merasa didengar dan didukung, alih-alih mencoba menemukan penyebab bullying atau mencoba menyelesaikan masalah. Pastikan mereka tahu bahwa itu bukan kesalahan mereka.
2. Beri pengertian kepada mereka bahwa Anda memercayai mereka, Anda senang mereka mau bercerita, bahwa itu bukan kesalahan mereka, dan Anda akan melakukan yang terbaik untuk membantu mereka.
3. Bicarakan kepada guru atau pihak sekolah. Tanyakan kepada pihak sekolah apakah mereka memiliki kebijakan atau panduan mengenai perilaku bullying. Ini mungkin bisa berlaku untuk bullying secara langsung maupun online.
4. Jadilah orang tua yang supportif kepada anak, karena memiliki orang tua yang supportif sangat penting untuk menghadapi efek bullying. Pastikan mereka tahu bahwa mereka bisa mengadu kepada orang tua kapan saja, serta yakinkan mereka bahwa semuanya akan menjadi lebih baik.
Sementara itu menurut Rensi, Psikolog di Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak melalui laman resmi DP3APPKB Kaltenghal yang harus dilakukan orang tua ketika mendapati anaknya menjadi korban bullying di antaranya:
1. Melaporkan kepada guru jika anak menjadi korban bullying di sekolah
2. Melakukan pendekatan dan mengajak bicara
3. Ajarkan anak untuk membela diri secara verbal
4. Melatih anak untuk melawan, terutama jika mendapatkan perilaku bullying yang membahayakan dirinya
5. Menciptakan pola pengasuhan yang positif
Pendamping korban bullying dapat melakukan hal yang sederhana untuk membantu korban supaya merasa lebih nyaman. Salah satunya ialah dengan belajar untuk mengenali dan memberikan perhatian, mendengarkan dengan seksama yang disertai dengan empati, serta memberikan respon yang sesuai bagi korban.
Tanda-tanda anak menjadi korban bully
Guna mencegah terjadinya bullying pada anak, orang tua harus memperhatikan tanda-tanda yang muncul pada diri anak jika menjadi korban bullying, baik di sekolah, lingkungan sekitar, maupun secara online.
Beberapa anak mungkin tidak mengungkapkan kegelisahan mereka secara lisan, oleh karena itu perhatikan dan amati keadaan emosi pada diri anak. Berikut merupakan tanda-tanda yang perlu diwaspadai orang tua ketika anak menjadi korban bully:
- Tanda fisik berupa memar yang tidak dapat dijelaskan, goresan, patah tulang, dan luka dalam penyembuhan.
- Anak merasa takut pergi ke sekolah atau mengikuti acara sekolah.
- Anak menjadi lebih cemas, gelisah, dan sangan waspada.
- Mempunyai beberapa teman di sekolah atau di luar sekolah. Kehilangan teman secara tiba-tiba atau menghindari bersosialisasi.
- Pakaian, alat elektronik, atau barang pribadi lainnya milik anak hilang atau hancur.
- Sering meminta uang dengan alasan yang kurang jelas atau mencurigakan
- Mempunyai prestasi yang rendah.
- Ketidakhadiran, bolos, atau menelepon dari sekolah meminta untuk pulang lebih cepat.
- Mencoba terus menerus ingin dekat dengan orang dewasa.
- Tidur tak nyenyak dan mengalami mimpi buruk.
- Mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau penyakit fisik lainnya.
- Sering terlihat tertekan setelah menghabiskan waktu online dan ketika memainkan telepon genggam atau komputer (tanpa penjelasan yang masuk akal).
- Menjadi sangat penutup, rahasia, terutama dalam hal aktivitas online.
- Tiba-tiba menjadi lebih agresif disertai dengan emosi yang meledak-ledak.
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari