tirto.id - PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang waralaba tunggal KFC di Indonesia, berencana meminta suntikan modal sebesar Rp80 miliar dari dua pemegang saham utamanya, yakni PT Gelael Pratama dan PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (bagian dari Salim Group). Modal baru tersebut akan dihimpun melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement.
Mengutip keterbukaan informasi, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk mengesahkan aksi korporasi ini dijadwalkan berlangsung pada Jumat 16 Mei 2025. Jika disetujui, penerbitan saham akan dilakukan paling lambat 20 Juni 2025.
Seluruh dana hasil aksi korporasi tersebut nanitnya akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja, yakni Rp52 miliar untuk pembelian persediaan dan pembayaran kewajiban lancar, serta Rp28 miliar untuk biaya operasional dan efisiensi karyawan.
Rencananya, FAST akan menerbitkan hingga 533,33 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp150 per saham. Penetapan harga tersebut mempertimbangkan perdagangan saham selama 25 hari terakhir, dan memberikan sejumlah diskon kepada pemegang saham yang berpartisipasi dalam PMTHETD.
Sebagai gambaran, harga saham FAST pada kurun Januari hingga Maret 2025 mengalami tren penurunan yang cukup fluktuatif setiap minggunya, bahkan sempat anjlok hingga 20 persen.
"Atas dasar hal tersebut dan ditambah dengan situasi politik di Indonesia yang berpengaruh terhadap kondisi pasar saham, perseroan memperhitungkan harga saham pada saat RUPS dilakukan di bulan Mei dan menentukan bahwa Harga Pelaksanaan PMTHMETD sebesar Rp150 adalah harga yang wajar," tulis manajemen FAST dalam keterbukaan informasi.
Langkah ini diambil setelah laporan keuangan perusahaan menunjukkan kondisi keuangan yang terus memburuk. Sepanjang 2024, FAST membukukan rugi bersih Rp798,2 miliar dengan rasio lancar hanya 0,27. Rasio liabilitas terhadap ekuitas juga tercatat tinggi di angka 26,63 sebelum PMTHMETD.
Jika aksi korporasi ini rampung, porsi kepemilikan Gelael Pratama akan meningkat dari 40 persen menjadi 41,18 persen, dan Indoritel dari 35,84 persen menjadi 37,51 persen. Sementara itu, pemegang saham lain yang tidak ikut serta akan mengalami dilusi sebesar 11,79 persen.
Perseroan menyatakan bahwa suntikan dana ini diyakini mampu memperkuat struktur permodalan—dari sebelumnya Rp127.731.594 menjadi Rp207.731.594—dan mendukung kelangsungan usaha dengan membaiknya rasio liabilitas terhadap total ekuitas dari sebelumnya 26,63 kali menjadi 15,99 kali. Adapun Gelael dan Indoritel telah mendapatkan persetujuan internal masing-masing untuk berpartisipasi pada 28 April lalu.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































