tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan, melalui pengembangan fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD). Tujuannya untuk menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah pencemaran lingkungan.
Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menegaskan, pengelolaan air limbah domestik yang sesuai dengan standar dan ketentuan penting untuk memenuhi kebutuhan dasar warga.
“MCK dan SPALD merupakan kebutuhan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Tanpa pengelolaan yang baik, air limbah domestik bisa mencemari tanah, air tanah, serta sumber air lainnya," kata Heru Budi kepada Tirto, Kamis (19/9/2024).
Heru menyatakan fasilitas MCK adalah sarana yang digunakan untuk mandi, mencuci, dan buang air, baik secara pribadi maupun komunal. Keberadaan fasilitas MCK krusial bagi masyarakat, lantaran kegiatan domestik sehari-hari menghasilkan air limbah yang harus dikelola dengan baik.
Sementara itu, lanjutnya, SPALD merupakan sistem yang dirancang untuk mengolah air limbah domestik agar tak mencemari lingkungan. SPALD dapat berupa tangki septik komunal atau sistem terpusat yang memanfaatkan jaringan perpipaan, untuk mengalirkan limbah menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Heru menandaskan, jika tidak dikelola dan diolah sesuai dengan standar, air limbah domestik akan mencemari lingkungan. Misalnya, air limbah domestik yang langsung meresap ke dalam tanah akan mencemari tanah dan air tanah.
Jika air limbah domestik langsung dibuang ke badan air, dari saluran drainase, sungai, danau, hingga laut akan tercemar. Oleh karena itu, MCK dan SPALD merupakan kebutuhan dasar yang harus dimiliki setiap warga.
Terkini, Heru Budi mengungkapkan Pemprov DKI Jakarta menyediakan 54 unit SPALD komunal. Sebab, masih ada 6,78 persen atau setara 129.067 rumah tangga di Jakarta yang tergolong Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Mereka BABS karena kawasan permukimannya tak memiliki SPALD.
"Kami juga telah menyediakan 54 unit SPALD komunal untuk melayani kawasan permukiman di berbagai wilayah DKI Jakarta, dengan target utama mencegah BABS yang masih dilakukan oleh 6,78 persen rumah tangga di Jakarta," ucap Heru.
Melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA), Pemprov DKI Jakarta telah mengembangkan pula SPALD yang mencakup pembangunan IPAL dan jaringan perpipaan di kawasan permukiman. Bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pemprov DKI Jakarta juga mengembangkan pengelolaan air limbah Jakarta (Jakarta Sewerage Development Project/JSDP), untuk mengelola air limbah skala perkotaan.
Selain itu, bersama BUMD DKI, Perumda Pengelolaan Air Limbah (PAL) Jaya, Pemprov DKI pun merevitalisasi tangki septik individu bagi rumah tangga yang masih BABS.
“Sinergi dengan pihak-pihak terkait sangat penting untuk mencapai target sanitasi yang lebih baik,” ujar Heru.
Ia menambahkan, Pemprov DKI Jakarta sudah mengalokasikan pengembangan SPALD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Tahun Anggaran 2024. Total anggaran untuk pembangunan SPALD Terpusat Skala Permukiman mencapai Rp132 miliar.
Suku Dinas SDA di lima kota administrasi Jakarta juga telah mengalokasikan anggaran, untuk penyediaan dan rehabilitasi MCK komunal serta SPALD setempat. Rinciannya, Suku Dinas SDA Jakarta Timur dan Jakarta Selatan mendapatkan Rp10 miliar, Suku Dinas SDA Jakarta Utara Rp8 miliar, Suku Dinas SDA Jakarta Barat Rp11 miliar, serta Suku Dinas Jakarta Pusat Rp9,9 miliar.
Pemprov DKI Jakarta, tambah Heru, juga mengajak pihak swasta untuk berpartisipasi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), dalam penyediaan MCK umum bagi masyarakat yang kurang mampu.
“Kami berharap, inisiatif ini bisa mendorong kontribusi dari berbagai pihak, dalam meningkatkan kualitas sanitasi di DKI Jakarta,” tutur Heru. Melalui upaya ini, Pemprov DKI Jakarta berharap, dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, serta layak bagi seluruh warganya.
Cara Jaga Fasilitas MCK dan SPALD
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta, Ika Agustin, mengemukakan dalam upaya menjaga keberlanjutan fasilitas MCK dan SPALD, pihaknya memberikan panduan operasional kepada warga serta pengelola. Untuk memastikan MCK tetap terjaga, warga disarankan untuk menyediakan peralatan kebersihan dan menempatkan tenaga khusus yang bertanggung jawab menjaga kebersihan MCK.
"Pengelola juga diwajibkan untuk menyedot lumpur tinja di tangki septik minimal satu kali dalam setahun," jelas Ika kepada Tirto, Kamis (19/9/2024).
Menurutnya, cara merawat MCK komunal mencakup penggunaan yang benar, yakni MCK hanya digunakan untuk buang air, mandi, serta mencuci pakaian. Ika juga mengimbau warga agar tidak menggunakan MCK untuk mencuci piring atau peralatan masak, karena bisa menyumbat saluran air.
Kemudian, untuk merawat SPALD komunal, warga pengguna diedukasi untuk tidak memasukkan benda asing, seperti sisa makanan, plastik atau tisu ke dalam kloset atau saluran buangan.
"Sisa minyak memasak atau cucian alat masak harus diproses melalui grease trap agar tidak mencemari jaringan perpipaan," tutur Ika.
Petugas dari Suku Dinas SDA wilayah setempat mengontrol untuk memastikan sistem SPALD berfungsi dengan baik. Melalui upaya tersebut, diharapkan fasilitas MCK dan SPALD dapat beroperasi secara optimal serta bisa meningkatkam kualitas sanitasi di Jakarta.
Persoalan Sanitasi Jangan Anggap Remeh
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai persoalan sanitasi memang tak bisa dianggap remeh. Sebab, menurutnya, sanitasi yang buruk dapat mengganggu pertumbuhan anak.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang fasilitas MCK maupun penyediaan SPALD yang penting.
"Dengan air bersih yang tercemar limbah, itu bisa mengakibatkan stunting, mengganggu pertumbuhan otak, badan. Jadi, jangan hanya salahkan gizi saja, justru yang penting ini [sanitasi]," urai Yayat.
Ia pun menekankan perawatan MCK komunal serta SPALD. Ketika MCK komunal atau SPALD kotor, masyarakat akan kembali ke kebiasaan lama, yakni membuang air sembarangan.
"Masyarakat juga malas kalau MCK kotor, bau. Akhirnya, mereka buang air besar itu balik lagi ke sungai. Juga harus dipastikan itu [fasilitas MCK komunal dan SPALD] gratis, tidak bayar," beber Yayat.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Bayu Septianto