Menuju konten utama
Mozaik

UFO dan Peran Jurnalis dalam Membesarkan Si Piring Terbang

“Jurnalis memerankan peran vital dalam mengonstruksi objek terbang tak teridentifikasi sebagai pesawat buatan alien.”

UFO dan Peran Jurnalis dalam Membesarkan Si Piring Terbang
Header Mozaik UFO. tirto.id/TIno

tirto.id - Malam tanggal 19 Oktober 2017, astronom Kanada Robert Weryk menemukan sebuah kejanggalan ketika melihat gambar yang ditangkap oleh teleskop Pan-STARRS. Demikian tulis Elizabeth Kolbert dalam "Swinging on a Star" (The New Yorker edisi 25 Januri 2021).

Teleskop itu diletakkan di Puncak Haleakala yang berada di Pulau Maui untuk mencari "objek dekat Bumi". Weryk melihat kejanggalan itu dalam bentuk titik cahaya, yang sukar diketahui bentuk aslinya karena memancarkan ragam variasi kecerahan dan bergerak sekitar 320.000 kilometer per jam. Cahaya itu juga tidak berayun mengelilingi matahari via jalur elips khas objek-objek langit lain, tetapi bergerak lurus.

Weryk dan rekan-rekannya percaya titik cahaya yang janggal tersebut merupakan “objek antargalaksi” yang tengah berkunjung mendekati Bumi dari tata surya berbeda.

Melalui nomenklatur yang dikeluarkan International Astronomical Union, yang diberi tanda “11/2017 U1”, atau lebih populer disebut “Oumuamua” alias “pandu” dalam bahasa Hawaii, kejanggalan ditambah dengan tidak ditemukannya “ekor” dalam bentuk gas atau debu selayaknya komet sebagai residu yang dihasilkan dari daya dorong yang dimiliki.

Menurut NASA, Oumuamua adalah objek yang tidak biasa. Lembaga yang dibentuk Amerika Serikat sebagai respons terhadap program luar angkasa Uni Soviet ini juga menegaskan tidak akan meneliti lebih jauh soal Oumuamua karena telah terlalu jauh dan cahaya yang dipendarkannya terlalu buram.

Hal ini membuat para ilmuwan antariksa berlomba-lomba berspekulasi tentang Oumuamua.

"Gerak Oumuamua yang aneh tidak bisa dijelaskan melalui teori tubrukan, interaksi dengan angin surya (solar wind), maupun fenomena bernama Yarkovsky Effect (gaya yang memengaruhi benda-benda kecil di ruang angkasa, seperti asteroid, dengan menyebabkannya perubahan jalur karena paparan sinar matahari yang tidak merata),” tulis Kolbert.

Oumuamua diyakini sebatas komet kecil yang tidak terdeteksi ekornya karena mengandung komposisi kimia yang tidak biasa.

Sebagian kalangan yakin Oumuamua merupakan bongkahan hidrogen beku. Jika hal itu benar, maka menghasilkan pertanyaan lain: mengapa objek ini tak meleleh saat mendekati matahari?

Menurut astrofisikawan Harvard University, Avi Loeb, dalam studinya yang terbit di The Astrophysical Journal Letters, “Oumuamua tidak memiliki ciri-ciri selayaknya objek luar angkasa [yang diketahui ilmuwan] karena objek ini memang bukan objek antariksa [alamiah], melainkan sebuah objek buatan yang mengunjungi kita tanpa sengaja. Bak mobil yang ditinggalkan pemiliknya, Oumuamua merupakan objek buatan alien yang dibuang, dibiarkan begitu saja.”

Avi Loeb menambahkan, Oumuamua merupakan Unidentified Flying Object atau UFO milik alien atau makhluk cerdas non-Bumi. Hal itu ia sampaikan sembari menukil perkataan yang diucapkan Sherlock Holmes dalam The Sign of Four (1890): "When you have excluded the impossible, whatever remains, however improbable, must be the truth.”

Kesimpulannya ini banyak ditentang kalangan ilmuwan.

Paul M. Sutter, astrofisikawan Ohio State University, menegaskan, “Oumuamua bukanlah pesawat luar angkasa buatan alien, dan penulis studi itu (Avi Loeb) telah terang-terangan melecehkan semangat santifik dengan kesimpulannya.”

Menurut Matthew Shindell dalam For the Love of Mars (2023), kekesalan Sutter pada Loeb kemungkinan besar tak tertuju pada kesimpulan Oumuamua merupakan UFO, tetapi pada dugaan bahwa objek bertanda 11/2017 U1 itu adalah benda ciptaan alien.

Oumuamua memang betul sebuah UFO, karena meskipun telah diberi nama panggilan oleh komunitas ilmuwan, tetap mengandung “U” dalam “UFO,” yakni “unidentified” atau tidak diketahui secara pasti apa sebenarnya objek ini.

Terlebih, sedari dulu hingga kiwari, manusia selalu kesulitan mengidentifikasi benda-benda langit, baik yang terbang di dalam atmosfer Bumi maupun di luar angkasa seperti Omuamua.

Pers Berperan dalam Membesarkan Si Loyang Kue

Di masa-masa awal peradaban manusia, usaha mengidentifikasi benda-benda langit umumnya hanya dilihat dari pola yang ditunjukan dan efek yang ditimbulkan, sembari melakukan cocoklogi dengan apa yang ada di sekitar.

Masyarakat Maya di Amerika Utara, misalnya, memahami Mars bukan sebagai planet, tetapi “Beast” karena penampakannya berwarna merah yang menjadi sinyal perubahan musim.

"Tidak seperti di pertengahan garis lintang, pertanian di Amerika Utara terkait dengan siklus musim hujan yang tidak beriringan dengan kalender, tetapi, entah bagaimana caranya, peradaban Maya tampaknya telah menemukan hubungan antara pergerakan Mars dan musim hujan,” tulis Shindell.

Bagi sebagian peradaban, yang aneh dan tak teridentifikasi yang muncul di langit sering kali dikaitkan dengan hal-hal mistis atau gaib khas teologi, seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Hadria dan Papua Nugini yang mengaku melihat sosok pria berpakaian putih bersinar di langit pada 214 SM sebagai dewa atau Tuhan.

Saat peradaban manusia kian maju, usaha mengidentifikasi benda-benda langit dilakukan dengan cara-cara santifik. Ditunjukkan dengan keberhasilan manusia mengidentifikasi 51 Pegasi b alias Dimidium atau Oumuamua di masanya, yang ditemukan dua astronom berkebangsaan Swiss, Michel Mayor dan Didier Queloz, sebagai planet yang mengitari bintangnya, 51 Pegasi.

Transformasi objek terbang tak teridentifikasi atau UFO menjadi identik dengan alien baru terjadi pada akhir 1950-an. Menurut Chris D. Bader dalam "The UFO Contact Movement from the 1950s to Present" (Studies in Popular Culture, Vol. 17 1995), ini dimulai oleh kenneth Arnold, seorang pilot dan penjual alat pemadam kebakaran asal Boise, Idaho, Amerika Serikat.

Pagi tanggal 24 Juni 1947, saat tengah memasang peralatan anti kebakaran di Central Air Service di Chehalis, Washington, Arnold mendengar kabar bahwa pesawat angkut C-46 Marine jatuh di sekitar Pergunungan Cascade.

Karena belum diketahui nasibnya secara jelas, otoritas setempat mengiming-imingi uang sebesar 5.000 dolar bagi siapa saja yang dapat menemukan pesawat tersebut.

Arnold berusaha menemukan pesawat nahas itu dengan terbang menggunakan pesawatnya. Ia terbang memutar dengan terlebih dahulu melawati Gunung Rainier. Arnold dikejutkan bukan oleh penampakan C-46 Marine, tetapi oleh objek lain di langit yang menurutnya "kilatan yang sangat terang". Ia pun berusaha mengejarnya.

Menurutnya, dalam pengejaran itu, objek mengeluarkan kilatan berkedip-kedip bak lampu disko. Awalnya Arnold berpikir objek tersebut hanyalah formasi jet. Namun, ketika pesawat yang dikemudikannya kian mendekati objek, tak terlihat satupun ciri-ciri bahwa yang ia kejar adalah pesawat: tidak memiliki ekor pesawat dan berbentuk mirip bulan sabit dengan kubah kecil di antara ujung sayap.

"Kilatan yang sangat terang, berbentuk seperti loyang kue, selayaknya speedboat di atas air yang sangat deras," ujar Arnold.

Kala Arnold menceritakan pengalamannya kepada para wartawan yang menunggu kabar nasib C-46 Marinedi Bandara Pendleton, Oregon, tajuk berita akhirnya beralih.

"Piring terbang", frasa yang digunakan wartawan untuk menggantikan "loyang kue" ciptaan Arnold akhirnya mulai terkenal, terutama karena para jurnalis itu memilih untuk mengaitkannya dengan alien atau makhluk non-Bumi super cerdas.

Kian majunya teknologi saat itu, klaim Arnold bertemu dengan "loyang kue" di angkasa seharusnya sesegera mungkin dipatahkan dengan cara-cara saintifik.

Namun, lanjut Chris D. Bader, tahun 1950-an merupakan masa yang aneh, masa di mana Amerika Serikat dan Uni Soviet tengah berupaya sekuat tenaga menggelorakan pemikiran mereka masing-masing, via isme-isme ala mereka, dan terutama teknologi termasuk soal pesawat terbang.

Saat itu, hampir semua proses pembangunan teknologi (pesawat) dilakukan secara diam-diam, untuk memberi efek kejut di antara keduanya. (Amerika Serikat dan Uni Soviet). Tidak ada upaya untuk meluruskan pertemuan Arnold dengan si “loyang kue”. Akhirnya, masyarakat hanya disuguhkan satu jawaban: alien. Ya, selayaknya “click-bait” di era Google, hal itu terus-menerus digaungkan oleh pers.

Phillips J. Hutchison dalam "Journalism Versus the Flying Saucers" (American Journalism, Vol. 36 2019), dengan tegas menyebut bahwa “Jurnalis memerankan peran vital dalam mengonstruksi objek terbang tak teridentifikasi sebagai pesawat buatan alien.”

Kehebohan ini kian parah dengan kemunculan budaya pop, seperti film Earth vs. The Flying Soucers (1956) dan Invasion of the Soucer Men (1957) serta beragam teori konspirasi dari para “ufologis”.

Atas kehebohan rekaan ini serta kian mengguritanya pernyataan-pernyataan seperti Arnold dari publik di seluruh dunia, UFO yang telah berasosiasi dengan alien dianggap sebagai tema sampah yang tak layak ditanggapi.

Infografik Mozaik UFO

Infografik Mozaik UFO. tirto.id/TIno

Namun, menurut Gideon Lewis-Kraus dalam "The UFO Papers" (The New Yorker, edisi 10 Mei 2021), gara-gara kemunculan objek terbang tak teridentifikasi di langit dekat Gedung Putih lima tahun usai kejadian Arnold, Pemerintah Amerika Serikat akhirnya serius mengurus UFO.

Bahkan The New York Times kala itu menurunkan laporan berjudul "Flying Object Near Washington Spotted by Both Pilots and Radar: Air Force Reveals Report of Something, Perhaps Soucers, Traveling Slowly but Jumping Up and Down".

Pemerintah mula-mula membentuk panel para ahli bertajuk Robertson Panel—diambil dari nama ketua panel, fisikawan asal California Institute of Technology bernama Howard P. Robertson. Kedua, secara diam-diam, pemerintah mengumpulkan segala laporan tentang kemunculan UFO dalam Project Blue Book.

Namun, pembentukan Robertson Panel dan Project Blue Book hanya dijalankan setengah hati, dengan tidak dihasilkannya kesimpulan yang dapat menenangkan masyarakat atas segala kemunculan UFO.

Namun, imbuh Lewis-Kraus, tekanan dari masyarakat untuk melakukan usaha serius yang bersifat ilmiah terhadap UFO dari pemerintah tak bisa dibendung. Ini didorong oelh beberapa hal:

Pertama, diterbitkannya buku berjudul UFO: Generals, Pilots, and Goverment Official Go on Record (2010) karya Leslie Kean berdasarkan tumpukan dokumen rahasia milik Pemerintah Prancis berjudul “Les OVNI et la Défense: À Quoi Doit-On Se Préparer?” atau “UFO dan Pertahanan: Untuk Apa Kita Harus Mempersiapkan Diri?”

Kedua, dilanjutkan dengan terbitnya artikel dari The New York Times atas kerjasama dengan Leslie Kean tentang Pentagon yang diam-diam meneliti UFO—Pentagon menyebutnya “Unidentified Aerial Phenomena (UAP)—pada 16 Desember 2017.

Akhirnya, “UFO yang merupakan tema tabu untuk dibicarakan”—bahasa yang dipilih Paman Sam, dibicarakan secara terbuka oleh Pemerintah AS.

Mantan Direktur CIA, John Brennan, mengakui bahwa UFO merupakan “fenomena yang akan kita lihat terus yang tidak dapat dijelaskan karena mungkin, pada kenyataannya, merupakan semacam fenomena dari sesuatu yang belum kita pahami, katakanlah dari bentuk kehidupan yang berbeda.”

Kini, pada 2023, Pemerintah Amerika Serikat akhirnya mengakui keberadaan UFO. Dengan catatan keras, “U” dalam “UFO” bisa berarti apa saja. Mungkin alien, mungkin—sebagai kemungkinan terbesar—bukan.

Terlebih, sebagaimana diucapkan Enrico Fermi (fisikawan Italia-Amerika), “seandainya alien atau makhluk super cerdas non-Bumi benar ada, mengapa mereka belum mengontak kita,”--yang hingga saat ini belum bisa membuat pesawat super canggih berbentuk loyang kue terbang seperti mereka.

Baca juga artikel terkait UFO atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi