tirto.id - Paradigma fakta sosial menjadi fondasi penting dalam memahami realitas masyarakat. Konsep ini pertama kali diperkenalkan Émile Durkheim sebagai bagian dari upaya memisahkan sosiologi dari filsafat spekulatif. Dalam pendekatannya, fakta sosial dianggap sebagai kekuatan eksternal yang mengikat individu.
Teori paradigma fakta sosial menempatkan struktur sosial sebagai penentu utama perilaku manusia. Beberapa sosiolog seperti Talcott Parsons hingga Pierre Bourdieu mengembangkan pendekatan berbeda, namun tetap berakar pada pemahaman bahwa masyarakat membentuk individu, bukan sebaliknya.
Ciri-ciri paradigma fakta sosial tampak dalam cara teori ini memandang aturan sosial sebagai objektif dan memaksa. Peneliti kontemporer kini mengeksplorasi fakta sosial dalam konteks digital dan globalisasi.
Teori dan Kosep Paradigma Fakta Sosial
Dalam pelajaran sosiologi, istilah paradigma sosiologi dikenal sebagai dasar pemikiran yang berisi konsep-konsep atau model sosial tertentu. Salah satu dasar sub teori dari paradigma ini adalah paradigma fakta sosial.
Menurut catatan Suci Fajarni dalam JSAI (Vol. 1, No. 2, 2020, hlm. 136), paradigma fakta sosial adalah cabang sosiologi yang teorinya pertama kali disampaikan Emile Durkheim. Tokoh ini menyampaikan pendapatnya terkait fakta sosial melalui The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897).
Berdasarkan konsep Durkheim, paradigma ini menganggap masyarakat sebagai realitas sosial yang mandiri. Dengan begitu, mereka tidak dikekang oleh sikap individu-individu lain yang ada di sekitarnya.
Seluruh kenyataan ini disusun atas sistem, misalnya organisasi, aturan, pranata, nilai, pembagian kuasa, dan wewenang. Lebih lengkapnya, Wagiyo (Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya) mengibaratkan kehidupan seorang individu yang terkena pengaruh fakta sosial sekitarnya.
Dengan begitu, fakta sosial yang berupa struktur pada akhirnya bisa membuat individu tahu apa yang harus mereka lakukan dalam realita kehidupannya. Lebih jelasnya, individu mengerti benar bahwa mereka merupaan bagian dari masyarakat.
Ciri-ciri paradigma fakta sosial menunjukkan bahwa norma dan nilai dalam masyarakat bersifat memaksa, umum, serta berada di luar individu.
Paradigma ini menekankan bahwa aturan sosial memiliki kekuatan untuk mengarahkan perilaku manusia tanpa disadari. Oleh karena itu, ciri-ciri paradigma fakta sosial penting untuk memahami bagaimana struktur sosial membentuk kehidupan individu.
Lantas, apa teori atau konsep yang ada dalam paradigma fakta sosial?
Berikut ini adalah penjelasan soal teori dan konsep paradigma fakta sosial:
1. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini dikenalkan oleh Robert K. Merton. Pada teori fungsionalisme struktural, fokus diarahkan kepadada sistem keteraturan masyarakt yang tak memperlihatkan konflik serta perubahannya.Konsep pada teori ini terdiri dari fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbangan. Lalu, dirancang sedemikian rupa hingga semua peristiwa atau struktur yang ada di masyarakat menghasilkan fungsi tertentu.
Dari keseimbangan yang berarti serasi, maka hal yang dirasa tak serasi akan disingkirkan begitu saja. Langkah ini dilakukan demi menormalisasi keadaan agar fungsi struktur masyarakat bisa menciptakan keserasian sosialnya kembali.
2. Teori Konflik
Berlawanan dengan teori sebelumnya, teori konflik diperkenalkan oleh Dahrendorf. Ia berpendapat bahwa ada sebuah dasar yang menjadi penyebab konflik, mulai dari wewenang atau posisi-posisi tertentu seorang individu.Jika dirasa ada sebuah hal yang tak adil di dalam masyarakat, maka konflik berpotensi muncul. Oleh karena itu, teori ini menawarkan analisis hubungan sebab akibat dari posisi atau wewenang seseorang di dalam masyarakat hingga terjadinya konflik.
Biasanya, individu yang memotori konflik bergerak atas keinginannya untuk mengubah sesuatu yang dirasa tak adil.
Perubahan yang diinginkannya ini memang bertentangan dengan teori fungsionalisme struktural yang mengemban keserasian. Tapi, nyatanya hal ini berpotensi terjadi di masyarakat.
3. Perpaduan Fungsionalisme Struktural dan Konflik
Fakta sosial yang dituntut serasi pada fungsionalisme struktural memperoleh perlawanan dari teori konflik yang mengakibatkan ketidakserasian. Pierre van den Berghe mengungkapkan kedua hal tersebut sebagai suatu hubungan yang mengikat.Selagi fakta sosial masih diterima, konflik tidak mungkin terjadi. Sedangkan, jika sudah dirasa tak sesuai, maka individu akan menyuarakannya sehingga terjadi konflik.
Selain itu, Berghe juga menyatakan pendapatnya terkait fungsi konflik. Di antaranya sebagai penjamin solidaritas, memunculkan ikatan persekutuan sebuah kelompok (yang menginginkan perubahan), meragamkan manusia sebagai individu, dan menjadi jembatan kelompok satu dengan kelompok lain yang sependapat.
Bentuk dan Contoh Paradigma Fakta Sosial
Paradigma memandang bahwa tindakan individu tidak berdiri sendiri, melainkan dibentuk oleh kekuatan sosial yang ada di sekitarnya. Sementara itu, fakta sosial dianggap sebagai gejala yang bisa diamati, dipelajari, dan dianalisis secara objektif.
Ia hadir dalam bentuk aturan, norma, nilai, dan struktur sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga paradigma sosial berupaya memahami bagaimana masyarakat bekerja dan bagaimana individu menyesuaikan diri dengan sistem sosial tersebut.
Berikut adalah bentuk-bentuk paradigma fakta sosial.
1. Fakta Sosial Material
Fakta sosial material adalah elemen fisik yang membentuk struktur masyarakat, seperti aturan tertulis, lembaga, dan benda-benda pendukung sosial. Keberadaannya nyata dan langsung terlihat, berfungsi sebagai landasan dalam mengatur perilaku sosial.2. Fakta Sosial Non-Material
Fakta sosial non-material meliputi nilai, norma, dan keyakinan yang dianut bersama oleh masyarakat, meski tak tampak secara fisik. Elemen ini membentuk cara berpikir dan bertindak individu, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi.Sementara itu, contoh paradigma fakta sosial adalah sebagai berikut.
1. Contoh Fakta Sosial Material
Peraturan sekolah, undang-undang, dan sistem pemerintahan adalah contoh nyata fakta sosial material yang mengatur perilaku masyarakat. Selain itu, bangunan seperti rumah ibadah, kantor pemerintahan, jadwal kerja, dan sistem transportasi umum juga termasuk elemen fisik yang membentuk tatanan sosial.2. Contoh Fakta Sosial Non-Material
Nilai kejujuran, norma berpakaian sopan, dan adat pernikahan adalah contoh fakta sosial non-material yang memandu interaksi sosial. Kepercayaan pada hal-hal sakral dan aturan moral dalam keluarga juga menunjukkan pengaruh kuat dari aspek sosial yang tak kasat mata.Pembaca yang ingin mengetahui informasi lainnya seputar Materi Ajar dapat kunjungi tautan di bawah ini.
Kumpulan Artikel tentang Materi Ajar
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Maria Ulfa
Penyelaras: Satrio Dwi Haryono
Masuk tirto.id






































