tirto.id - Pemerintah berencana memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang 'dapurnya' terdampak pandemi Corona atau COVID-19, terutama mereka yang berkerja di sektor informal dan pekerja harian. Iini dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani lewat siaran langsung di Youtube Kementerin Keuangan, Selasa (24/3/2020) kemarin.
“Dengan demikian,” katanya menjelaskan tujuan rencana ini, “[pekerja harian dan informal] bisa mengikuti arahan dan pedoman mengurangi interaksi dan aktivitas dan tidak melakukan kumpul, namun tetap mendapatkan bahan pokok.”
Salah satu alasan orang tetap ke luar rumah memang karena hanya dengan cara itulah mereka mendapatkan uang. Salah satunya adalah para pengendara ojek daring. Sementara di sisi lain, ada imbauan untuk tetap di rumah saja dalam rangka menghindari penyebaran COVID-19 yang semakin masif.
Sri Mulyani belum menyebutkan spesifik dari mana sumber uang untuk program dadakan ini. Ia hanya mengatakan pemerintah akan berkomunikasi dengan DPR RI untuk memformulasikan semuanya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Sesmenko) Susiwijono Moegiarso menjelaskan lebih detail rencana ini. Ia mengatakan sektor informal yang akan dibantu adalah warung dan toko kecil. Data warung dan toko kecil akan diminta dari pemda dan asosiasi terkait.
Pekerja lain yang akan diberikan BLT adalah mereka yang bekerja di pusat perbelanjaan dan para sopir ojek daring. Datanya akan dipasok oleh Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APBBI) dan perusahaan penyedia aplikasi transportasi daring seperti Gojek dan Grab.
Ada pula BLT yang dialokasikan bagi rumah tangga termiskin, yang menurut Susi mencakup 29 juta orang. 15,2 juta di antaranya sudah terdata jelas karena merupakan penerima program Kartu Sembako dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Sisanya, sekitar 14,1 juta orang, datanya masih dikompilasi. “Datanya dari mana? Kami akan koordinasi dengan pemprov,” kata Susi dalam siaran langsung di akun Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (26/3/2020).
Menteri BUMN Erick Thohir sudah memberi ancang-ancang kalau bank pelat merah siap jadi penyalur BLT karena mereka tetap beroperasi di tengah pandemi. “Apalagi kalau ada program BLT, banyak BUMN jadi tempat menyalurkan ke rakyat,” ucap Erick dalam telekonferensi, Selasa (24/3/2020).
Pekerjaan Rumah
Rencana ini tentu saja membantu sebagian masyarakat. Tapi ada beberapa hal yang patut diwaspadai dan harus dikalkulasikan dengan lebih detail.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengatakan penyaluran BLT darurat ini dipastikan akan membuat anggaran membengkak. Pasalnya, anggaran bantuan sosial di APBN 2020 sudah teralokasi ke pos kartu sembako senilai Rp28,1 triliun untuk 15,6 juta orang. Selain itu, targetnya bukan hanya masyarakat miskin tapi juga pekerja informal yang jumlahnya ada 74,093 juta per 2019, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Pekerja informal bahkan mendominasi angkatan kerja Indonesia dengan porsi 57,28 persen.
Namun seperti yang dikatakan Sesmenko Susi, tidak semua pekerja informal kebagian bantuan. Itu artinya, mesti anggaran membengkak, tapi perbedaannya barangkali tak akan terlalu signifikan.
Namun berapa pun itu, Misbah yakin pemerintah perlu mengambil anggaran pos lain. Andai total anggaran senilai Rp62,3 triliun yang telah direaloaksikan hanya cukup bagi fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan biaya pasien COVID-19, ia menyarankan pemerintah memotong lagi anggaran kementerian dengan pagu jumbo.
“Karena kelompok penerima manfaatnya meluas, tidak hanya masyarakat miskin, pemerintah mesti segera melakukan revisi anggaran (APBN),” ucap Misbah kepada reporter Tirto, Jumat (27/3/2020).
Beberapa kementerian/lembaga yang dapat dilirik adalah Kementerian Pertahanan yang pagu anggarannya mencapai Rp127,4 Triliun, PUPR Rp120,2 Triliun, Polri Rp90,3 Triliun, dan Kemenag Rp65,1 Triliun. Semuanya itu di luar gaji pegawai.
Perkara lain yang juga perlu dipikirkan serius adalah soal penyaluran. Problem klasik di Indonesia adalah soal akurasi data dan potensi konflik karena tidak tepat sasaran. Dampaknya, realisasi BLT akan lain dari yang tertulis di atas kertas.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus transparan, termasuk melibatkan perangkat pemerintahan terbawah hingga masyarakat secara langsung. Jika perlu, lembaga seperti KPK dan BPK ikut memantau dan mengaudit.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah juga menegaskan penyaluran BLT darurat ini akan menemui tantangan besar. Alasannya, sejumlah besar orang belum pernah menerima bansos dan data yang tersedia juga tidak tepat-tepat amat.
Satu contoh adalah para pedagang atau pegawai kaki lima. Di Ibu Kota saja, katanya, tidak semua PKL terdaftar di Dinas UKM DKI.
Masalah penyaluran kian pelik karena banyak di antara para pekerja masih menggunakan data kependudukan dari daerah asal, padahal misalnya telah merantau. Kalangan ini juga tidak boleh diabaikan karena pemerintah sendiri sudah melarang mereka pulang ke kampung halaman.
Sementara untuk antisipasi penyelewengan, ia menyarankan pemerintah melakukan pengecekan dengan random sampling. Di samping itu, kanal pelaporan masyarakat juga harus dibuka dan direspons cepat jika ada aduan masuk.
“Pemerintah harus melibatkan masyarakat untuk aktif kawal BLT,” ucap Rusli.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino