Menuju konten utama
Mozaik

Tragedi Mavi Marmara, Israel Menyerang Misi Kemanusiaan ke Gaza

Mei 2010, tentara Israel mengadang bantuan kemanusiaan yang hendak diberikan ke Jalur Gaza. Mereka bahkan membunuh sembilan aktivis di kapal Mavi Marmara.

Tragedi Mavi Marmara, Israel Menyerang Misi Kemanusiaan ke Gaza
Header Mozaik Freedom Gaza Flotilla. tirto.id/Fuad

tirto.id - Juni 2016, Turki dan Israel sepakat menormalisasi hubungan diplomatik. Israel bersedia membayar dana kompensasi sebesar 20 juta dolar kepada keluarga dari sembilan korban tewas di kapal MV Mavi Marmara dalam misi Gaza Freedom Flotilla pada 31 Mei 2010.

Sebaliknya, Turki diizinkan mengirim bantuan dan proyek infrastruktur wilayah Gaza, Palestina. Selain itu, mengutip BBC News, "Turki setuju untuk mengesahkan undang-undang yang melindungi pasukan Israel dari tuntutan hukum."

Sebelum tragedi penyerangan terhadap kapal MV Mavi Marmara, hubungan kedua negara sangat erat. Turki adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim pertama yang mengakui kedaulatan Israel.

Pasukan Elite Israel Mengadang Bantuan Kemanusiaan

Gaza Freedom Flotilla merupakan misi bantuan kemanusiaan yang digagas atas kerja sama Free Gaza Movement yang berbasis di Siprus dengan IHH yang berbasis di Turki, juga organisasi lainnya seperti the European Campaign to End the Siege on Gaza (ECESG), the Greek Ship to Gaza Campaign, dan the Swedish Ship.

Merujuk laporan IHH yang berjudul Palestine Our Route Humanitarian Aid Our Load Flotilla Campaign Summary Report (2010), kapal MV Mavi Marmara merupakan armada terbesar yang berangkat dari Turki bersama dua kapal lainnya, yakni Gazze I dan Defne.

Selain itu, terdapat dua kapal dari Yunani, Eleftheri Mesogios dan the Sfendoni, bersama Challenger I dan Challenger II yang berasal dari Amerika Serikat dan the Rachel Corrie yang berasal dari Irlandia.

Sebanyak 700 orang dari 36 negara, termasuk 11 orang warga Amerika Serikat, beberapa anggota parlemen Eropa, dan penulis asal Swedia bernama Henning Mankell, turut serta dalam armada yang mengangkut 10 ribu ton bantuan kemanusiaan.

Jumat, 28 Mei 2010, semua kapal berkumpul di perairan terbuka Mediterania, tepatnya di lepas pantai Siprus Selatan. Perjalanan menuju Gaza baru dimulai pada hari Minggu, 30 Mei 2010, sekitar pukul 16.30 waktu setempat.

Beberapa saat sebelum perjalanan dimulai, sebagaimana diberitakan The Guardian, kapal Challenger I sempat mengalami kerusakan, saluran hidrolik kapal tidak dapat bekerja dengan baik. Sementara kapal Challenger II terpaksa memindahkan penumpangnya ke MV Mavi Marmara ketika perjalanan sudah menempuh sekitar 70 mil dari lepas pantai Siprus karena mengalami kerusakan di bagian pompa lambung kapal.

Dalam laporan lain, The Guardian menyebut bahwa pada pukul 21.00, tiga kapal Israel Defense Force (IDF) mulai bergerak dari Pelabuhan Haifa untuk melakukan pencegatan terhadap kapal-kapal dari Gaza Freedom Flotilla.

Mengutip kembali Palestine Our Route Humanitarian Aid Our Load Flotilla Campaign Summary Report (2010), memasuki pukul 22.30, sebelum berbelok menuju Pelabuhan Gaza, tepatnya saat berada di titik 75 mil dari pantai Gaza yang merupakan perairan internasional, pasukan IDF mulai menyerukan peringatan kepada kapal MV Mavi Marmara agar menghentikan perjalanan dan tidak mendekati Gaza.

Kapten kapal segera membalas peringatan. Menurutnya, tidak ada yang dibawa selain bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Tak lama kemudian, satelit Turksat dan satelit telepon di blokir Israel. Kondisi ini membuat sekitar 600 orang yang berada di MV Mavi Marmara segera memakai pelampung untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Tanpa mengindahkan peringatan IDF, seluruh kapal rombongan Gaza Freedom Gaza Flotilla melanjutkan perjalanan. Esoknya, Senin, 31 Mei 2010, sekitar pukul 4.30, sebanyak 4 kapal perang, 3 helikopter, 2 kapal selam, dan 30 perahu zodiak Angkatan Laut Israel mengepung seluruh kapal Gaza Freedom Flotilla.

Setelah lima kapal berhasil dikuasai tanpa perlawanan berarti, pasukan elite Shayetet 13 mendarat di atas dek kapal MV Mavi Marmara dengan menuruni sebuah tali dari helikopter. Mereka segera menuju anjungan kapal menembaki para aktivis kemanusiaan.

Mengutip dari Reuters, salah satu anggota pasukan mengklaim bahwa penggunaan senjata api merupakan bentuk pertahanan diri untuk menghentikan perlawanan para aktivis yang menggunakan pisau, pentungan, tongkat besi, serta senjata api yang direbut dari beberapa anggota Shayetet 13.

Merujuk artikel berjudul "Israel’s Blockade of Gaza, the Mavi Marmara Incident, and Its Aftermath" (2010) dalam CRS Report for Congress, kesaksian berbeda diutarakan Presiden IHH, Bulent Yildirim. Menurutnya, para aktivis hanya menggunakan tongkat besi.

Sementara beberapa senjata pasukan Israel yang direbut para aktivis, menurutnya tidak dipergunakan untuk menyerang, melainkan dibuang ke laut. Ia juga menyangkal pernyataan Israel yang menuduh organisasinya sebagai kelompok teroris.

Seluruh kapal bantuan kemanusiaan kemudian dibawa ke Pelabuhan Ashdod. Semua muatan diperiksa, lalu diangkut menggunakan truk ke Kerem Shalom, perbatasan Israel dan Gaza. Sementara seluruh penumpang kapal ditahan.

Sembilan anggota IHH tewas, terdiri dari delapan warga Turki dan seorang warga Amerika Serikat. Sekitar 31 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk tujuh tentara Israel.

Bantuan direncanakan akan disalurkan ke Gaza melalui jalur darat oleh Israel. Namun, Hamas, yang berkuasa di Gaza sejak tahun 2006, menolak untuk menerima bantuan sebelum para aktivis dibebaskan.

Setelah mendapat tekanan internasional, Israel akhirnya membebaskan para aktivis pada Kamis, 3 Juni 2010. Namun, yang mengalami luka parah dipulangkan ke negaranya masing-masing beberapa hari kemudian. Lalu pada 15 Juni 2010, diumumkan bahwa PBB akan mendistribusikan bantuan ke Gaza.

Reaksi Basa-basi

Sebelum peristiwa ini, Gerakan Pembebasan Gaza pernah diizinkan masuk ke Gaza sebanyak lima kali oleh Israel. Namun, setelah Operasi Cast Lead atau Perang Gaza pada 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009, setiap kapal dari Gerakan Pembebasan Gaza diblokade.

Selain itu, blokade laut dilakukan Israel di perairan menuju Gaza dilakukan sejak tahun 2006 setelah Hamas menguasai Jalur Gaza.

Tragedi di atas kapal MV Mavi Marmara segera menimbulkan kecaman dari negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan dunia Internasional. Sekjen PBB saat itu, Bang Ki-Moon, menuntut Israel segera mencabut blokade Gaza.

"[Hal] tersebut kontraproduktif, salah, dan tak dapat dipertahankan," ujarnya seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Dewan Keamanan PBB turut bereaksi. Mereka berencana mengirim tim independen untuk menyelidiki peristiwa di kapal MV Mavi Marmara yang menurut mereka merupakan pelanggaran hukum internasional.

Namun pada akhirnya, sebagaimana dilaporkan BBC News Indonesia, "Sebuah panel PBB pada tahun 2011 sepakat bahwa blokade sah namun kehilangan jiwa dan cedera akibat tindakan tentara Israel sebagah hal 'berlebihan dan tidak bisa diterima'."

Mengutip Reuters, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, turut menyesali tragedi tersebut dan mencoba menjembatani penyelesaian sebagai upaya untuk meminimalisasi memburuknya hubungan Turki-Israel.

Infografik Mozaik Freedom Gaza Flotilla

Infografik Mozaik Freedom Gaza Flotilla. tirtoid/Fuad

Namun, Wakil Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, memberi tanggapan berbeda. Ia menyebut peristiwa di atas kapal MV Mavi Marmara merupakan hak mutlak Israel untuk membela kepentingan keamanannya.

Di beberapa kota di Eropa, seperti Paris, Stockholm, dan Roma, demonstrasi terjadi. Di Athena, polisi harus menggunakan gas air mata untuk meredam aksi para demonstran yang melemparkan batu dan botol ke arah kedutaan Israel untuk Yunani.

Recep Tayyip Erdogan yang saat itu menjabat Perdana Menteri Turki, menyebut aksi yang dilakukan pasukan Israel merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip hukum internasional dan tidak manusiawi. Lebih dari itu, Turki membatalkan rencana latihan militer gabungan bersama Israel dan segera memanggil pulang duta besarnya.

Pada November 2012, di pengadilan Istanbul, secara in absentia (proses persidangan tanpa dihadiri terdakwa), Turki menjatuhkan vonis kepada empat komandan Israel atas serangan yang terjadi di kapal MV Mavi Marmara.

Namun pada Maret 2013, tiga tahun sebelum kesepakatan rekonsiliasi, lewat percakapan telepon yang ditengahi Barack Obama, Perdana Menteri Turki dan Israel sepakat untuk memulihkan hubungan diplomatik. Lebih lanjut, atas nama rakyat Turki, Erdogan menerima permintaan maaf Israel.

Baca juga artikel terkait MAVI MARMARA atau tulisan lainnya dari Andika Yudhistira Pratama

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Andika Yudhistira Pratama
Penulis: Andika Yudhistira Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi